Empat Puluh Lima

22K 1.5K 11
                                    

Awan mendung tengah menyelimuti langit dengan rintik-rintik gerimis yang membasahi pepohonan juga membasahi kepala-kepala mereka yang menunduk. Seolah tengah melingkupi duka yang tengah mereka rasakan. Mereka yang berada di sana, kompak mengenakan gamis hitam dan selendang hitam yang menutupi rambut mereka. Menatap satu gundukan tanah basah dan di atasnya telah bertabur bunga yang menjadi fokus mereka sejak tadi.

Satu-persatu para pelayat mulai berpamitan untuk pulang, setelah jenazah selesai didoakan. Begitu juga dengan kakak-kakak beserta suami-suami kakak Iskandar mulai undur diri dari sana bersama beberapa anak-anak mereka. Hanya menyisakan keluarga inti yang masih bertahan di sana.

Iskandar mulai ikut beranjak dari sana. Membawa Kaianna yang tertidur dalam gendongannya. Sementara Cinta berjalan di samping ayahnya dan Alan yang memegangi gagang payung hitam besar yang menaungi mereka berempat. Melangkah bersama menuju mobil Iskandar yang terparkir rapih di pinggir jalan di depan dinding pembatas pemakaman.

Yanti mendekat dan berjongkok di samping Kinanti yang bersimpuh di depan makam itu. Wanita itu hanya diam membisu seolah nyawanya ikut pergi bersama jenazah yang baru saja mereka kuburkan. Menyisakan raga yang seperti ke hilangan nyawa.

"Kinanti, ayok kita pulang." Bujuknya. Namun Kinanti tetap bergeming menatap nama di papan nisan yang tertera di sana. Lengkap dengan tanggal kelahiran beserta tanggal kematiannya.

Yanti mendongak menatap Gilang. Melihat pria itu mengangguk pelan, Yanti segera berdiri dan membiarkan Gilang menggantikan posisinya. Berjongkok di samping Kinanti yang hanya diam membisu menatap nama itu.

"Sayang, kita pulang, ya?" Bujuknya lembut seraya menggenggam sebelah pergelangan tangan Kinanti.

Beberapa detik terlewatkan dengan desau angin yang berhembus menerbangkan dedaunan juga gerimis yang membuat mereka bergidik kedinginan. Kinanti masih terpaku menatap nama Ambar di sana. Ibu kandung yang baru sekali ia temui, tetapi kini memilih pergi selamanya dari dunia ini. Meninggalkannya lagi untuk yang kedua kali, bersama hati yang kembali patah beserta harapan yang musnah. Membuat jiwanya kembali gamang menjalani hidup ini.

"Kau bilang, Ibuku mencintaiku?" Lirihnya pada Gilang dengan air mata yang kembali meluruh membasahi pipi. "Tapi kenapa dia pergi meninggalkanku lagi?"

Kepura-puraan Ambar yang tidak waras sudah di ketahui oleh Darsih, Nami dan Iskandar. Bahkan mereka bertiga sudah mengunjungi Ambar untuk membujuknya pulang ke rumah mereka. Tapi lagi-lagi Ambar menolak. Hanya menyampaikan kalimat cintanya untuk Kinanti dan memohon membiarkannya tetap di sana.

"Tidak ada yang tahu usia kita sampai kapan. Hanya Allah-lah yang maha mengetahui hidup dan mati kita. Kita yang di tinggalkan harus selalu tabah dan ikhlas." Bisiknya.

Kabar kematian Ambar benar-benar membuat siapapun terkejut. Pasalnya, wanita itu terlihat baik-baik saja. Terlihat tidak menderita penyakit apapun.

Ambar di temukan meninggal dalam kondisi tertidur di atas brankarnya di sore hari saat seorang petugas kebersihan wanita akan membersihkan ruangannya. Petugas itu merupakan orang yang ramah dan sering berbicara dengan Ambar. Sore itu, ia menaruh curiga pada tubuh Ambar yang hanya diam saat petugas itu memanggilnya.

Dari cctv, terlihat hanya beberapa menit petugas itu masuk ke dalam ruangan Ambar sebelum keluar dengan berlari pontang-panting menuju ke meja perawat yang tengah berjaga di meja tugas di bagian depan. Melaporkan apa yang ia lihat, lalu petugas kebersihan wanita itu kembali bersama dengan beberapa perawat yang ikut ke ruangan Ambar.

Setelah di bawa ke rumah sakit, dokter mendiagnosa kalau Ambar meninggal dalam tidurnya karena terkena Sudden cardiac arrest yang di kenal dengan istilah henti jantung. Hal ini di picu oleh kelainan dan disfungsi pada sinyal elektrik yang mengatur detak jantung hingga menyebabkan jantung berhenti secara tiba-tiba. Faktor risiko henti jantung merupakan diabetes, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, serta faktor genetik.

KINANTIWhere stories live. Discover now