Dua

26.6K 1.8K 14
                                    

Gadis muda itu segera mendekati Gilang saat melihat tubuh pria itu terhuyung ke depan, takut jika pria itu akan jatuh dan pingsan di depan rumahnya. Hal itu akan membuatnya kewalahan dan bisa juga menjadi pertanyaan para warga di ke esokan paginya. Dengan takut-takut, Kinanti mengambil tangan kanan Gilang untuk ia lingkarkan disepanjang pundaknya.

Selama ini ia dan Gilang tak pernah bertegur sapa bahkan tak pernah sekalipun bersinggungan. Kinanti sadar, pria itu membencinya entah untuk alasan apa. Yang Kinanti pikir, pria itu tak suka berdekatan dengannya karena ia merupakan cucu dari seorang pembantu yang miskin. Kinanti tak masalah, ia juga tidak nyaman jika berdekatan dengan orang yang tak menyukainya.

Bersusah payah Kinanti memapah tubuh Gilang yang jauh lebih besar dan tinggi darinya. Mendudukkan Gilang di sofa rotan di ruang tamu. Ia segera kembali ke pintu untuk menutup dengan rapat dan menguncinya. Udara malam dan hujan terasa sangat dingin menusuk kulit. Tidak mungkin ia membiarkan pintu tetap terbuka dan membuat Gilang semakin kedinginan. Bergegas Kinanti ke kamar, mencari handuk bersih yang tersimpan di lemari dan memberikannya pada Gilang.

"Keringkan dulu rambutnya, Nanti Bang Gilang bisa sakit." Ujarnya saat Gilang hanya menatap kosong pada handuk yang Kinanti ulurkan di hadapan wajah lelaki itu.

Kinanti mengerutkan dahinya saat mendengar gumaman Gilang yang tak jelas tertangkap dipendengarannya. "Ha?"

Gilang mendongak menatap Kinanti yang berdiri beberapa langkah didepannya. Seolah menjaga jarak dan terkesan takut padanya.

Gilang tersenyum, menunduk dan menggeleng pelan sambil menekan-nekan pelipisnya dengan jemarinya.

Melihat itu, Kinanti segera bergegas ke dapur. Mengambil termos yang tersimpan di atas meja makan. Membuka penutup dan menuang isinya ke gelas kosong sampai terisi setangah. Sebelum Kinanti beranjak ke dispenser yang terletak tak jauh dari lemari makan, ia tak lupa kembali menutup penutup termos. Menambahkan air dingin pada gelas yang telah terisi setengah gelas air panas. Dan bergegas kembali di mana Gilang berada.

"Minum ini dulu. Kepala Abang sakit, kan?" Kinanti menyerahkan gelas yang sudah berisi air hangat. Dan di sambut pria itu dengan baik.

Beberapa tegukan, pria itu kembali menyerahkan gelas itu pada Kinanti dan segera ia simpan di atas meja.

Kinanti mengambil handuk dari tangan Gilang yang hanya di peluk oleh pria itu. Membuka lipatan handuk, mengembangkannya dan mendekat pada Gilang dengan perlahan. Meletakkan handuk biru itu di atas kepala Gilang dan mulai mengusap-ngusapkannya dengan lembut.

Awalnya Kinanti ragu untuk melakukan hal itu. Namun saat merasakan tak ada penolakan dari Gilang, ia terus mengusap rambut basah pria itu sampai sedikit lembab.

Tiba-tiba saja Kinanti dikejutkan dengan gerakan Gilang yang secepat kilat memeluk pinggangnya. Menenggelamkan wajahnya pada lekukan leher mungil Kinanti yang secara sepontan langsung menggerakkan tubuhnya tidak nyaman dan berusaha melepaskan diri.

"Jangan pergi.."

"Bang Gilang, lepas!" Kinanti berseru terkejut. Memberontak pada pelukan Gilang yang semakin mengerat.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi."

"Bang Gilang, sadar. Ini aku, Kinanti." Gadis itu mendorong ke dua bahu Gilang dengan ke dua tangan mungilnya.

Pria itu sedikit menjauhkan wajahnya untuk menatap wajah gadis yang ada dipelukannya. Ia merasakan pandangannya berputar. Dan wajah gadis itu tidak jelas di penglihatannya.

Kinanti yang merasakan pelukan Gilang sedikit mengendur, dengan segara menyentak bahu lebar pria itu dan memundurkan tubuhnya dari jangkauan Gilang.

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang