LAMARAN BANG DHIA'

Start from the beginning
                                    

"Adek... adek hanya gak mau kecewa lagi mas. Cukup dulu adek terluka. Adek gak mau mas. Adek gak mau. Toh adek juga bahagia dengan hidup adek saat ini. adek gak perlu mereka. Adek bahagia mas."

"Kamu sadar apa yang kamu katakan? Kamu lupa bahwa menikah itu adalah ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah? Kamu mau tidak diakui sebagai golongannya karena kamu membenci sunnahnya? Enggak kan dek?" tanyaku dibalas gelengan pelan oleh Ina.

"Tapi apa ada ikhwan yang mau menerima adek dengan segala kekurangan adek?"

"Kita belum mencoba bukan? Dicoba dulu dek. Sekarang kamu siap-siap 5 menit lagi keluar bareng mas. Gih."

"Tapi mas..."

"Apapun keputusan adek saat ini mas akan selalu mendukung kamu. Mas percaya adek bungsu mas ini udah dewasa sekarang." Kataku meyakinkan Ina.

"Makasih mas."

"Udah cepet dandan yang cantik. Biar gak kelihatan kalau habis nangis. mas tunggu." Kata ku sambil menghapus airmata adikku ini.

Benar, Ina hanya perlu waktu lima menit untuk merapikan tampilannya. Meskipun sederhana tapi aura kecantikan Ina selalu terpancar dari wajahnya. Bersamaku, Ina berjalan menuju ruang tamu tempat semua tamu berkumpul. Melihat Ina bersama ku Bagas langsung berontak minta digendong oleh Ina. ina meraihnya dengan senang hati.

"Maaf ya mas Ihsan dan mbak Naira, mbujuk Ina emang agak susah. Ya cuma sama masnya ini dia baru bisa luluh." Kata Om Rizal mencairkan suasana.

"Iya gakpapa kok Zal... santai aja. Syila kadang-kadang juga gitu kok. tanya saja sama Azka."

"Ayah pinter banget deh kalau jatuhin anak sendiri." gumam Syila kesal. Aku yang duduk disampingnya hanya bisa tersenyum mendengar gerutuan istriku ini.

"Baiklah karena Ina sudah ada disini kita mulai saja ya acaranya. Silahkan Dhia'" kata Om Rizal membuat Ina semakin bingung. Sepertinya Ina belum menyadari kalau Ikhwan itu adalah Bang Dhia'.

"Bismillahirrohmannirrohim. Azrina Salsabila Mashel Abdullah, kedatangan saya dan keluarga saya kesini berniat untuk mengkhitbah kamu menjadi istri saya. Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin ini terlalu cepat bahkan kita tidak bertaaruf terlebih dahulu. Tapi saya rasa taarufnya bisa dilakukan setelah saya mengkhitbah kamu sembari menunggu pernikahan. Bagaimana jawabannya saya akan menerimanya insyaallah dengan ikhlas. Kapanpun saya siap menerima." Kata Dhia' sungguh-sungguh. Airmata Ina mulai mengalir. Bagas melihat mamanya menangispun ikut menangis dengan keras. Tante Sania mengambil Bagas dari gendongannya dan membawa Bagas menjauh.

"Papa... Ina boleh menjawab sekarang?" tanya Ina pada Om Rizal selaku wakil dari ayah. Aku tersenyum meyakinkan Ina.

"Iya... apapun jawabannya Papa serahkan semuanya pada Ina." kata Om Rizal menepuk pundak Ina pelan memberikan kekuatan.

"Bismillah. Sebelumnya terimakasih bang Dhia', om dan tante serta Syila dan mas Azka yang repot-repot datang kemari dengan maksud baik. jujur Ina merasa sangat terhormat Bang Dhia' memiliki niat yang baik pada Ina. tapi mohon maaf sekali Ina tidak bisa menerima khitbah dari Bang Dhia'. Ina tidak bermaksud menolak khitbah ini. Ina hanya belum bisa jika harus menikah dalam waktu dekat. Kalau memang Bang Dhia' masih ingin menunggu Ina dan jika Allah memang mengijinkan kita untuk bersama, abang datanglah kerumah ayah dan bundaku di Blitar ketika mereka pulang. Tolong juga siapkan satu saja alasan kenapa abang ingin menikahi saya. Ina harap bang Dhia' bisa menerima keputusan Ina." kata Ina tenang. Aku dan Om Rizal hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Ina. Aku pikir Ina akan langsung menolak Bang Dhia' seperti sebelum-sebelumnya. Ihsan dan Naira hanya bisa mengusap pelan punggung anak sulung mereka sedangkan Syila dia entah menghilang kemana dan sejak kapan.

"Baiklah jika memang itu keingan Ina, insyaallah saya siap menunggu sampai om Abdullah dan tante Najwa pulang dari Jepang. Saya akan datang memintamu untuk kedua kalinya." Kata Bang Dhia' yakin.

"Kalau begitu saya permisi kebelakang dulu. silahkan lanjutkan ngobrolnya. Permisi." Kata Ina pamit untuk menyusul Bagas yang masih saja menangis.

"Uhh anak mama masih nangis aja. Ada apa sayang. sini sini sama mama ya nak." Kata Ina sambil mengambil alih Bagas dari gendongan tante Sania. Dan ajaibnya Bagas langsung berhenti menangis.

"Percaya deh. Bagas ini emang anak kamu Na. mama berusaha ndiemin dari tadi gagal eh giliran kamu gendong langsung diem." Kata tante Sania kesal.

"Hehe mama kurang sering berarti mainnya sama Bagas. Yakan nak... oma kurang sering ya main sama Bagas." Kata Ina sambil menciumi pipi gembul Bagas. Aku tau, semenjak Ina mengenal bayi gembul itu, Ina memang sangat dekat dengan Bagas. Bahkan saking dekatnya, Ina gak pernah mau lepas dari Bagas begitupun sebaliknya.

"Mbak ini susunya Bagas. Laper deh kayaknya dia." Kata Syila sambil memberikan sebotol susu formula pada Ina.

"Makacih tante Cyila." Kata Ina dengan suara dimiripkan anak kecil.

"Sama-sama sayang." kata Syila sambil mencium pipi gemas Bagas.

"Ayah bilang, mungkin beliau akan sedikit lama di Jepang. Ada sedikit urusan kerjaan yang memang sedang ayah kerjakan bareng Om Kalla disana. Nanti kalau ayah pulang, pasti langsung dikabarin kok bang."

"Iya... thanks Ka..."

"Saya kira tadi Ina akan menolak khitbah abang, Ternyata saya salah. Semoga Ina mau benar-benar mau menerima khitbah abang nanti waktu ayah pulang."

"Ya... semoga." Kata Bang Dhia' masih terus memandangi Ina dan Syila yang masih bermain dengan Bagas.

"Ghadul Bashar bang." Kat aku menggoda Bang Dhia' yang memang sepertinya masih asyik memandangi dua perempuan tersayangku itu.

"Eh Astaghfirullah... sory sory... yuk masuk." Kata Bang Dhia' salah tingkah. Lucu juga godain orang yang sedang jatuh cinta. Tbc

The Calyx - Story Of Azka & Arsyila (Telah Terbit)Where stories live. Discover now