Bayangan yang Memudar

45 2 1
                                    

Rumi adalah manusia paling sibuk di dunia. Pekerjaannya sehari-hari adalah berjualan ke sana kemari, membagikan selebaran MLM—yang bahkan tidak ada dari mereka yang tidak berakhir di tempat sampah, bahkan melakukan pekerjaan part time di toko buku.

"Silakan bergabung dengan usaha kami, dijamin keuntungan yang akan didapat bisa berkali-kali lipat. Silakan selebarannya." Rumi mengedarkan kertas-kertas yang baru saja keluar dari mesin fotokopi berwarna hitam putih yang sedikit memudar karena terlalu banyak mengalami penggandaan. Mayoritas dari setiap orang yang dia tawari selebaran akan menerima pada saat diberi. Namun ketika dia mengalihkan pandangan dari mereka, kertas-kertas fotokopi tersebut akan terlihat berserakan di lantai. Terjatuh, dibuang, dan dilemparkan sekenanya. Terkadang Rumi suka memungutnya kembali dan meluruskan pinggir-pinggirnya yang lecek, lalu mengumpat dalam hati.

Setelah menyebarkan selebaran sampai sekitar habis salat asar, Rumi langsung menstater motor bebek kesayangannya yang dulu pernah dibelikan oleh abinya saat masih SMA. Jam 4 sore sampai jam 9 malam adalah waktunya untuk bekerja di toko buku sampai tutup. Rumi suka sekali membaca buku. Mendapat tawaran untuk bekerja di toko buku adalah salah satu impian dan merupakan kebahagiaan kecilnya sedari dulu. Meskipun pada kenyataannya, impian kecil hanyalah impian kecil yang tidak dapat berbanding lurus dengan impian besar.

Rumi segera memakai baju khusus pegawai toko buku berwarna biru muda dan berjaga pada salah satu rak buku yang paling besar dan sentral di toko tersebut. Dipegangnya pinggiran-pinggiran rak besinya yang dingin karena terpapar pendingin ruangan seharian. Disentuhnya ujung-ujung buku yang kaku, bau pabrik dan plastik, dan menggiurkan untuk dibaca. Menurutnya, ada terlalu banyak buku di dunia ini sehingga tidak ada satu manusia pun yang dapat membaca semua buku yang ada di dunia sampai mati sekalipun. Terlebih, tidak semua buku dapat dibaca dengan cuma-cuma.

Buku berwarna merah tua di ujung rak itulah salah satunya. Sudah lama sekali dia selalu menyentuh ujung-ujungnya yang kaku, mengintip warna kertasnya yang kecokelatan, membayangkan kedua tangannya melepas plastik pengamannya, serta membayangkan bau kertas cokelat yang wangi dan membuat tenang seluruh malamnya. Namun dia selalu menyingkirkan bayangan mengenai buku tersebut ketika tersadar akan harga yang harus dia bayar untuk memiliki buku tersebut. Tidak mahal untuk beberapa orang, namun baginya, itu setara dengan uang makannya selama seminggu. Yang mana bisa saja dia puasa dan tidak makan selama seminggu demi memiliki buku merah tua tersebut namun itu sama sekali bukan pertukaran yang masuk akal.

Kebiasaannya setelah menghabiskan seluruh harinya menjadi seseorang yang berguna adalah pulang ke rumahnya yang berada di gang sempit yang hanya dapat dilewati oleh satu motor dalam satu waktu. Sampai rumah biasanya sudah jam 10 malam dan rasanya sangat melelahkan untuk melakukan apa pun kecuali cuci muka dan langsung tidur. Namun Rumi mencium sesuatu yang tidak biasa ketika memarkirkan motornya di teras rumah. Asap terlihat sedikit mengepul melalui celah-celah rumah, disinari lampu kuning dari teras. Dengan tergesa, Rumi segera mengunci motornya dan membuka pintu rumahnya.

"Mak!" teriaknya dengan suara parau sambil berlari ke arah dapur. Benar apa yang dibayangkannya, ibunya memasak sesuatu sampai gosong dan menyebabkan asap mengepul dan menimbulkan bau gosong dan apek.

"Mak nggak papa?" dimatikannya kompor dengan segera sambil menengok wajan gosong yang di dalamnya berisi dua ekor ikan yang sudah gosong pula.

"Mak kan sudah Rumi bilang nggak usah dekat-dekat dengan kompor. Bahaya!" dipindahkannya wajan gosong tersebut ke tempat cucian piring sambil mengecek sekitar dapur kalau-kalau ada yang lupus darinya.

Setelah memastikan semuanya aman, Rumi memandangi ibunya yang ketakutan dan terlihat pasrah. Wajahnya sedih dan kakinya bergerak-gerak kikuk di kursi roda. Melihat ibunya yang merasa bersalah, Rumi memelas. Dia berjongkok di hadapan ibunya sambil mencium kening dan juga tangannya.

Melodi Aksara Pada Bumi ManusiaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora