Delapanbelas

16.1K 1.2K 6
                                    

Pria itu hanya diam. Menatap dinding kaca yang berada di samping kirinya di terpa air hujan yang turun cukup deras dari atas langit.

Malam ini langit terlihat merah, mungkin hujan belum akan berhenti sebelum langit puas menumpahkan semua airnya.

Dan sepertinya lelaki itu juga masih belum puas memandangi curah hujan yang terhempas dan menampar dinding kaca yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya.

Suara kursi yang di tarik dan di geser untuk agar bersandar pada dinding kaca mengalihkan tatapannya. Adit sudah duduk di hadapannya dengan bersandar. "Kenapa? Kelihatannya tiga hari ini kau galau terus?"

Pria itu tersenyum kecil. Mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya lalu memperbaiki cara duduknya dengan posisi menegap.

Malam ini suasana kafe yang ia dirikan sejak setahun lalu terlihat tidak terlalu ramai, mungkin karena sedang turun hujan deras. Serta alunan musik yang rendah tak mengganggu pendengaran para pengunjung.

"Namanya Kinanti."

"Apa?" Adit menoleh dan bertanya saat seperti mendengar sabahatnya itu membuka suara tapi tak bisa ia dengar dengan jelas. Adit pikir sahabatnya itu sedang bergumam.

Ada jeda sebentar setelah pelayan baru saja pergi, setelah mengantar minuman dan makanan yang mereka pesan.

"Gadis itu, namanya Kinanti." Ulangnya.

Adit menoleh dengan dahi yang mengernyit bingung. "Kinanti? Siapa?" Seolah memahami ucapan sahabatnya yang tidak jelas serta kegalauan sahabatnya itu selama tiga hari belakangan ini, Adit menyimpulkan satu hal, "Kau menyukai seorang gadis bernama Kinanti? Dan siapa itu Kinanti?"

"Sepupu jauhnya Gilang." Yugo menjelaskan.

Adit mengangguk paham. "Bagus dong! Kau sudah bersahabat lama dengan Gilang, sebelum aku. Tentu tidak ada halangannya kalau kau menyukai salah satu sepupu Gilang."

Yugo hanya diam menatap Adit yang sibuk mengaduk kopi lalu meneguknya. Pria itu menggeleng pelan dan menghela napas frustasi. "Masalahnya, Kinanti masih empat belas tahun,"

Seketika Adit terbatuk dan menyemburkan kopi itu. Menoleh cepat menatap tak parcaya pada Yugo yang sedang mengernyit jijik melihat lantai dan tepian meja yang kotor karena terkena semburan kopi Adit. Untung saja semburan itu tidak mengenai makanan mereka.

Lantas kepala pria itu menoleh ke pada para pengunjung lain. Jika saja para pengunjung itu melihat dan merasa jijik lalu meninggalkan kafenya dengan begitu saja, Yugo akan meminta ganti rugi dengan harga yang lebih mahal pada sahabatnya itu.

Adit tak menyangka sahabatnya yang terkenal dengan sifat playboy yang terlalu mudah bergonta-ganti pacar itu juga memiliki nafsu pada gadis di bawah umur. Pria itu menyela ucapan sahabatnya setelah mengusap bibirnya dengan tisu, "Aku gak per.."

"Dan dia sedang hamil." Tukas Yugo memotong kalimat Adit. Membuat sahabatnya itu semakin melotot tidak menduga mendengar kalimat terakhir Yugo.

"Empat belas tahun dan dia sedang hamil?" Adit memijat sebelah pelipisnya. Menatap Yugo dengan serius. "Kau tahu dari mana gadis itu sedang hamil?"

"Aku melihatnya sendiri." Tiga hari yang lalu, saat ia berkunjung ke rumah Gilang, satpam mengatakan Gilang belum pulang sejak pergi semalaman. Di dalam rumah hanya ada Kinanti dan seorang pembantu.

Mendengar nama Kinanti, membuat perasaan Yugo membuncah dan ia merasa sangat ingin melihat seraut wajah cantik Kinanti yang baginya sangat imut. Saat itu juga ia memilih berkunjung walaupun tahu sahabatnya sedang tidak ada di rumah. Toh, niatnya berkunjung ke rumah Gilang hanya sebagai alibi untuk melihat Kinanti.

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang