3. Rarayana

197 15 1
                                    

Roro merasa aneh dengan apa yang dikenakannya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Roro merasa aneh dengan apa yang dikenakannya. Mungkin itu karena kaus, celana jeans, dan sandal plastik murahan bukanlah hal yang biasa ia pakai. Tapi untuk orang yang dikutuk menjadi batu selama ratusan tahun mengenakan pakaian yang sama, dia mestinya bersyukur. Lagipula, dia tidak terlalu keberatan karena itu semua ide Edi. Dia sangat bersyukur orang yang memecahkan kutukannya adalah Edi. Edi pula yang meyakinkan Rena untuk mengajaknya tinggal bersama mereka. Bahkan, alasan Roro kini menonton pertunjukan bersama pun juga berkat Edi.

"Oh iya Kinasih, terima kasih sudah meminjamkan bajumu."

"Sama-sama. Untung saja kamu seukuran sama aku."

"Iya, untung saja."

"Tapi sih, masih lebih cantik kalau aku yang pakai."

Mendengar itu, Edi menepuk pundak Roro di sebelahnya.

"Jujur, kalau menurutku masih lebih cantik kamu."

"Terserah!"

Jawaban Kinasih itu membuat Roro tertawa kecil. Sebaliknya, Rena hanya bisa menghela napas melihat tingkah kedua anak itu. Sudah bukan hal yang aneh bila Edi dan Kinasih langsung bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa. Tanpa disadari, lampu panggung menyala menandai pertunjukan akan segera dimulai.

Cahaya lampu menerangi panggung berlatarkan tiga candi dan gelapnya malam. Roro berbinar melihat hal tersebut. Tak hanya senang melihat sesuatu yang baru, ia juga senang tidak lagi harus melihat dunia dari dalam candi saja. Edi yang melihat wajahnya makin menyadari betapa cantiknya gadis itu.

Kemudian pembawa acara pun keluar dan mulai menyapa penonton. Dia kemudian memberitahukan berita duka mengenai hilangnya patung Roro Jonggrang yang dibalas senyum kecut tiga orang di bangku penonton. Setelah basa-basi, akhirnya musik kembali dimainkan dan pertunjukannya benar-benar dimulai.

Pertama-tama, beberapa penari mengadakan semacam upacara penyambutan. Keluarlah penari dengan dandanan Rawana dari atas tangga panggung. Dia berlenggak-lenggok bak seorang raksasa. Roro makin tak kuasa menahan keterpukauannya.

Beberapa adegan selanjutnya turut membuat Roro terpukau. Lincahnya tarian rusa emas yang berhasil mengecoh Rama dan Dewi Sita, tipuan Marica yang terungkap oleh Rama, usaha Jatayu untuk menolong Dewi Sita, tarian kawanan kera di Gua Kiskenda, dan Dewi Sita yang berusaha menolak rayuan Rahwana sangat menarik hatinya. Namun dari semua adegan itu, ada satu hal yang paling membuatnya terkesan, si kera putih bernama Hanoman. Terutama saat dia dibakar namun malah menyebabkan kebakaran di Kerajaan Alengka.

Senyum Edi merekah melihat Roro yang dengan antusias menonton pertunjukan. Edi kemudian membisikan sesuatu pada Roro dengan harapan dapat membuat gadis itu lebih terkesan.

"Tahu gak, cerita ini sebenarnya diukir di candi lho!"

"Hah, cerita ini diukir di candi?"

Edi menganggukan kepala. Saat itulah Roro melihat adegan Rama yang tengah bertarung melawan Rahwana. Mengingat siapa yang membangun candi, ia pun yakin apa yang pertunjukan itu sebenarnya ceritakan. Muncullah seseorang di dalam pikirannya. Seseorang yang sangat disayanginya.

***

"Maaf, anakku tidak bersedia menikahi dirimu."

"Kalau begitu, semoga engkau siap berperang!"

Lelaki dan beberapa pengawalnya itu kemudian pergi meninggalkan Sang Paduka yang bersedih hati. Begitu para tamu kerajaan itu pergi seluruhnya, anaknya pun menangis sambil berlari mendekati tahta. Dia segera berlutut dan menyandarkan kepalanya di pangkuan ayahnya.

"Ayahanda, maafkan hamba yang sudah menyebabkan semua ini terjadi!"

Paduka menyuruh gadis itu berdiri dan memeluknya dengan erat. Tak tertahankan tangisnya melihat anak gadisnya berduka. Dia lalu mengelus kepalanya berusaha menenangkan anaknya.

"Engkau tiada salah. Ayahandalah yang bersalah apabila tidak bisa membahagiakan anaknya."

Tangis dari anaknya pun makin kencang. Begitu juga Sang Paduka yang janggutnya kini dibasahi air matanya. Si anak pun sadar ayahnya harus menerima konsekuensi dari keegoisan dirinya. Dalam hatinya ia berharap andai saja dirinya tidak dirundung oleh cinta.

***

"Aku mau keluar sebentar..."

"Mau ke mana? Sebentar lagi bagian Dewi Sita membuktikan kesuciannya."

"Aku ingin sendiri dulu."

Jawaban itu membuat Edi terpaku. Dia tidak yakin apa yang harus ia lakukan hingga akhirnya ia hanya terdiam melihat Roro meninggalkan bangkunya.

***

Terang rembulan menyinari Roro yang mondar-mandir di sekitar area pertunjukan. Dia melihat keadaan di sekitar dan menyadari bahwa semua orang yang dikasihinya kini sudah tiada. Bertemu dengan orang baru memang menyenangkan, tapi kini dia merasa kesepian di zaman yang baru dikenalnya itu. Tak terasa air matanya menetes. Mungkin ini memang harga yang harus dibayar karena keegoisannya.

"Mungkin wanita murahan sepertimu akan lebih bahagia kalau kau membakar dirimu sendiri seperti Dewi Sita. Itu bagian favoritku."

Roro menghentikan tangisannya. Jantungnya berdegup kencang mendengar suara itu. Ia hampir tak mempercayai pendengarannya, tapi suara itu dikenalinya di mana saja. Itu adalah suara lelaki yang dulu berusaha mengawini dirinya.

 Itu adalah suara lelaki yang dulu berusaha mengawini dirinya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
Ramban: Cinta & Kutukan (Old Version)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant