18. Orang Pintar

13 0 0
                                    

Seorang wanita tua mengenakan jubah bulu unta mengetuk pintu rumah nomor 4 di Komplek Darunasapa. Menggunakan tongkat kayunya, ia mengetuk pintu tersebut tiga kali. Akhirnya, tuan rumah itu pun membuka pintu tersebut.

"Oh, Mbok Darmi! Ayo silakan masuk!" ujar Rena mempersilakan tamu tersebut untuk masuk. Darmi perlahan memasuki rumah tersebut. Rena segera mempersilakannya untuk duduk dan menawarkannya segelas minuman. Namun, sebelum Rena dapat menyelesaikan tawarannya, Darmi segera menyuruhnya berhenti bicara.

"Tidak usah! Langsung saja ke pokok permasalahan, Non Rena!"

Rena mengangguk dan segera memanggil keempat remaja di rumah tersebut. Edi, Kinasih, Roro, dan Sumi pun bergegas menuju ruang tamu.

"Kalian semua, ini Mbok Darmi. Mbok Darmi ini orang pintar yang mungkin bisa bantu masalah kita. Mbok Darmi masih ingat Edi dan Kinasih, kan?" ujar Rena dengan antusias.

"Kalian berdua sudah besar ternyata," ujar Darmi sambil mencubi pipi Edi.

"Mbok Darmi, yang berdua ini Roro dan Sumi," tambah Rena.

"Jadi, kamu ini Roro Jonggrang itu."

"Benar, Mbok Darmi," jawab Roro sambil menganggukkan kepalanya.

Darmi menyentuh pipi Roro dengan lembut. "Ternyata benar, kecantikanmu seperti yang legenda katakan."

"Terima kasih, Mbok Darmi," jawabnya sambil tersipu.

"Jadi, apa masalahnya?"

Mereka pun menceritakan semua yang terjadi, dari kutukan Roro, Balaputradewa, hingga Bandung Bondowoso atau Rakai Pikatan. Darmi menangguk-anggukan kepalanya dan segera memerintahkan Roro untuk menunjukan Balaputradewa. Mereka pun segera mengunjungi halaman rumah di mana patung Balaputradewa berdiri tegak.

"Saya mengecup bibir Balaputradewa untuk memecahkan kutukannya..."

"Tapi tidak berhasil?" sambung Darmi.

Roro menganggukkan kepalanya perlahan.

"Jadi, bagaimana caranya untuk mematahkan kutukan itu?" tanya Roro.

Sambil mengamati patung tersebut dengan seksama, Darmi mengusap-usapkan dagunya. "Salah satu yang bisa mematahkan kutukan ialah si pemberi kutukan," ujarnya.

"Jadi kutukan itu tidak bisa..."

"Eits, siapa bilang!" sanggah Darmi sebelum Roro dapat menyelesaikan kalimatnya. "Mbok cuma bilang itu salah satu caranya!"

"Jadi ciuman cinta sejati..."

BLETAK

Belum selesai Edi berbicara, kepalanya dipukul tongkat kayu milik Darmi.

"Jangan ngawur!" gertak Darmi. "Kutukan itu tidak seperti dongeng Putri Salju!"

Kalimat itu menancap tajam tepat di hati Roro, demikian pula di hati Edi.

"Dengar!" perintah Darmi. "Mbok akan coba cari cara untuk mematahkan kutukan itu. Sementara itu, kalian siapkan dulu saja bayarannya!"

"Saya harus bayar berapa, Mbok?" tanya Rena.

"Mbok tidak butuh uang untuk sekarang."

"Lho, lalu kami bayar pakai apa dong?"

"Barter."

Tidak ada yang mengetahui barang apa yang harus mereka tukarkan karena Darmi sendiri tidak memberitahukannya. Darmi malah melangkah masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa dan dengan santainya berkata, "untuk sekarang ambilkan dulu saja teh manis untuk Mbok."

Rena segera menyuruh keempat remaja itu untuk menyiapkan minuman dan kudapan untuk tamu istimewa tersebut. Kini, di ruang tamu tersebut tinggallah Rena dan Darmi.

"Semenjak dua anak gadis itu di sini, Mbok menyadari sesuatu."

"Menyadari apa, Mbok Darmi?"

"Aura rumah ini berubah," tutur Darmi meraba-raba udara dengan tangan kanannya. "Jauh lebih netral."

"Syukurlah, berarti kehadiran mereka membawa berkah."

"Non Rena memang baik hatinya. Kalau Mbok mana bisa begitu."

"Kenapa memangnya, Mbok Darmi?"

"Pengalaman, Non Rena. Mbok tak bisa mempercayai wanita yang hidup ribuan tahun lamanya."

Kata-kata Darmimembuat Rena sedikit tertegun menyadari mungkin wanita tua itu ada benarnya.Meski begitu, keempat remaja di rumahnya telah kembali dari dapur membawakankudapan dan minuman untuk tamu istimewanya tersebut. Rena meneguk teh tersebutmeski manisnya tidak dapat menyingkirkan pikiran jelek di dalam kepalanya.

Ramban: Cinta & Kutukan (Old Version)Where stories live. Discover now