02. One by one

9.5K 1.7K 110
                                    

Writer side

Seorang wanita paruh baya terlihat tergesa-gesa memasuki ruangan luas yang didominasi oleh warna putih, tempat anaknya tengah terbaring lemah. Wanita itu terkejut usai mendapati kabar jika anaknya mengalami kecelakaan. Disaat ia berhasil melihat kehadiran sang anak, wanita tersebut reflek menghampiri ranjangnya.

"Grace."

Tidak ada tanda-tanda jika gadis tersebut atau Grace telah sadar. Wajahnya masih tenang, persis saat dirinya sedang tertidur pulas.

"Maaf." Kata seorang lelaki, secara tiba-tiba menghampiri ibu Grace. "Aku yang menabraknya. Aku benar-benar tidak sengaja, aku—"

Ibu Grace menghentikan penjelasan lelaki itu dengan menyentuh bahunya. "Apa dia masih bisa selamat?"

"Kata dokter kepalanya mengalami luka luar, tangannya lecet, serta sudut bibirnya robek. Selebihnya tidak ada. Tetapi aku benar-benar meminta maaf, ini salahku. Aku akan bertanggung jawab atas anakmu, nyonya."

"Grace, anakku." Lirih wanita itu. "Setidaknya kau bertanggungjawab, setidaknya kau tidak meninggalkan Grace begitu saja. Sudah, kau tidak boleh tertekan akan hal ini."

"Maksudmu—"

Ibu Grace tidak meneruskan perkataannya dan hanya bisa mengusap pelan tangan anak semata wayangnya ini. Sementara lelaki itu merasa sedikit kebingungan, tetapi beruntung bisa sedikit bernapas lega.

Sedikit.

Hingga menunggu beberapa waktu berlalu, ibu Grace mengusap air matanya sebelum menoleh pada lelaki muda disampingnya ini.

"Siapa namamu?"

"Namaku Mark, nyonya."

"Terima kasih, Mark. Tentunya ada sebab kenapa kau bisa menabrak Grace. Bisa kau beritahu?"

Mark melipat kedua bibirnya sebelum menghela nafas. Butuh beberapa detik untuknya mengingat dengan jelas kejadian tadi. Setelah siap, Mark pun menceritakan semuanya. "Aku sedang mengandarai mobil dari perusahaan tempatku bekerja. Saat melalui Jalan Somnia, tiba-tiba anak anda menyeberang disaat mobilku masih melaju. Aku terkejut dan tidak sempat menghentikan mobilku lebih cepat. Bagaimana pun juga, ini salahku. Aku sangat menyesal."

"Ini tidak sepenuhnya salahmu, Mark. Kau tidak perlu mintamaaf seperti itu."

Mark menunduk meski ibu Grace sudah memintanya untuk tidak merasa bersalah. Toh penyebabnya adalah Grace yang tiba-tiba saja menyeberang. Melihat kegelisahan Mark yang berkepanjangan, ibu Grace hanya bisa menghembuskan nafas berulang kali dengan berat. Mata sayunya kembali melihat sang anak. Dan secara bersamaan, gadis itu akhirnya membuka mata dengan perlahan.

"Eung." Lenguhnya.

"Sayang."

Grace berusaha menetralkan cahaya yang berbondong-bondong masuk kedalam matanya. Ia terus mengedarkan pandangan, berusaha mencari tahu dimana dirinya berada. "Bu, apa yang terjadi?" Tanyanya.

"Kau baru saja mengalami kecelakaan. Sekarang kita ada dirumah sakit."

"Ah, ibu."

"Ada apa?"

"Kepalaku terasa sakit."

Mark dengan cepat menyergah. "Apa perlu kupanggilkan dokter?"

Spontan Grace terdiam, menatap Mark cukup lama. Ia tidak mengenal orang itu. Ia tidak tahu siapa orang itu. "Kau siapa?"

Mark sedikit tersentak dengan pertanyaan Grace. Dirinya perlahan mundur sembari mengatakan, "aku yang menabrakmu."

"Dia tidak sengaja, Grace." Sambung si ibu. "Kenapa kau menyebrangi jalan secara tiba-tiba? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Grace kembali mengernyitkan dahinya. Menabrak? Menyebrang secara mendadak? Apa yang telah terjadi? Satu pertanyaan ibunya tadi berhasil membuatnya berpikir keras. Dirinya terus menerka-nerka, apa yang telah terjadi. Ibu dan Mark menunggu, berusaha mengingatkan tentang apa yang Grace lakukan.

"Ibu." Suara gadis itu terdengar sedikit bergetar. "Aku, aku melihat sesuatu, bu."

"Apa? Apa yang kau lihat?"

"Park Jisung— ya! Aku melihat Jisung tepat didepan rumahnya. Dia ada, bu. Jisung masih hidup. Aku yakin, mereka tidak jauh dari kita. Mereka masih bersama kita, bu."

Ibu Grace terdiam. Wajahnya semakin ragu sambil meraih tangan Grace. Wanita itu berusaha untuk tegar, untuk tidak menangis dihadapan siapa-siapa. "Grace, relakanlah. Relakan mereka. Kau terlalu memikirkannya."

"Bu, aku tidak berbohong. Itu benar-benar nyata."

"Lagipula ini sudah dua tahun lebih, Grace. Tinggalkan semuanya. Kini yang tersisa hanyalah kita."

Grace terkejut akibat ibu tidak mempercayainya. Ibunya mengira itu hanyalah ilusi. Ibunya berpikir jika semua tidaklah nyata. Tidak, itu benar-benar ada!

"Nyonya Kim." Panggil seorang perawat menghampiri ibu Grace. "Tolong mengisi data diri pasien. Tuan Lee juga diperkenankan untuk ikut mengurus administrasi."

Ibu dan Mark mengangguk. Ibu Grace kemudian menasihati anaknya untuk beristirahat, sementara ia dan Mark akan mengikuti langkah si perawat. Lantaran kecewa karena dirinya dianggap berimajinasi, Grace terdiam seribu bahasa. Ibunya atau yang tadi dipanggil Ibu Kim memutuskan untuk pergi dengan langkah berat.

Setelah perawat menutup gorden yang membatasi Grace dengan orang luar, gadis itu mendengus.

Bagaimana bisa ilusinya menggambarkan Jisung yang terlihat berbeda dari dua tahun yang lalu? Grace bisa memastikan jika itu bukanlah imajinasinya. Dirinya masih waras. Ia yakin tidak ada yang salah dari dirinya.

Samar-samar Grace melihat orang yang berlalu-lalang diluar ruang yang diisi olehnya. Sesekali gorden seolah bergerak karena disambar oleh beberapa perawat yang berjalan kesana kemari. Hal ini membuat Grace berusaha agar tidak ada yang memperhatikan dirinya dari luar.

Namun lagi, secara tiba-tiba Grace tersentak tatkala melihat sesuatu.

Tidak, tidak lagi.

Matanya kembali melihat kehadiran sahabatnya yang lain. Dan itu adalah si kembar. Dua sahabatnya yang lain.

"Jeno, Jaemin—" gumamnya. "Ah—"

Grace memegangi lengannya yang terbalut kain putih. Sesaat setelah ia berusaha bangkit, sekujur tubuhnya terasa menolak dengan menimbulkan perih. Grace berusaha memastikan kedua orang tadi, namun sayangnya, mereka berlalu begitu cepat.

Grace merasa tidak berdaya. Grace terus mengutuk dirinya.

Tidak, dia tidak gila.

Itu nyata. Sahabatnya pasti masih ada.


To be continue

[I] THE DREAM ✓Where stories live. Discover now