DIARY IX

64 3 0
                                    

Pelajaran olahraga sudah selesai, saatnya berganti pakaian, saat akan ke kelas wali kelasku bu Pipit menahan.

"Kamu diluar dulu ya,"

"Lho, kenapa bu?" tanyaku heran

"Gak apa-apa, ada hal yang penting yang ibu bakal sampein ke mereka yang di kelas"

"Tapi kan, bu"

"Sebentar aja, dua puluh menit."

Aku hanya mengangguk dan menunggu diluar sesuai apa yang di perintahkan.

"Hai," ucap seseorang

"Ngapain kamu?" tanyaku

"Pengen ngobrol aja,"

"Ngobrolin apa lagi, Zi. Kita 'kan udah bukan temen." Jawabku menekan kata teman.

"Emang kalo bukan temen, gak boleh ngobrol?" tanyanya

"Bagi aku gak."

Tidak untuk teman yang mencampakkanku.

Dia masih mengajakku berbicara, tapi untungnya bu Pipit sudah keluar dari kelas.

"Rin, kamu gak perlu khawatir lagi." Ucapnya membuatku bingung

"Khawatir?"

Bu Pipit berlalu begitu saja tanpa menjelaskan apa pun. Aku pun bergegas ke kelas meninggalkan Zion yang masih terpaku di tempat.

Saat di kelas aku merasakan ada yang aneh.

"Dasar tukang ngadu!" umpat Ana yang terdengar olehku

"Sst, Ana lo gak denger tadi apa kata bu Pipit," timpal Davi

Aku bergegas mengambil baju seragam untuk ganti baju ke toilet, Selvi memanggilku dari arah belakang, membuatku menengok dan diam di tempat.

"Sel, ada apa sih?" tanyaku yang masih heran dengan sikap anak-anak kelas.

"Kita laporin mereka yang udah bully kamu," timpal Olivia yang baru saja datang

"Laporin gimana?"

"Pokoknya kamu gak perlu khawatir lagi ya, semuanya udah aman." jawab Selvi

"Apa gak berlebihan? Gini aku terima kasih banyak sama kalian tapi apa harus dengan cara ini?" tanyaku pada mereka berdua

"Cuma ini cara supaya mereka jera, apalagi si Davi."

Aku kembali berpikir, apa semua ini tidak berlebihan untukku? Bahkan saat tadi aku kembali ke kelas mereka semua diam, tak ada lagi sebutan-sebutan itu. Lega, jujur aku lega, tapi tatapan mereka masih sinis saja padaku.

***

Bukan anak lurah namanya jika dijalan tidak memborong seisi jalan.
Itulah kami saat dijalan, ujung kanan sampai kiri penuh dengan kami.
Berjajar seperti pindang yang berdiri.

"Abis ini maen yuk dirumahnya, Deva" ajak Nanda pada kami semua

"Asal ada makanan," timpal Wuni

"Yailah, Wun. Iya pasti ada" jawab Deva

"Sambil ngerujak yuk?" usul Siva diangguki oleh Dita serta Trisa

"Cabenya dari aku aja," ucap Bellkys

"Gula merahnya dari aku," tambah Tri

"Aku patungan perut ajalah ya," seru Rieke

***

Dirumah Deva nampak sepi, orangtuanya sedang bekerja. Kami sudah tidak sungkan untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi sebagian dari kami belum sampai, baru ada aku, Siva, dan Trisa.

Rin's, D I A R Y [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang