Empat Puluh Dua

25.1K 1.8K 12
                                    

WARNING!! 🔞🔥
Di bawah usia 18 tahun, mohon untuk tidak membaca bab ini. Jika memaksa, aku harap kalian tidak mengambil contoh dari yang seharusnya tidak boleh kalian lakukan jika kalian tidak memiliki pasangan yang sah di mata Agama dan Negara.

* * *

"Kinanti..."

"Hm?"

"Apa aku sudah berbuat kesalahan padamu?"

Kinanti hanya diam. Menatap lurus pada Kaianna yang tertidur lelap di dalam boksnya dengan kelambu pink yang melindungi boks itu.

Sudah berhari-hari berlalu saat kejadian Citra yang memergoki Gilang tengah menciumnya. Namun rasa malu dan juga rasa panas di wajahnya tidak mau hilang saat menatap Citra. Terlebih kakak iparnya itu sering kali menatapnya dengan tatapan jahil. Membuatnya tidak tahan berlama-lama berada di sekitar Citra yang selalu tersenyum aneh padanya. Ia selalu ingin melarikan diri atau berusaha mencari kesibukan sendiri agar tidak menatap Citra.

Hal itu tidak hanya Kinanti lakukan pada Citra yang selalu usil padanya. Gilang juga terkena 'getahnya'. Pria itu merasa kalau akhir-akhir ini Kinanti menjaga jarak dengannya.

Bukan menjauh seperti dulu. Hanya menjaga jarak. Karena setiap harinya wanita itu selalu melayaninya dengan baik. Seperti menyediakan sarapan untuknya. Pakaian selalu tersedia dengan rapih. Baik pakaian kerja saat pagi hari dan pakaian santai saat sore hari. Tidak menolak saat Gilang mencium dahinya. Namun mata bermanik biru indah itu tak mau membalas tatapan matanya.

"Tidak."

"Lalu, kenapa aku merasa kau marah padaku dan juga menjauhiku." Gilang menatap punggung mungil yang berbalut piyama daster dengan gambar karakter boneka Hello Kitty. Istrinya itu masih diam sejenak sebelum kembali menjawab,

"Tidak."

"Boleh aku memelukmu?" Gilang bisa melihat pundak istrinya menegang sebentar. Sebelum kepala berambut pirang itu mengangguk pelan. Sarat akan keraguan.

Dengan perlahan Gilang menyingkirkan dua guling yang selalu membatasi mereka setiap malam. Meletakkan dua benda itu ke pinggir ranjang di sisi bagiannya. Lalu ia mendekat. Mengangkat sedikit kepala Kinanti, untuk menyusupkan sebelah tangannya di lekukan leher jenjang itu. Dan sebelah lagi melingkari pinggang ramping istrinya.

"Aku rindu sekali padamu." Aku Gilang jujur seraya membenamkan wajahnya di rambut Kinanti dan menghirup aroma manis dari sana.

Betapa rindunya ia pada tubuh istrinya yang selalu pas dalam dekapannya. Walau setiap hari ia di beri kesempatan untuk mencium dahi Kinanti. Namun gadis itu tetap menolak pelukannya dengan alasan-alasan yang Kinanti buat.

Diam-diam Kinanti menghela napas panjang dan mulai merilekskan punggungnya yang sejak tadi menegang kaku. Senyum kecil terbit di bibirnya mendengar kalimat Gilang.

"Kita bertemu setiap hari."

"Tapi kau selalu menolak pelukanku." Gilang mendongak. Meletakkan dagunya di puncak kepala Kinanti. Pandangan mereka sama-sama tertuju pada Kaianna yang tertidur lelap.

"Aku malu.." bisiknya lirih. Wajahnya memanas mengingat saat Citra memergoki mereka yang tengah berciuman.

Gilang tersenyum. "Karena Kak Citra?" Kinanti mengangguk pelan. "Kita suami istri. Wajar saja jika kita berciuman. Bahkan melakukan hal yang jauh lebih menyenangkan bersama."

"Bang Gilang, iih.." Kinanti mencubit kecil tangan Gilang yang berada di perutnya. Ia yakin wajahnya pasti sudah memerah seperti kepiting rebus.

Gilang tergelak kecil sebelum menarik Kinanti agar menghadap padanya. Mencium dahi istrinya dengan sayang.

KINANTIWhere stories live. Discover now