12. Buka Matamu

52 7 0
                                    


"Edi, buka matamu sekarang!"

"Asyik! Ini buku yang aku ingin dari dulu!"

"Ayo bilang apa?"

"Makasih, Mama! Makasih, Papa!"

Segera setelah Edi pergi ibunya membisikan sesuatu kepada sang ayah.

"Mas, apa tidak apa dia diberikan buku semacam itu? Kalau dia mimpi buruk bagaimana?

"Berarti dia harus berani melawan rasa takutnya."

***

Perlahan-lahan, Edi mulai membuka matanya. Meski tampak buram, ia melihat sesosok wanita dihadapannya.

"AARGHHH!"

Teriakan Edi membuat sosok itu tersentak hingga ia terjatuh ke lantai.

"Lho, Roro?"

Edi segera mengulurkan tangannya untuk membantu Roro berdiri. Roro akhirnya duduk di pinggir ranjang.

"Aku kaget kamu teriak."

"Maaf..."

Roro tersenyum kecil.

"Hihi... Tidak apa. Aku pun minta maaf, Edi."

"Minta maaf buat apa?"

"Aku tidak seharusnya membiarkanmu melihat makhluk-makhluk itu."

"Lho, buat apa minta maaf?"

"Tadi saja kamu hampir mati ketakutan..."

"Iya sih, tadi aku ketakutan setengah mati. Tapi..."

"Tapi?"

"...Aku lebih takut kehilangan kamu."

Roro tidak dapat menahan keterkejutannya mendengar hal itu. Pipinya sempat memerah karenanya.

"Syukurlah kalau begitu.", balas Roro sambil tersenyum.

Pipi Edi kini yang memerah.

"Paling tidak aku tahu sekarang kenapa belakangan kalian tampak sangat waspada."

"Sebenarnya bukan hanya karena makhluk di kamarmu..."

Roro pun akhirnya menceritakan bagaimana dirinya selalui dihantui mimpi buruk selama tidur di sini. Dia menceritakan bagaimana dia selalu terbangun dibasahi keringat karena ketakutan melihat lelaki yang mengutuknya itu. Belum lagi di mimpinya dia selalu melihat dirinya dibakar api dan entah mengapa dia bisa merasakan rasa terbakarnya itu.

"Itulah sebabnya mengapa Sumi begitu ingin pergi dari rumah ini begitu melihat kamarmu. Kami berdua tidak pernah melihat sebuah sarang yang ditinggali begitu banyak jenis setan. Dia mengira kamulah penyebab mimpi burukku."

"Lalu, kenapa mereka tinggal di kamarku?"

"Aku tidak tahu."

"Terus bagaimana cara mengalahkan lelaki itu?"

"Itu pun aku tidak tahu."

"Tapi, kenapa dia ingin membakarmu hidup-hidup."

Wajah Roro terlihat kusam seolah menarik kesimpulan.

"Mungkin baginya, akulah Dewi Sita."

"Dan Bandung berpikir dirinya Rama?"

Roro mengangguk.

"Edi, aku mungkin harus menceritakan sesuatu padamu..."

"Menceritakan apa?"

"Menceritakan semua dari awal.", ucap Roro sambil mencengkeram selimut yang didudukinya. "Ceritanya agak panjang jadi anggap saja ini dongeng sebelum kita tidur."

Edi yang awalnya antusias akan cerita menyadari sesuatu. Otaknya dengan cepat bekerja saat mendengar kata "tidur" diucapkan oleh gadis impiannya. Dia pun menyadari bahwa dia berada di kamar tamu, kamar di mana Roro tidur. Jantungnya berdegap makin kencang.

"Maaf Roro! Ceritanya nanti saja!", ujarnya dengan cepat. Edi segera berdiri hendak keluar dari kamar itu. "Aku akan tidur di kamarku saja."

"Tapi, sumi sedang mengusir setan di sana."

Edi, menghentikan jalannya.

"Kalau begitu aku tidur di ruang tamu saja", ucapnya.

Belum sempat ia membuka pintu, ia mendengar Roro menyahut.

"Apa kamu tidak mau tidur bersama gadis murahan sepertiku?"

Edi yang keheranan segera berbalik dan ia pun melihat gadis pujaannya tengah dicekik seorang lelaki tinggi besar dengan mata yang bersinar. Tidak salah lagi, pikirnya.Tidak salah lagi kalau pria yang ada di hadapannya ini adalah Bandung Bondowoso.    

Ramban: Cinta & Kutukan (Old Version)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum