6. Takdir yang Mempertemukan

117 6 0
                                    

"Kamu juga pasti ingin Roro tinggal bersama kita, kan?"

Edi tidak mempercayai tantenya mengetahui isi pikirannya yang sudah dipikirkannya semenjak ia memecahkan kutukan gadis itu. Iya, dia ingin Roro tinggal bersama dengannya. Namun sejujurnya, pikiran itu membuat pipinya memerah. Tidak pernah dibayangkannya lelaki biasa sepertinya dapat kesempatan tinggal bersama orang yang dicintainya.

"Nih, dia sudah ganti baju!"

Kinasih dan Roro tampak baru saja keluar dari kamar mandi umum. Terlihat Roro mengenakan pakaian ganti Kinasih dan sandal jepit plastik yang baru saja dibeli dari warung sekitar. Edi tak bisa berkata apa-apa ketika melihatnya. Kecantikan yang dilihatnya tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

"Roro, Edi punya ide jadi Tante akan tanya saja langsung ke kamu!"

"Apa itu Tante Rena?"

"Maukah kamu tinggal bersama kami?"

Roro terperanjat mendengarnya. Dia pun segera memeluk Edi dan mengucapkan terima kasih padanya. Edi hanya bisa mematung dipeluk olehnya, sementara Kinasih terlihat kesal dibuatnya. Dikutuk menjadi batu membuatnya sangat menghargai setiap kebaikan yang diterimanya, tidak peduli sekecil apapun bentuknya.

"Terima kasih Edi!"

Dia lalu melepaskan pelukannya dan memeluk tubuh Rena.

"Terima kasih Tante Rena!"

***

"Ada apa dengannya Roro?"

"Sumi kelelahan Tante Rena..."

"Jadi kamu tuh Sumi! Kemana kamu..."

Rena berbalik dan tatapannya seketika membuat Kinasih langsung merapatkan bibirnya.

"Edi! Kinasih! Ayo kita bawa dia ke penginapan!"

Rena segera membantu Sumi berdiri, dibarengi oleh Edi dan Kinasih yang segera memapah si gadis ke mobil. Sumi sebenarnya tidak terlalu suka diperlakukan seperti orang yang tidak berdaya, namun apa daya dia terlalu lelah untuk protes. Sebaliknya, Roro yang melihat perlakuan ketiga orang tersebut makin bersyukur karena ia bertemu dengan orang-orang sebaik mereka.

***

"Terima kasih lagi Tante Rena."

Ucapan terima kasih Roro tentu saja dapat didengar oleh Edi dan Kinasih kalau saja mereka tidak tertidur di belakang. Akan didengar pula oleh Sumi seandainya ia dapat mengerti apa yang diucapkan Roro. Akhirnya hanya Rena yang membalas ucapan Roro dengan sebuah senyuman.

"Tante..."

"Iya?"

"Bukan Edi kan yang punya ide untuk mengajakku tinggal bersama Tante Rena?"

"Mungkin. Tapi toh, Tante yakin Edi pasti ingin kamu tinggal bersama kita."

"Tapi Tan..."

"Sudahlah. Memangnya kamu tidak tahu..."

Rena menghentikan omongannya saat ia menatap Roro.

"Dasar Tante ini bodoh! Ya, kamu pasti nggak tahu ceritanya lah..."

"Cerita apa?"

"Dulu sekali, Tante mendapat kabar bahwa orang yang Tante cintai sudah tiada dan Tante kesal sekali atas kepergiannya."

Ingin sekali Roro memberitahukannya bahwa ia tahu persis perasaan tersebut.

"Namun, kemudian Tante didatangi seorang anak lelaki. Anak lelaki itulah yang kemudian datang dan menemani Tante dan anak perempuan Tante."

Roro segera melihat kedua remaja yang tertidur di belakangnya.

"Saat itu, Tante sadar bahwa Tante masih memiliki mereka berdua. Tapi, kedua anak itu pasti berpikir bahwa sudah tiada lagi orang di dunia yang mencintai mereka. Jadi, kalau bukan Tante, siapa lagi? Tante hanya tak ingin kamu dan Sumi juga merasa seperti itu ."

Roro hanya terdiam setelah mendengar cerita Rena. Dia baru menyadari bahwa bukan hanya dirinya saja yang mempunyai kisah memilukan di masa lalu.

"Jujur. Tante masih tak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi, tapi semenjak kejadian itu Tante yakin semua terjadi karena takdir."

***

"Semua terjadi karena takdir."

***

Kata terakhir yang diucapkan Rena membuat Roro terdiam seribu bahasa.

Takdir. Meski yang didengarnya berbeda, kata tersebut membangkitkan kenangan akan seseorang. Seorang lelaki yang dulu tak hanya ia sayangi tapi juga sangat ia cintai. Setiap kata tersebut diucapkan olehnya, ia selalu merasa tenteram.

Mendengar kata tersebut diucapkan juga oleh Rena membuatnya merasa tenteram. Dia tidak tahu apa lagi yang akan dihadapinya, tapi paling tidak ia tahu takdir sudah menolongnya saat ini. Setelah sekian ratus tahun lamanya, untuk pertama kalinya Roro yakin bahwa dirinya tidak sendirian lagi.

Ramban: Cinta & Kutukan (Old Version)Where stories live. Discover now