31. Tarian di Tengah Malam

1K 287 65
                                    

[Mainkan musik di media saat tarian dimulai.]

-

"Kau benar-benar masalah kecil, Nak." Seakan belum cukup ceramah panjang lebar dari Gillian yang lebih banyak disertai ancaman akan menghukumku jika berani berbuat masalah lagi daripada nasehat berisi, tuan Hoggs menimpali semua nasehat itu sekarang, tepat ketika kami berpesta di atap kapal Black Mary yang melaju.

Kukira dia dan Will benar-benar ingin tahu cerita lengkapnya, ternyata mereka hanya ingin menertawaiku. Menyebalkan, tapi itu bagus. Aku tidak perlu repot-repot mengarang kebohongan lain hari ini.

Selagi mengeluh dalam hati, mataku menatap nanar belasan lentera yang dipegang para awak untuk menerangi atap yang gelap. Jika lentera-lentera ini tak ada, mungkin mereka yang menari tidak akan dapat melihat kaki orang terdekat dan tarian meriah ini tidak akan bertahan lebih dari beberapa saat saja.

"Saya tahu, tuan Hoggs." Aku mendesah, merasakan pegal yang mulai menjalar di tangan akibat terlalu lama memegang lentera. "Saya tahu." Aku menatap lentera di tangan dan memutar sedikit sumbunya ketika kurasa cahayanya memudar sebelum menyerah dan menaruhnya di lantai.

Pria tua itu menenggak rum dari botol kacanya lagi. Kaki-kaki logamnya yang dibungkus sepatu kulit usang menghentak-hentak lantai kapal dengan semangat seirama dengan musik ritme cepat yang sedang mengalun. Beberapa kaki di depan kami, semua awak Black Mary menari membentuk lingkaran tarian yang berputar liar dialuni irama musik yang riang. Bukan musik mewah yang mengiringi, hanya sederetan instrumen musik apa adanya terdiri dari satu triangle, satu akordeon, satu biola, satu gitar, dan banyak perkusi dari teflon serta kuali. Namun cukup dengan itu, semua awak tampak bahagia, larut dalam alunan musik yang menghentak.

Di dalam lingkaran dansa, semua orang menari, berpasangan dua-dua yang selalu berganti dalam beberapa ketukan sekali. Mataku menelusuri para awak yang tak kusangka bisa memainkan alat musik dan menjadi pengiring tarian yang hebat.

Perompak wanita itu, Carmen, berada di tengah-tengah para awak, menari bersama para pria tanpa sungkan sama sekali, seakan dia sudah menjadi satu bagian dengan para awak di sini.

Bard memainkan akordeon dengan rona cerah di wajah yang baru kali ini kulihat darinya. Gus menggesek biola selagi kakinya menghentak mengikuti alunan musik. Will memukul-mukul pantat kuali dengan riang di luar lingkaran. Ia berteriak, menyanyi nyaring bersama para pria lainnya, menyemangati mereka yang menari.

Kapten menari bersama para kru dan awak. Pasangannya berganti secara cepat lalu khusus ketika dia menari dua-dua bersama Carmen, bentuk tarian mereka menjadi lebih intim. Jarak di antara mereka berdua menipis ketika saling berhadapan.

Dalam diam, aku memerhatikan Azran. Sejak dar terowongan, sihirnya tidak mau diam. Aku sampai harus mengenakan kacamata pelindung lagi di atas kapal meski kapal tidak sedang digerakkan dengan sihir. Mata anting Azran belum kembali, tapi berbeda dari biasanya, sihirnya tidak lenyap. Sihirnya malah bergejolak tak beraturan, lebih agresif.

Suara cegukan tuan Hoggs mengalihkan perhatianku dari pasangan dansa itu. Pria tua itu menenggak isi botol rum besar miliknya sekali lagi. Pipinya merah dan pandangan matanya tak lagi fokus. Kurasa sekarang dia tidak akan bisa membedakan antara tiang dan manusia yang berdiri menghalangi.

"Hari ini hebat sekali bukan untukmu, Alto?" Ucapannya diselingi satu cegukan. "Pertama, kau dengan ceroboh membuat kapten pingsan entah bagaimana." Cegukan lagi. "Lalu kau membuatnya membersihkan semua iblis-iblis terbang itu dari kaki cantikmu dan sekarang kau membuatnya menolongmu yang kabur seenaknya?" Dia cegukan lagi. "Selanjutnya apa? Kau membuat Kapten menjilat kakimu?"

Lelah dan tidak mau meluruskannya, aku hanya mendesah lagi. "Tidak juga, Tuan Hoggs." Aku menjaga suaraku tetap tenang, meski kejengkelan menumpuk tinggi di dalam hati. "Aku belum berpikir sampai ke sana."

Lazarus ChestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang