8: Pasir Putih

759 107 102
                                    

"Jika semua orang menggunakan akal pikiran yang selaras dengan hati nurani, mungkin tidak pernah ada penjara di muka bumi ini..."

~Mata Tertutup~

######

"Jadi panjang kan gara-gara kucing?" kata Rina Susanti, sambil melotot pada Alma dan Arnessa yang cuma bisa menunduk sambil berpegangan tangan.

Sementara di sofa, tampak Anggie yang terus menangis dalam pelukan Putri, ibunya. Di sudut lain, ada Yani juga yang coba membujuk Matahari untuk dapat menyerahkan Meong Kepo yang terus dibelai gadis kecil itu.

Situasi tampak jadi membingungkan. Anggie ribut ingin kucingnya kembali, namun Matahari tidak mau melepasnya. Sehingga Rina terus menerus tak berhenti memarahi kedua anaknya yang mulai ikut terisak pula.

"Itu kucing orang, kenapa malah kalian serahkan ke Matahari? Besok-besok, ada babi ngepet lewat ... kalian tampung juga di rumah, biar bisa dimasukin kardus, kasih pita terus dikadoin deh sekalian sama teman kalian yang ulang tahun!"

"Ampuun... Mamiiii..." teriak Alma dan Arnessa, sambil berpelukan.

"Kalian ini...."

"Sudah, Rin. Sudah..." potong Yani,"Namanya anak-anak kan? Mereka cuma peduli dengan Matahari, jangan dimarahi. Nanti saya bujuk Matahari untuk melepas kucingnya"

"Tapi, Yan..."

"Eh, maaf..." Putri menyela,"Biarlah kucingnya sama Matahari saja dulu. Anggie cuma rindu pengen lihat Si Chomel..."

"Meong Kepo!" Amel dan Arnessa kompak berteriak di sela isak tangis mereka, membuat Putri kaget, dan Rina tambah emosi.

"Masih saja kalian ini, ya. Kucing-kucing orang, tapi kalian sok juga mau atur-atur!" bentak Rina, sambil menyeret kedua anaknya untuk segera pergi dari rumah Matahari.

"Maaf ya, Bu. Anak-anak namanya..." Yani lalu memandang Putri dan Anggie dengan rasa bersalah.

"Tidak, apa Bu. Anggie mungkin bisa dibujuk nanti...."

"Jangan! Biar kucingnya dibawa saja. Saya akan belikan dia kucing yang baru"

"Nee (tidak)!!" tiba-tiba Matahari kencang berteriak, membuat semua orang kaget.

Lalu dengan kesal, anak itu bangkit dan tertatih membawa Meong Kepo pergi.

"Kucing Anggie.... itu kucing Anggie, Mamaaaa...." kini gantian Anggie yang histeris berteriak, membuat Putri cepat menarik anaknya untuk cepat keluar rumah itu.

"Kita nanti jemput Chomel lagi, kita pulang dulu!"

"Nggak mau... nggak mauu... Mama sih, Chomel diomelin mulu. Chomel itu kucing sensi, Ma. Maunya berak di pasir depan  taman rumah. Mama nggak boleh, kan? Mama paksa Chomel berak di baskom eek. Jadi dia tersinggung dan kabur kan? Mama egois sih..."

"Lho, kok nyalahin Mama? Bukannya kamu juga suka terganggu kalau Chomel mendadak pup di taman? Kamu bilang kan bau?"

"Iya, tapi kan jangan diomelin. Tuh, tadi Chomel aja melengos pas lihat kita. Kayaknya dia sakit hati banget"

"Ya, kucingnya aja kali yang lupa diri"

"Aaaah.... Chomeel... pulang yoook.... sekarang boleh eek di pasir deh. Bebaaaasss...... Chomeeeeel......"

"Ih, apaan sih? Ayo, cepat pulang!"

Kedua ibu dan anak itu terus saling tarik menarik sepanjang jalan, sementara Yani juga sibuk mengejar dan membujuk Matahari yang cuma membisu sambil lurus berjalan menuju kamarnya.

Mata TertutupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang