11. Pria Buruk Rupa

1K 293 21
                                    

"Budak wanita pertama dan satu-satunya hari ini!" Suara Louis terdengar dari jarak beberapa kaki di luar bar. "Usianya masih dua puluh tahun dari Prancis." Antusiasme para perompak meningkat dalam skala besar. Suara mereka terdengar riuh di dalam bar. "Baiklah, harga dibuka mulai tiga ratus koin emas! Tiga ratus barrel!"

Dan keributan pun semakin menjadi-jadi.

Sementara huru-hara sudah dimulai di dalam sana, aku menyibukkan diri dengan tumpukan kotak kayu berisi dinamit, pedang, senapan, dan berbotol-botol rum di gudang Hector&Co yang berjarak dua yard dari bar Simon's. Memindahkan, menyerahkan, dan menghitung jumlah barang dalam kotak-kotak kayu yang nantinya akan diangkut puluhan lori—bak angkut beroda—ke pemilik masing-masing menjadi aktivitasku selagi pelelangan berlangsung.

Louis sudah pasti akan marah jika tahu aku mengangkut kotak-kotak kayu berisi selain suplai untuk Simon's, tapi aku rela menjadi tukang pembersih pispot jika itu artinya bisa menjauh dari sihir. Sayangnya meski sudah menjauh, asap merah-hitam dari sihir hitam itu masih saja menari-nari di tanah di dekat bar, menandakan penyihir sang pemilik sihir itu masih betah bercokol di dalam sana.

"Hei, Tuan!" Seruan itu mengalihkan perhatianku dari bar. Pemilik gudang ini, Hector, berseru padaku, menunjuk enam kotak kayu yang bertumpuk di dekat pintu masuk gudang. "Angkut barang-barang ini ke sana!" Pandanganku mengikuti telunjuknya yang mengarah ke pelataran kapal udara utara.

"Dan jangan lupa untuk menagih! Mereka belum membayarku!" Sungguh? Dia memintaku menarik lori—bak angkut beroda—berisi enam kotak kayu penuh ke pelataran kapal udara? Jika kotak-kotak ini diangkut ke sana, artinya semua peti kayu ini milik perompak bukan? Dan dia meminta budak sepertiku bisa meminta sejumlah uang dari perompak?

Menelan semua kebingungan itu sendiri, aku mengangkat dua kotak kayu sekaligus, merangkulnya di antara kedua lengan dan sudah berputar hendak keluar ketika tangan-tangan putih itu muncul. Tangan itu mengangkat kotak kayu paling atas, lalu wajah seorang pemuda berkulit gelap eksotis dengan rambut nyaris putih muncul dari balik kotak yang terangkat. Ia tersenyum. Mata hitamnya yang kusam memberiku sorot jenaka, berlawanan dengan tato ular hitam gahar yang meliuk di dahi hingga pipinya.

"Yo!" sapanya riang. "Ini barang-barang kaptenku! Tidak perlu repot-repot membawanya!"

Kaptenku. Dia baru saja mengatakan kapten. Laki-laki ini perompak. Satu catatan lagi, kaptennyalah yang memesan enam kotak kayu ini.

"Dan kukira kau tidak akan datang, Will!" Hector menggerutu kepada pemuda berkulit gelap itu. Pria tua itu mengisap cerutunya satu kali sebelum meletakkannya lagi ke atas meja yang penuh dengan dokumen pengiriman.

Pemuda bernama Will itu berputar menghadap Hector. "Kapten sudah lama memesan barang ini. Dia tidak akan mungkin lupa." Kemudian dia beralih kembali kepadaku. Matanya menatap satu kotak tersisa. "Bisakah kau ....?"

Memahami isyaratnya, segera kuserahkan kotak itu ke atas lengannya. Kemudian aku memberinya satu kotak lagi, dan hampir memberikannya satu kotak lagi ketika ....

"Oke, aku bukan Goliath, Dude! Santai saja!" Will menggeram, tampak kesusahan dengan tiga kotak di lengannya. "Lagipula aku akan kembali lagi. Aku harus membayar semua barang ini."

Pria tua bernama Hector itu tahu-tahu saja sudah berada di belakang Will, memegang pundaknya, dengan raut wajah kesal setengah mati. "Oh tidak bisa, Will. Kau tahu aturannya! Tidak ada uang, tidak ada barang!"

Will memutar bola matanya dengan jengkel dan menaruh kotak-kotak itu ke lantai sebelum kembali menghadap Hector. "Hanya karena sekelompok perompak menipumu, tidak berarti kaptenku akan menipumu juga, Pak Tua!" omelnya. "Kau tidak pernah mengeluh seperti ini jika berurusan dengan Kapten!"

Lazarus ChestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang