Part 21

13.1K 629 13
                                    

Maaf kalau ada typo🙏
Budayakan vote sebelum membaca dan komen setelah membaca😘
Happy reading🤗

~~~

Melvi duduk di atas ranjang kamar Riko, dia dan Riko tengah bermain game online seperti biasa. Jam sudah menunjukan pukul sebelas, namun belum ada tanda-tanda mereka mengantuk.

"Mel, lo cek Ava sana. Siapa tahu bayi besar lo bangun." tukas Riko sembari mem-pause video gamenya.

Melvi hanya mengangguk dan berjalan keluar kamar Riko, ternyata lampu-lampu sudah di matikan pertanda penghuni rumah ini sudah tidur.

Dengan langkah pelan Melvi berjalan ke kamar Ava, saat membuka pintunya dia tak menemukan Ava ada di atas ranjang. Melvi mengernyitkan alis dan berjalan semakin masuk kedalam kamar.

Sampai tatapan matanya tertuju pada balkon kamar Ava, kelambu berwarna pink pucat yang melambai-lambai tertiup angin membuat Melvi segera menuju balkon.

Sebelumnya dia sudah mengambil jaket Ava yang berwarna hijau di sofa dekat alamari, dengan langkah pelan Melvi menghampiri Ava yang ada di balkon. Tangannya menyampikan jaket tersebut ke pundak Ava.

"Belum tidur?" tanya Melvi pelan, dia mengambil tempat duduk di samping Ava.

Kursi yang cukup untuk dua orang tersebut sangat pas untuk mereka berdua, bahkan Melvi tak tahu jika di balkon kamar Ava ada kursinya. Mungkin itu baru.

"Gak bisa tidur, kamu ngapain kesini?" tanya Ava heran, dia mengenakan jaket yang di bawa Melvi.

Tubuhnya tadi hanya terbalut daster pendek berwarna putih, bisa di bayangkan rambut Ava yang hitam dan panjang. Bajunya daster putih panjang, seperti apa dia?

"Nengok kamu," Ava terkekeh pelan mendengar jawaban Melvi, hembusan napas Ava terdengar sampai ke telinga Melvi.

Membuat lelaki tampan tersebut menoleh, dia menarik kepala Ava agar bersandar di dada bidangnya.

"Ava gak sakit kok di tengok, aneh-aneh aja kamu." tukas Ava dengan tawa ringan.

Melvi hanya tersenyum tipsi, bahagia sekali hanya berdekatan dengan Ava hatinya sudah berbunga-bunga. Kebahagiaan sangat mudah di cari saat bersama Ava, tak perlu susah-susah berusaha mencari kebahagiaan yang tak pasti.

"Ava?" panggil Melvi pelan, mendengar panggilan Melvi Ava mendongak dan menatap Melvi.

"Walaupun banyak yang datang, walaupun banyak yang menggoda. Entah kenapa aku merasa gak bisa berpaling dari kamu, jika hari esok ataupun lusa masih ada penggoda di hidup kita. Aku harap, kita akan tetap seperti ini." ujar Melvi lembut, genggaman tangannya yang sangat kuat membuat Ava tersenyum tipis.

Entah ada apa Melvi berkata seperti itu, bahkan Ava juga tak tahu jika Melvi banyak yang menggoda.

"Memangnya mau gimana kalau gak gini? Mel, selama sifat kamu masih seperti ini dan sifat Ava seperti ini. Apa yang perlu di takutkan? Semua punya cara menikmati kehidupannya, dan cara Ava menikmati kehidupan dan kebahagiaan Ava saat bersama kamu." tutur Ava di akhiri dengan senyuman manis, Melvi berdeham dan tersenyum salah tingkah.

"Kamu bisa dewasa juga," puji Melvi di iringi kekehan kecil,  Ava hanya tertawa dan mencubit paha Melvi dengan gemas.

"Semua tergantung partner dan suasana, kalau kayak gini. Masa iya Ava mau manja dan merengek, gak mungkin, kan?" tanya Ava di sela tawanya.

Melvi menikmati kebersamaannya dengan Ava malam ini, tak ada yang lebih indah dari senyum Bayu, Saras dan Ava di mata Melvi.

~~~

Ruang makan keluarga Bagaskara sangat ramai, canda tawa dari putra putrinya membuat Dimas tersenyum manis.

"Gak sekolah, Dek?" tanya Arkan sembari menarik kursi di depan  Ava.

Pertanyaan Arkan di jawab gelengan oleh Ava, untuk apa sekolah jika disana mereka hanya di suruh menonton lomba. Setelah ujian tengah semester membuat Ava malas pergi ke sekolah, padahal Melvi sudah meminta Ava untuk berangkat. Tapi gadis tersebut menolaknya dengan alasan tak minta menonton pertandingan antar kelas.

"Kamu kalau gak suka olahraga, bisa di kelas aja." tutur Arkan, Ava menghembuskan napasnya pasrah.

"Ava di kelas sama siapa? Keyra ikut bulu tangkis. Fania ikut lomba volly, sedangkan Melvi basket sama klubnya. Ava di kelas sama siapa, Kak?" tanya Ava dengan cemberut, bahkan roti isinya dia gigit secara asal.

"Kamu di ruangan Kakak saja, Va! Daripada di rumah juga gak ada temannya." penuturan Dimas membuat Ava berfikir lagi, benar juga.

"Bang Riko juga sekolah," imbuh Dimas membuat Ava semakin berfikir keras.

"Iya Ava sekolah, mau ganti baju dulu." pamit Ava kepada keluarganya, Dimas tersenyum miring.

Mudah sekali membujuk Ava, sebenarnya Ava ingin ikut lomba bulu tangkis. Namun Arkan menolak hal tersebut mentah-mentah, bahkan Arkan menghampiri guru olagraga guna mencore nama Ava dari daftar peserta.

Bukan karena Arkan tak ingin Adiknya sehat, hanya saja. Penyakit Ava bisa kambuh kapan saja, apalagi saat kelelahan dan cemas berlebih. Jika Ava tak bisa memenangkan lomba tersebut, bisa di pastikan Adiknya akan berfikir dia tak berguna.

Fikiran Ava masih terlalu dangkal untuk hal semacam itu, daripada terjadi hal-hal yang tak di inginkan. Lebih baik Arkan mengambil tindakan, apakah Ava marah saat mengetahui Arkan melakukan hal itu?

Tentu saja iya, Ava marah bahkan sampai dua hari mendiamkan Kakaknya. Namun dengan bujuk rayu Andre dan Arkan, akhirnya Ava luluh lagi.

"Kan, jaga Adiknya jangan sampai kelelahan atau berfikiran berat." penuturan Dimas di jawab anggukan oleh Arkan, masalah menjaga Ava gampang saja menurut Arkan.

Riko yang sudah selesai sarapan berdiri dari duduknya, dia bersiap berangkat sekolah. Namun teriakan Ava di ujung tangga menghentikan langkahnya.

"Apa?" tanya Riko malas, Ava yang tengah membenarkan rambutnya tersenyum manis dan berlari ke arah Riko.

"Berangkat bareng, ya?"

Riko mencibir mendengar nada manja Ava, apalagi kedua tangannya sudah merangkul lengan Riko. Dengan sekali hentakan pelukan tangan Ava terlepas.

"Gak, kamu bareng Kak Arkan aja." tolak Riko, Ava tersenyum miring dan menatap keluarganya yang masih sarapan.

Semua orang masih fokus dengan piringnya masing-masing, tak ada yang memperdulikan tingkah Ava dan Riko.

"Aduh Bang, kalau gak mau nebengin ya udah." teriak Ava sembari jongkok untuk mengusap sepatunya.

Dimas, Lily, Andre dan Arkan sudah menatap Riko tajam. Dia menelan ludahnya susah payah, padahal dia tak melakukan apapun. Dasar ratu drama.

"Aku gak ngapa-ngapain Ava, Pa." ujar Riko, tangannya terangkat dan membentuk huruf V dengan dua jarinya.

"Bohong, kaki Ava di injak." sela Ava dengan wajah memelas, Dimas menghela napasnya kasar.

"Jangan bohong, Va!" tegur Dimas dengan wajah datar, Ava yang menyadari Dimas tahu aksi bohongnya berdecih.

"Gak seru!" teriak Ava sebelum berjalan meninggalkan ruang makan, Riko menatap Papanya dengan senyum mengembang.

Riko memang suka menggoda Ava, tapi Riko tak akan pernah menyakiti Ava secara fisik. Hanya godaan biasa, lewat perkataan.

"Ikuti Ava, Bang." pinta Dimas dengan wajah masih datar.

"Iya, Riko berangkat dulu." pamitnya dengan senyum tipis. Gagal acara pendekatannya dengan gadis kelas sebelah, padahal dia sudah berencana pura-pura lewat depan gang rumah gadis tersebut.

Semua gagal karena Ava.

~~~

Yuhuu, nah ini part baru. Sebenarnya part ini isinya flashback, karena kalian sudah tahu kisah masa lalu Ava. Jadi di ganti partnya, oh iya. Part berikutnya juga flashback, mau di ganti jalan cerita baru atau tetap falshback?
Jangan lupa vote dan komennya😘
Salam hangat dari author gigi kelinci🐰

29 Agustus 2020.

MelVa (END)Where stories live. Discover now