20. Kembali ke Inggris

1.2K 314 57
                                    

Dokter John meninggalkanku termenung sendirian di ruangannya. Rohku meninggalkan raganya, menyisakan wadah kosong yang terus berpikir keras.

Tubuhku kembali gemetar. Keringatku bercucuran. Kemeja di tanganku tak lagi halus akibat dicengkam kuat oleh tanganku yang gelisah. Jantungku bertalu-talu kencang hingga detaknya menutupi pendengaranku. Leherku seperti disumbat buntalan jarum.

Inggris. Kata itu berulang berkali-kali di dalam kepalaku seperti putaran piring hitam yang rusak.

Tiga tahun lamanya aku berhasil lari, lalu sekarang aku dibawa oleh kelompok perompak terkenal yang seenaknya membeliku untuk kembali lagi ke Inggris.

Dokter John bilang ini tujuan mereka. Inggris adalah tujuan mereka.

Kenapa Inggris? Apa sebenarnya tujuan mereka? Pertanyaan itu menancap kuat di akar kesadaranku. Mungkin sampai kapan pun aku tidak akan mendapat jawabannya sebelum waktunya sudah terlalu terlambat. Apakah tujuah mereka ke sini untuk menyerahkanku ke Serikat? Menjualku? Tidak, belum tentu itu jawabannya. Mungkin ada yang lain. Tapi apa?

Bangkit dari kasur, aku melangkah mendekati jendela yang terbuka. Getaran samar dari mesin kapal yang beroperasi terasa di lantai yang diinjak oleh kaki telanjangku. Mataku menatap hamparan awan dan langit biru yang membentang luas hingga ke cakrawala yang tidak terlihat. Langit cerah yang sama di belahan dunia manapun ini, sekarang terasa berbeda.

Ini langit Inggris, langit dari negara yang menuduhku berkhianat karena menolong satu perompak, langit dari negara yang sekarang dihuni makhluk nonmanusia yang berkuasa penuh tirani, negara dengan banyak Serikat yang menaungi banyak manusia yang putus asa dan ketakutan dalam ancaman sihir majikan mereka yang tidak bisa dilawan. Ini negaraku. Tapi itu dulu. Kembali ke sini sama saja bunu diri, itu pun jika aku memang dijadikan buronan, tapi kemungkinan budak tak berarti sepertiku menjadi buronan adalah satu banding seribu kemungkinan. Biar begitu, seluruh pikiran dan tubuhku dikuasai paranoid yang tak berkesudahan karena caraku pergi dari negara ini hampir seperti buronan kabur dan bayangan pangeran Oryziel yang marah masih melekat kuat.

Bayangan Ayah, Ibu, Lizzy, dan semua yang hilang dariku melintas, datang dan pergi. Lalu aku teringat sesuatu yang selama tiga tahun ini seakan lenyap.

Edward dan Suri.

Apa kabar mereka selama tiga tahun ini?

Rasa bersalah menusuk-nusuk lambungku. Mendadak saja aku merasa seperti pengkhianat, tega melupakan mereka selama tiga tahun dan seenaknya bersembunyi di Tortuga. Jika aku bisa menemukan mereka, mungkin aku bisa mengajak mereka kabur bersama. Aku bisa mengucapkan selamat tinggal kepada kelompok perompak ini dan melarikan diri bertiga bersama sahabat-sahabatku, jauh dari semuanya, perompak maupun penyihir.

Itu pun kalau mereka masih hidup, sebagian diriku yang lain mengingatkan.

Digentayangi berbagai pertanyaan dan berbagai kemungkinan yang simpang siur, aku berhasil membulatkan tekad. Segera kupakai pakaian yang diberikan dokter John dan beranjak keluar ruangan, berderap menuju arah sama yang dituju seluruh awak yang lain.

***

Di aula utama, semua orang berkumpul. Ekpsresi mereka semua serius. Tidak ada satu pun yang bingung, seakan sudah tahu apa yang akan dilakukan hari ini. Di pinggang masing-masing awak, bertengger dengan santai berbagai jenis senjata mulai dari pedang, pisau, pistol, hingga senapan laras panjang yang tidak repot ditutupi, seakan berjalan di muka umum dengan senjata itu di pinggang sudah jadi hal biasa dan mereka tidak akan ditangkap karenanya.

Satu ironi menamparku keras-keras di wajah. Aku belum mempunyai senjata apapun. Aku, dengan rencana segudang di otak, tidak memiliki senjata apapun untuk melindungi diri selain kacamata pelindung ini. Bagus sekali, Alto.

Lazarus ChestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang