Jambret. Untung ada emaknya, coba kalau nggak ada, udah aku cubitin tuh pipi sampai merah.

Sesampainya di rumah, semua orang kaget melihat aku membawa bola basket.

"Widih, mentang mentang dapet nilai A-, langsung beli bola basket." Komentar Kakak.

"Oiya dong. Bagus kan?"

"Lumayan sih. Jadi, nggak beli game PS?"

"Nggak dulu deh."

Sore harinya, aku duduk di tepi trotoar bawah pohon mangga, menunggu Hesti keluar rumah. Aku hafal jadwal dia keluar main sama teman - teman dan dia tipe cewek yang tepat waktu.

Ketika Hesti keluar dari pagar rumahnya, aku langsung menghampiri dia.

"Hesti!"

"Ngapain lu datang lagi kemari?" Ketus Hesti menjawab.

"Emang nggak boleh?"

"Jawab aja, nggak usah basa basi."

Aku buru buru nyodorin bola basket buat dia. "Nih, buat kamu."

"Bola?"

"Iya, nih ambil. Bagus kan?"

Dia mengambil bola basket. "Apaan nih, sampah!" Tanpa diperiksa dulu, dia buang bola itu ke selokan.

Hatiku seketika pecah berkeping - keping. Aku berkorban buat beli bola! "Heh, kalau nggak mau, nggak usah dibuang, Monyet!"

"Gue nggak butuh barang dari cowok munafik macem lo dan gue bukan MONYET!"

Aku nggak tahu Hesti marah, sedih, atau apa. Raut wajahnya memerah. Mata basah. Bulir bulir kecil air mata tertahan dan menggenang di sana. Suara dia mulai serak ketika hidung Hesti merah.

"Gue benci lo!" Dia pergi begitu saja.

"Dasar monyet nggak menghargai pemberian orang lain!"

"Diam lo Idiot!" Kasar dia membanting pintu rumah sampai getar bumi.

"Ada apa?" tanya Debi.

Kiki dan Debi membantu aku berdiri, menepuk - nepuk kaosku yang kotor.

"Monyet kambuh," sahutku, memungut bola basket.

Debi Bertanya, "Kau kenapa ribut sama Hesti?"

"Mungkin dia sirik bro," Kiki bilang, sambil mengiringiku pulang bersama Debi.

Langkahku melambat. "Maksudmu apa?"

"Kemarin dia nanya, kamu dapat nilai berapa praktek basket?" lanjut Kiki. "Ya aku beritahu kamu dapat skor bagus, A-. Eh dia malah bilang, Desta tuh minta ajarin basket ke dia, sampai nangis nangis, sujud gitu."

Aku tersentak kaget. Bukannya udah aku bilang jangan beritahu orang lain?kenapa Hesti malah nebar cerita begini? Dasar cewek munafik.

Debi juga kaget. "Serius Desta minta ajarin basket? Dia jago main dari lahir, kok!"

"Serius." Kiki nunjuk nunjuk ke segala arah. "Tanya aja teman - teman yang lain. Katanya, Desta aslinya nggak bisa main basket. Terus sampai nyembah gitu minta diajarin. Nih, aku ada rekaman dia ngomong begitu, diberi sama teman."

Benar saja, di dalam rekaman dia ngatain aku sambil cerita hiperbola bagaimana aku meminta diajarin main bola basket.

Aku mengintip bengis ke belakang, ke arah rumah sebelah, ke kamar di lantai dua, kandang Monyet.

"Dasar Monyet, nggak bisa lihat orang sukses."

Kiki membukakan gerbang rumahku. "Terus kamu tahu nggak, dia bilang, kalau kamu tuh lemah banget. Dia nyuruh kamu buat potong habis aja tititmu, dan mulai jadi cewek, gitu."

Aku banting pagar rumah ketika Debi dan Kiki udah masuk pekarangan. Suaranya menggelegar membuat mereka kaget.

Debi nanya, "Serius dia bilang gitu?"

"Yee iyalah, ngapain aku bohong?" Kiki ngomong.

"Setahuku Hesti nggak gitu deh," kata Debi.

"Sebagai sahabatnya Desta, aku belain dia," lanjut Kiki. "Aku bilang, Desta jago basket. Mungkin kamu yang minta ajarin basket ke Desta. Buktinya dia dapat nilai A-. Eh, tambah ngamuk si Hesti. Katanya, kalau nggak ada dia Desta mana mungkin dapat nilai bagus. Desta kan lemah banget kayak cewek."

Hesti Monyet Sialan. Sekarang jelas alasan dia kasar kepadaku tadi. Dia sirik aku dapat nilai bagus. Awas kamu ya.

Akan kubuktikan, kalau aku nggak lemah. Lihat aja.

****
Guys girls, jangan lupa vote dan follow penulisnya, yaa. Makasih

Magnetic LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang