Tiga puluh Delapan

23.8K 1.8K 16
                                    

Gilang tersentak dari tidur lelapnya saat suara tangis bayi memasuki indra pendengarannya. Pria itu pikir ia tengah bermimpi. Namun saat pandangannya semakin fokus dan tangisan itu tak kunjung berhenti. Gilang sadar bahwa Kinanti masih tertidur lelap di hadapannya. Masih memunggunginya yang meringkuk menyamping menghadap Kinanti yang selalu membelakanginya. Sementara puterinya menangis di dalam boksnya.

Dengan segera ia beranjak dari ranjang. Mengitari kasur dengan Kinanti yang terlihat masih terlelap, menuju boks puterinya yang tak jauh dari hadapan Kinanti.

"Hai, sayang? Kenapa?" Dengan hati-hati ia mengangkat puterinya dari sana. Meletakkannya ke kasur bayi yang di lapisi taplak untuk tempat mengganti pakaiannya di atas lemari kecil Kaianna yang ada di samping boksnya.

Dengan cekatan ia membuka kain bedong dan memeriksa popoknya. Menemukan penyebab kenapa puterinya terbangun dan menangis kencang di jam dua dini hari seperti ini, Gilang segera membuka popok Kaianna yang basah dan membersihkan bokong mungil bayinya dengan tisu basah. Memakaikan popok dan baju tidur model kaki dan tangan panjang yang menutupi telapak kaki dan tangannya.

Ia tidak pandai memakaikan kain bedong. Jadi pilihannya jatuh pada baju tidur mungil berwarna merah itu.

Namun sepertinya tangis itu tidak mau berhenti. Ia sudah menimang puterinya berusaha menenangkan. Agar Kinanti tidak perlu terbangun. Ia tahu wanita itu pasti sangat lelah. Karena menyambut tamu-tamu mereka yang masih berdatangan sampai pukul sembilan malam. Bahkan Kinanti membantu Sofi dan Lily yang tengah mencuci piring yang kotor di wastafel. Walau sudah di larang ibu dan kakak-kakaknya juga kedua kakak sepupunya. Nyatanya Kinanti tetap berkeras membantu sampai jam menunjuk pukul setengah dua belas malam.

Gilang mendekat. Mengulurkan sebelah tangannya untuk menguncang pelan bahu Kinanti. Karena tahu bahwa puterinya tidak akan berhenti menangis jika belum mendapatkan apa yang ia mau.

"Kinanti... Kinanti..." Panggilnya lembut.

Wanita itu tersentak dan segera terduduk dari tidurnya. Kinanti terlihat terkejut dengan memegang dadanya tepat di mana jantungnya yang bertalu cepat. Terkejut melihat Gilang berdiri di sampingnya dengan menggendong puterinya yang masih menangis.

Cepat-cepat ia mengusap wajahnya dan merapikan rambutnya. Lalu turun dari ranjang menuju ke lemari popok Kaianna.

"Aku sudah mengganti popoknya. Mungkin tadi Kaianna tidak nyaman karena popoknya basah." Jelasnya melihat Kinanti yang terburu-buru mengambil popok dan kain bedong dari lemari.

"Oh?" Kinanti berbalik menatap Gilang dan Kaianna bergantian. Gilang semakin merasa bersalah saat melihat raut Kinanti yang terlihat bingung.

"Sepertinya sekarang dia haus." Ujarnya tersenyum. Kinanti mengangguk. Kembali menyimpan popok dan kain bedong di tangannya ke dalam lemari. Dan melangkah kembali ke ranjang.

Gilang menyerahkan puterinya setelah Kinanti duduk di tepi ranjang. Dengan perlahan ia beranjak pergi dan kembali ke ranjang bagiannya. Sisi sebelah kiri.

Menarik selimut sampai ke perutnya. Gilang meringkuk miring menghadap Kinanti yang membelakanginya. Tengah menyusui Kaianna.

"Apa Kaianna sering terbangun karena lapar di larut malam seperti ini?" Gilang membuka suara setelah beberapa menit terlewatkan dengan keadaan hening dan hanya menyaksikan sebelah bahu mulus Kinanti yang menggiurkan mata dan membuat gusi mulutnya gatal ingin menggigit bagian mulus itu.

"Cukup sering."

Tak lama, Gilang segera berpaling. Kembali terlentang menatap langit-langit kamarnya yang putih cerah. Ia tidak lagi berani memperhatikan tubuh Kinanti yang semakin menggiurkan. Atau ia akan berakhir memalukan dengan melarikan diri ke kamar mandi untuk berfantasi.

KINANTIWhere stories live. Discover now