Chapter 17

21.5K 2.9K 179
                                    

DALILA

            Meski bukan anak nakal yang biasanya jalan bersama gengnya keluyuran, tawuran, main kartu, atau apalah itu yang biasa ada di sinetron. Tapi ternyata anak baik-baik yang suka main basket juga bisa biru-biru. Saat bermain tadi aku memang memperhatikan Merdeka. Dengan jelas kulihat saat si badan besar itu menyikut perut Merdeka—kasar sekali. Aku yang notabene hanya penonton rasanya ingin mengomel-ngomel pada si badan besar itu. Tapi Merdeka menangani dengan kalem sekali, padahal aku menunggu Merdeka mengajak berantem atau apa gitu pada si badan besar. Sampai saatnya Merdeka akan melakukan shoot, aku sadar raut wajahnya berubah. Pikirku pasti ada yang salah dengannya. Benar saja, saat dia istirahat untung saja kubuka bajunya.

            Dulu pahaku pernah tidak sengaja nabrak ujung meja, rasanya sangat sakit. Awalnya aku biarkan saja walaupun sangat sakit, tapi saat tiba di rumah ternyata sudah biru—biru sekali dan lama sembuhnya.

            "Makasih," kata pria itu. Dia berkata pada Panji tetapi malah menatap ke arahku.

            "Sama-sama," jawab Panji. Bersamaan dengan itu Merdeka tertawa. Aku tidak tahu kenapa dia tertawa tetapi aku juga ikutan tertawa. Aku pikir dia memang berterima kasih padaku. Mungkin.

            Aku kembali menonton pertandingan dengan serius. Merdeka dijaga ketat, hal itu membuatku ingin merasa kasihan padanya yang lagi sakit tapi tidak jadi karena Merdeka terlihat keren. Karena Merdeka tidak menunjukkan keagresifannya tim lawan malah berganti sibuk pada Bara. Nah di saat mereka lengah, Merdeka melakukan tembakan jarak jauh. Lumayan menambah banyak angka.

"Hebat," kata Michiko yang sudah duduk di sampingku—tadi dia sempat menghilang entah pergi kemana. "Tapi lebih hebat lagi kalau Bara yang nge-shoot," lanjutnya tidak berpindah ke lain hati.

Selama sisa permainan telingaku di penuhi oleh sorak-sorak dukungan untuk tim basket sekolah kami dan khusus telinga kananku adalah sorakan untuk Bara dari Michiko. Hingga akhirnya pertandingan berakhir. Tepuk tangan Michiko yang paling meriah—katanya untuk kemenangan tim basket sekolah kami.

            "Selamat. Tadi kamu lumayan keren," pujiku pada Bara yang menghampiri kami. Bara memberi kode padaku atas kehadiran Michiko.

            "Selamat yaaa," kata Michiko malu-malu.

            "Oh ... I—Iya," Bara berubah kikuk.

            Aku akan pulang dengan Bara. Michiko sudah pamit pulang duluan, begitu juga Rusli yang tadi datang bersamaku. Foto-foto yang dibidik Rusli tadi bagus-bagus, angle-nya pas, aku sukaaaaaaaaaaa. Aku juga sempat minta untuk difoto—akan kujadikan foto profil.

            "Aku tunggu di sini ya," kataku pada Bara. Dia berganti pakaian dan berkumpul sebentar dengan tim basket di ruangan mereka. Aku tidak mau ikut, pasti mereka buka baju di sana.

            Aku duduk di halaman depan, dekat gerbang. Pak Pardi juga masih berjaga. Sambil menunggu Bara aku membaca komik di sebuah platform. Inilah salah satu penyebab pulsaku habis, aku membeli koin untuk baca komik yang berbayar. Meski begitu aku puas karena telah menghilangkan kebosanan dengan melihat tokoh pria yang digambar sangat tampan meskipun karakternya sebagai bad boy sekolah. Ouhhhh! Orang ganteng mah bebas mau diapain saja tetap bikin meleleh.

            Aku terhanyut dalam komik yang kubaca. Jadi ceritanya si perempuan ingin pulang sekolah, tetapi si tampan preman sekolah itu mencegatnya. Bahkan menghalangi jalannya dengan kaki. Si tampan preman sekolah itu bertanya, "mau kemana?". Si perempuan gemetaran, dia berkata mau pulang lalu bergegas kabur. Tetapi si tampan preman sekolah segera menahannya. Awwww! Adegan favorit yang membuatku histeris. Si tampan preman sekolah menarik paksa perempuan itu naik ke motor—membawa perempuan itu entah ke mana. Pertanyaan "kita mau kemana?" dari perempuan itu diabaikan. Motor melaju cepat membelah jalanan hingga akhirnya berhenti di depan sebuah gedung teater. Si tampan preman sekolah turun dari motor kemudian berdiri di depan perempuan itu. Kyaaaaaaaaa! Si tampan preman sekolah membukakan helm perempuan itu kemudian bertanya, "kamu mau nonton apa?"

Sekali Merdeka Tetap MerdekaWhere stories live. Discover now