Chapter 15

23.4K 2.8K 203
                                    

DALILA

Aku tidak tahu siapa yang lebih di antara aku dan Merdeka. Yang jelas aku mempertanyakan kegugupannya. Aku semakin yakin dia gugup duduk di sampingku karena dia suka padaku. Kalau bukan itu? mungkin saja dia kesambet setan penghuni bioskop ini. Semakin kupikirkan semakin pipiku nge-blush.

"Beberapa hari ini kamu ngehindari aku. Kenapa?"

Mau jawaban jujur? Karena kamu buat aku nggak nyaman. Jelas-jelas kamu ngasih aku kode, jadinya aku malu. Kalau liatin kamu lama-lama bawaannya aku jadi pengen bilang 'wahhhhh'. Aku bisa berubah jadi cendol kering kalau setiap hari ketemu kamu!

"Karena kamu naksir aku." Yaampunnnnnnnnnn! Mulutku keceplosan. Pasti dia bakalan mikir aku ini sangat narsis.

"Tahu dari mana?" tanyanya dengan tenang.

"Nebak doang," jawabku asal.

"Oh."

Cuma 'Oh' katanya?!

Akhirnya Bara datang juga. Padahal tadi katanya hanya pergi pipis, tapi pipisnya lama sekali—mungkin mengeluarkan 4,5 liter yang setara dengan satu galon air minum. Tapi aku tidak jadi marah karena berkat kehadiran Bara, aku dan Merdeka sama-sama hening. Namun yang menjengkelkan Merdeka tidak mau kembali ke tempatnya, sehingga dia tetap duduk di sampingku.

Sampai akhirnya kami nongkrong di kafe, aku makan kue dan minum thai tea, sementara mereka memilih makanan yang lain. Di saat Bara dan Merdeka membicara game, aku bengong. Di saat Bara dan aku membicarakan abangnya Bara, Merdeka ikut nyambung. Sementara aku dan Merdeka sama sekali tidak berbicara. Bahkan saat kami pulang.

Merdeka baru saja turun dari mobil setelah kami mengantarnya pulang. Aku hanya tersenyum singkat setelah itu mobil Bara kembali melaju. Akhirnya dia pergi juga.

"Ngapain aja sama Merdeka?" tanya Bara sembari terkekeh. Aku tahu dia sedang menggodaku.

"Garing banget tau nggak? Merdeka sampe pindah tempat duduk ngajak aku bicara. Ini jantung mau copot waktu dia nanya kalau aku sengaja ngehindari dia," curhatku. Bara tidak membantu sama sekali, dia hanya tertawa dan tertawa. Terlihat sangat puas.

"Kamu juga jadi perempuan peka dikit. Dia udah ngasih kamu kode, tapi kamunya malah kabur. Kasian dia, kayak game over duluan sebelum tekan tombol start," kata Bara menasehatiku. Aku juga maunya diam di tempat menghadapi Merdeka. Tapi tidak bisa karena kakiku bergerak cepat untuk kabur entah ke mana. Gimana dong? masa kakiku perlu diikat.

Akhirnya kami tiba. Mobil Bara terparkir sempurna di garasinya. Aku turun dari mobil sebelum dikunci dari luar olehnya. Sebelum balik ke rumah, Bara menahanku sebentar.

"Kasian, kamu kayak pengen nangis karna nggak bisa beli ini."

OMG! Dia terbaik di antara yang terbaik. Kalau disuruh pilih mengadopsi seorang kakak, aku akan mengadopsi Bara. Aku menerima hadiah darinya yaitu sas merah yang kuinginkan. Ternyata waktu menghilang lama dia sengaja pergi membelikan ini untukku kemudian menyembunyikannya di mobil. So sweet.

"Aku sayang kamu pake banget," kataku berusaha untuk tulus.

"Jangan jatuh cinta sama aku," katanya penuh penekanan. Aku terkekeh geli karena kenarsisannya. Tanpa diperingatkan pun aku tidak akan suka padanya karena aku suka yang punya jiwa tenang. Satu-satunya yang mendekati tipeku ini adalah teman sebangkunya. Tapi orangnya krik krik banget.

"Dipakai buat second date kalian, ya."

Kalian? Aku dan Merdeka. Berarti yang tadi dihitung sebagai first date dong. Baru saja aku mau buka suara, tetapi Bara kembali berkata.

Sekali Merdeka Tetap MerdekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang