DIARY XXVII

44 2 0
                                    

Masih sama seperti hari sebelumnya, dia masih bersedia untuk mengantarkanku ke kantor padahal dia sendiri sibuk disekolahnya. Aku tidak tahu ini hari keberapa dia mencoba mendekatiku, aku tidak menghitungnya.

Merasa tak enak ketika aku selalu mendiamkan dirinya, sebenarnya dia laki-laki yang memang baik. Benar apa kata Dita.

Mungkin jika orang lain yang menghadapiku akan kesal karena selalu diam ketika berbicara atau menimpali pun dengan beberapa kata atau kalimat saja dan hanya akan cerewet pada orang-orang yang betul-betul aku kenal.

Tapi Derian tidak begitu, tutur kata dia lembut, mau aku jawab atau tidak pun dia akan tetap tersenyum kemudian melanjutkan pembahasan yang sama sekali tak akan kujawab. Sekali lagi, dia tidak kesal atau pun marah.

Dia benar-benar laki-laki yang lembut dalam memperlakukan lawan jenis.

Baru kuketahui juga kalau dia adalah ketua osis yang sudah lengser dari jabatan karena harus fokus akan UN. bukan dia yang cerita tapi Dita, Derian tidak pernah menceritakan tentang dirinya jika disekolah karena katanya itu akan terdengar sombong, dia memilih untuk selalu bercerita mengenai alam, mengenai hal yang dia suka meskipun sekali lagi, tanggapanku hanya diam dan mendengarkan tanpa menjawab apa-apa.

Derian sama seperti Rian, mereka sama-sama menyukai alam. Mereka suka keindahan, mereka suka naik gunung.

Sudah cukup Arina, berhenti untuk mencari kesamaan diantara keduanya, jelas-jelas mereka adalah cucu Adam yang berbeda.

Derian bukan Rian
Rian bukan Derian

Mereka tidak sama, Derian bukan kaptenmu yang sudah satu tahun menghilang tanpa jejak yang harus kamu ikhlaskan sebelum cerita itu dimulai.

"Sudah sampe, Rin" ucapnya melambungkan lamunanku ke langit yang amat luas

"Ng... iya makasih" jawabku melepas helm dan langsung meninggalkannya ke dalam

Aku sengaja selalu bersikap dingin, diam saat dia bicara karena aku ingin dia merasa jijik akan sikapku lalu menjauhiku. Tapi usahaku seperti senjata yang memakan tuannya. Semakin aku begitu semakin juga dia gencar untuk dekat dan menciptakan pembahasan.

***

"Aku perhatiin dia baik banget ya, Na?" tanya Siva setelah aku bercerita bagaimana tidak inginnya aku diantar tapi Derian selalu mempunyai cara supaya aku mau.

"Aku cuma takut, Siv"

"Ya itulah kamu,"

"Maksudnya?"

"Kamu selalu takut, bahkan sama hal yang belum tentu akan terjadi. Na, trust me deh dia orang baik, don't be afraid for something ok?"

"Kamu tahu sendiri 'kan, Siv---"

"Ya i know, mereka itu beda Derian bukan Rian, jangan pernah mau dipenjarain sama fikiran sendiri, kamu harus kasih diri kamu kesempatan kenal sama orang baru."

"Soalnya mau sampe kapan menunggu orang yang sama sekali nggak pengen ditunggu?" lanjut Siva.

Aku akui meskipun Siva lebih muda beberapa bulan dariku tapi dirinya begitu dewasa dariku soal apa pun. Pribadinya yang santai membuat dirinya selalu mampu membaca situasi atau pun mampu memberi solusi yang cukup untuk dilakukan dan dipertimbangkan.

"I can't Siv" lirihku

"Sure you can," yakinnya

"Don't be afraid and don't doubt yourself, ok?"

Aku mengangguk tanda setuju, dia benar aku hanya terlalu takut pada hal yang belum tentu terjadi, dan meragukan diriku sendiri pada sesuatu yang mana membuat pendirianku tidak menentu.

Rin's, D I A R Y [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang