Part 23. Oren dan Hidupnya

25.8K 2.8K 246
                                    

Yuhuuu...

Oren datang.

Udah usahain sore, tetap aja gabisa kwkwkw

Semoga suka :(

Nikmatin alurnya :)

.

.

.


Oren mendorong kursi roda mamanya menuju taman belakang rumah sakit. Dia menyapa beberapa perawat yang berpapasan dengan mereka. Meskipun masih penghuni baru, namun Oren sudah dikenal oleh petugas rumah sakit di sana.

Oren selalu ramah menyapa mereka, tidak pernah menunjukkan wajah juteknya seperti selama ini ditunjukkan pada teman-temannya. Dia juga sering membawa makanan dan membagi-bagikan pada petugas rumah sakit meskipun tidak sering datang.

"Ma, di sini aja gimana?" Tanya Oren riang ketika mereka berada di bawah pohon rindang dengan sebuah kursi taman. Sejak mamanya siuman, Oren hanya bermonolog sendiri. Mamanya, Runa, hanya diam membisu.

Oren tersenyum lebar, lalu mengeluarkan kotak bekal yang ada di pangkuan Runa. Bekal itu kiriman dari Phoebe, kemarin dia datang berkunjung bersama Barta. Phoebe mengajak Oren check-up lagi, namun Oren belum bisa.

"Ma, ini masakannya temen Oren yang kemarin sama mertuanya." Oren tersenyum tipis sekaligus iri. "Temen Oren punya mertua baik. Temen Oren juga baik, dia mau temenan sama Oren." Runa tetap saja tidak merespon. "Sekarang mama cobain dulu, ya. Oren yakin mama pasti suka. Karena Oren juga suka." Oren menyuapi Runa pelan-pelan.

Wanita itu menguyah pelan sambil menangis. Oren menghapus air matanya dengan tangan kanan sedangkan tangan kiri memegang kotak bekal.

"Mama suka?" Runa mengangguk pelan. "Enak?" Runa kembali mengangguk.

Oren tersenyum, namun kedua mata memerah. Diam-diam air matanya jatuh tanpa permisi. Oren menyeka wajahnya cepat dan kasar agar Runa tidak menyadari dia sedang menangis.

"Mama cepet sembuh, ya. Oren akan belajar masak biar mama bisa makan enak tiap hari." Kali ini Runa tidak mengangguk lagi. "Oren pengen mama pulang ke rumah." Katanya. Rumah yang dimaksud sudah tidak ada lagi, tetapi Oren tidak pernah mengungkitnya pada Runa.

Dia membiarkan Runa berarumsi bahwa semuanya baik-baik saja. Meskipun belum tentu Runa berpikir sampai sejauh itu.

"Oren kangen mama." Guman Oren serak. Kali ini tidak bisa menyembunyikan tangisnya lagi. Tetapi tidak berefek apa-apa bagi Runa. Wanita itu kembali menguyah pelan dengan pandangan kosong.

Membutuhkan waktu cukup lama bagi Runa untuk menghabiskan semua makanannya. Dokter mengatakan, selama ini nafsu makan Runa menurun. Berbeda ketika disuapi oleh Oren, wanita itu makan lahap meskipun pelan-pelan.

Oren tesenyum dan mengelap wajah Runa. Dia meletakkan kotak bekal di sampingnya kemudian mencium Runa berkali-kali. Oren menyayangi mamanya, hanya wanita itu keluarga yang dimilikinya selain bayi dalam kandungannya.

"Maafin mama, Ren." Bisik Runa serak. "Maafin mama."

Oren meneteskan air mata haru, akhirnya Runa berbicara setelah beberapa hari. Tubuh Runa sehat, dia tidak memiliki riwayat penyakit yang serius. Namun, sejak enam tahun lalu, Runa tinggal di rumah sakit karena penyakit kejiwaan. Yah, Runa gila. Sering menyakiti dirinya sendiri dan juga Oren sehingga wanita itu dirawat di rumah sakit jiwa.

"Mama nggak salah." Kata Oren sambil mengeka wajah Runa. Dia setengah berdiri dengan kedua lutut sebagai tumpuan sehingga tinggi mereka sama. "Oren sayang sama mama. Semua bukan salah mama." Ucapnya menenangkan.

FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang