14. Tidak Apa

32 2 0
                                    


"Kamu tidak apa?"

"Aku yang seharusnya bertanya begitu," ungkap Roro menyentuh luka lebam pada lengan pemuda itu secara perlahan. Edi pun tiba-tiba meringis kesakitan.

"Oh? Masih sakit?"

"Sedikit," ungkapnya mengusap luka di lengannya.

"Apa Sumi akan baik-baik saja?"

"Dia hanya butuh istirahat, ajian tadi pasti menghabiskan tenaganya."

"Ajian?"

"Ajian inti lebur saketi. Ajian yang digunakan Sumi untuk mengalahkan makhluk terkutuk."

Edi yang tampak kebingungan.

"Sepertinya banyak yang aku harus ceritakan..."

"Tapi, aku kan sudah tahu semua ceritamu, Roro..."

Roro tersenyum mendengar hal tersebut. "Tidak semua... Sebenarnya..."

Belum sempat ia bercerita, seorang gadis muncul dari balik pintu dengan wajah kesal karena pemuda yang disukainya sedang bersama gadis lain.

"Kamu ngapain di sini, Edi???"

Kinasih dengan segera mencubit pipi pemuda itu dengan keras. Edi pun mengerang kesakitan.

"Eh, ini Sumi kenapa?"

"Dia pingsan lagi, Kinasih." jawab Roro. "Itu sebabnya Edi di sini."

"Ah, dia cuman cari kesempatan berduaan sama kamu saja, Roro!"

Bibir Edi cemberut mendengar tuduhan Kinasih. "Kamu sendiri kenapa belum tidur, hah?"

"Aku yang harusnya tanya begitu!"

"Yang harusnya tanya begitu, aku!"

Ketiga remaja itu terkejut dan perhatian mereka teralihkan ke arah Rena yang sepertinya telah berdiri sejak tadi di depan pintu kamar.

"Kalian semua kenapa belum tidur???"

Edi dan Kinasih tidak dapat menjawab. Roro pun segera menghampiri Rena.

"Maafkan kami, Tante Rena. Sumi pingsan dan aku butuh bantuan."

Rena melirik ke sekeliling ruangan dan lalu menganggukan kepala. Tanpa basa-basi ia segera memerintahkan Edi dan Kinasih untuk segera kembali ke kamar masing-masing. Kedua remaja tersebut segera bergegas keluar kamar tersebut sambil menggerutu dengan satu sama lain. Rena pun hendak kembali ke kamarnya namun ia berbalik dan menanyakan sesuatu.

"Roro, apa yang sebenarnya terjadi di kamar ini?"

Roro tersentak dan menjawab, "Tidak ada apa-apa, Tante..."

"Yakin?" tanya Rena hingga salah satu alisnya terangkat.

Sambil terbata-bata Roro bertanya balik. "Memang... kenapa, Tante?"

"Tidak kenapa-kenapa, sih. Ingin tahu saja, he he he." ungkapnya sebari tersenyum.

Rena pun pamit dan segera memerintahkan Roro untuk tidur. Wanita itu segera keluar dan menutup pintu kamar secara perlahan. Namun, tepat sebelum pintu tertutup seluruhnya, ia menonjolkan kepalanya dari balik pintu.

"Oh, iya! hampir saja Tante lupa."

"Ada apa, Tante?"

"Jika kamu ada masalah tolong bilang ke Tante, ya?"

"Ba-baik, Tante."

"Ingat, masalah yang dipendam lama-lama akan bertambah besar!"

Roro hanya terdiam.

"Okay, selamat tidur."

Rena pun akhirnya menutup pintu kamar tersebut.

Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Roro saat Rena bersikap seperti itu. Dirinya masih ragu apakah ia harus memberitahukan yang sebenarnya kepada semua orang di rumah itu. Ia berbaring di sebelah Sumi dan memikirkan apa yang harus ia perbuat. Namun, pikirannya buyar saat ada yang tiba-tiba menyentuh pundaknya.

"Anda tidak apa-apa, Kanjeng Putri?" tanya Sumi dengan tenaganya yang ada.

"Kamu sendiri tidak apa-apa, Sumi?"

"Jangan khawatirkan saya! Yang penting, Kanjeng Putri aman."

Roro pun menggenggam kedua tangan Sumi sebari berkata, "Terima kasih, Sumi. Ayo, kita istirahat lagi."

Roro bernapas lega. Dirinya tak menyangka semuanya bisa berakhir seperti ini. Tapi, ia bersyukur semuanya telah berakhir. Kini saat bagi Sumi dan dirinya untuk tidur nyenyak bebas dari segala macam gangguan.














***

"Halo, wanita murahan. Ayo, rehat sejenak. Mau minum teh, kopi, atau darah?"

Ramban: Cinta & Kutukan (Old Version)Where stories live. Discover now