18 - |Pawangnya Ngamuk|

28.8K 4.5K 685
                                    

Bola mata Asya beberapa kali melirik jam yang menggantung di atas papan tulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bola mata Asya beberapa kali melirik jam yang menggantung di atas papan tulis. Dia merasa jika jarum jam selalu berjalan sangat lambat setiap pelajaran matematika. Asya menyesal dulu masuk IPA padahal dia lebih tertarik ke IPS.

Saat SMP Asya bercita-cita menjadi dokter, tapi saat menginjak SMA dia malah tertarik menjadi psikolog.

Bu Ratu membubarkan kelas tepat 15 menit sebelum jam istirahat karena beliau ada urusan mendadak. Itu membuat semua anak 11 IPA 5 bersorak bahagia. Lumayan dapat potongan 15 menit.

Anak-anak berhamburan keluar menuju kantin termasuk Asya dan keempat teman kampretnya. Mereka sudah siap mengisi perut mereka yang kosong akibat bertempur dengan soal matematika yang jawabannya selalu rumit berbelit-belit. Itu menurut mereka yang otaknya tidak seberapa.

“Asya!” panggil Bu Lizta membuat Asya berhenti melangkah. Dia menghampiri Bu Lizta yang sedang duduk di depan kelas 11 IPA 4.

“Kenapa, Bu?” tanya Asya sopan.

“Ibu boleh minta tolong, nggak?”

“Minta tolong apa, Bu? Minta tolong buat jadi pasangan murid ibu yang namanya Elvin? Wah, saya selalu siap kalau itu,” canda Asya dengan terkekeh.

Bu Lizta geleng-geleng kepala melihatnya.

“Nggak. Tolong taruh buku-buku ini di kelas 11 IPA 2!”

“Siap, Bu!”

Asya membawa buku-buku itu di tangannya dan berjalan menuju kelas 11 IPA 2, sedangkan teman-temannya sudah duluan ke kantin.

Karena sudah mendekati jam istirahat jadi pintu kelas 11 IPA 2 juga sudah dibuka yang memudahkan Asya untuk masuk ke dalam. Tidak ada guru, hanya ada anak kelas 11 IPA 2 yang sedang makan bekal mereka. Sama-sama IPA, tapi suasananya sangat berbeda dengan kelas Asya. Mungkin disini tidak ada manusia seperti Fazri dan Jali jadinya terlihat lebih tertib.

Setelah menaruh buku-buku titipan Bu Lizta di atas meja guru, Asya beralih menyusul Arka yang baru saja lewat di depannya. Jiwa playgirl dalam dirinya belum hilang sepenuhnya. Dia menyukai Elvin, tapi juga mengagumi Arka.

Asya mengambil duduk di samping Arka yang membuat cowok itu langsung menoleh. “Ada apa?”

“Nggak. Cuma pengin nemenin aja,” jawab Asya cengengesan.

Arka mengangguk dan lanjut membaca buku.

Asya cemberut. Kenapa dia selalu kalah dengan buku? Dengan Elvin dia dicueki demi buku, sekarang dengan Arka juga begitu. Buku selalu ada di antara mereka. Seharusnya memang Asya mencari cowok yang sama dengannya saja, tapi nyatanya dia lebih tertarik dengan cowok yang pintar apalagi yang modelannya seperti Elvin. Dulu mantannya kebanyakan bad boy, tapi untuk masa depan dia lebih memilih smart boy.

“Gue juga suka baca buku,” bohong Asya. Dia hanya tidak ingin obrolannya berakhir sampai situ saja.

“Oh, ya?” tanya Arka tidak percaya. Memang seharusnya jangan percaya karena yang namanya Asya tidak pernah betah berhadapan dengan buku. Membaca novel tipis saja dia butuh berminggu-minggu untuk menghabiskannya.

Play With Players (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang