12. Contradiction

20.1K 3.1K 1.2K
                                    

DK

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

DK

Perjalanan ke RSPAD malam itu diikuti oleh para wartawan yang terus mengikuti kami semua. Saya menaiki ambulans untuk menemani Navia bersama dengan Deva dan Mahesa, sementara Bara berangkat dengan sisa anggota Paspampres yang masih terus mengamankan kami berdua. Begitu tiba, Navia langsung dibawa kedalam untuk selanjutnya melakukan pemeriksaan lanjutan. Sementara saya masih menunggu kedatangan Jana— Ajudan Navia yang diberi instruksi untuk membawakan baju ganti bagi Navia.

Kata dokter purnawirawan TNI yang menangani Navia, lukanya sudah bersih dan tidak ada lagi sisa serpihan granat di kaki dan tubuhnya. Dia bilang Navia beruntung karena peka dan cepat tanggap ketika mendapatkan serangan. Pasalnya, jika saya dan Navia ada dalam posisi satu meter mundur dari tempat kami menjatuhkan diri, Navia dan Saya bisa saja mengalami luka bakar karena semburan api dari granat. Kita masih belum tahu detailnya seperti apa, tapi kata dokter berusia akhir lima puluhan itu, pasti granat tersebut memiliki daya ledak rendah atau bisa saja merupakan granat rakitan.

Ketika dipindahkan ke ruang rawat super VIP, Navia harus menggunakan kursi roda lagi karena dia tidak mau dibawa naik menggunakan blankar. Kali ini saya tidak membiarkan satu orang pun menyentuh Navia. Meski bobot tubuhnya lumayan berat, saya mengangkat sendiri perempuan itu karena tidak ingin kejadian seperti tadi terulang kembali. Kemungkinan besar Navia akan dirawat selama beberapa hari disini, setidaknya itu lebih baik daripada melihat dia terus menempel pada saya yang saat ini tengah menjadi incaran utama Alex Darmawan Surya.

Keesokan harinya, saya meninggalkan Navia bersama ajudannya karena harus membuat laporan ke Mabes Polri. Membutuhkan waktu yang lama sekali karena bukti yang saya punya benar-benar banyak dan langsung diproses saat itu juga. Saya ditemani oleh Mahesa, sementara Deva saya suruh menunggu di Rumah Sakit dan memastikan Navia tidak pergi kemana-mana. Apalagi setelah ini saya masih harus menemui seseorang dan tidak yakin bisa kembali dengan cepat.

Untuk yang ini, saya harus memohon dengan sangat kepada Mahesa supaya saya bisa lepas dari pengawasan. Saat itu saya meminta bantuan Nasution yang langsung menjemput di depan Mabes Polri. Saya bilang kami berdua memiliki rapat tertutup bersama beberapa petinggi kepolisian dan komandan tim anti-teror, padahal saat itu saya dibawa pergi ke rumah Parka untuk mempersiapkan beberapa perlengkapan yang akan dibutuhkan.

Seperti biasa, desain dari ruang kerja tim investigasi khusus yang saya bentuk ini sama sekali tak berubah. Ada beberapa komputer yang berderet rapi, satu meja panjang yang ditempati oleh kertas-kertas berserakan, papan tulis transparan, dan koper-koper besar berisikan peralatan super canggih. Seharusnya kalian tidak lupa soal ini, saya memiliki sebuah perusahaan teknologi di daerah BSD yang memproduksi alat-alat canggih dan juga modern. Saya tidak bisa menjelaskan apa saja alat itu, namun selama ini perusahaan saya selalu mendapatkan pesanan dari Agen Intelijen Khusus sekelas MI6 atau Secret Intelligence Service Inggris.

"Ini alat perekam micro yang baru diambil tadi, lepas cincin nikah lo dan pake ini." Perintah Arda yang ternyata ada di kantor investigasi. Dia menyerahkan sebuah cincin yang hampir persis dengan cincin nikah saya, tanpa berpikir panjang saya langsung menukarnya hingga benda itu telah terpasang di jari saya.

RI 1Where stories live. Discover now