PART 61 : BERPASRAHLAH

Start from the beginning
                                    

Helen terdiam, ragu untuk memutuskan. Papa Mamanya tidak menginginkan gadis itu memesan taksi atau ojek online. Itu sebabnya Helen selalu bergantung dengan Pak Lutfi, atau Brilian. Tapi sekarang, jangankan untuk meminta tolong mantan pacarnya itu, hanya menghubungi saja rasanya canggung sekali.

"Yaudah Pak, aku tunggu di sini aja." Tidak ingin berada di dalam mobil sendirian, Helen melangkah ke luar. "Pak Lutfi jangan lama-lama, ya."

Sesaat setelah ditinggal Pak Lutfi, Helen baru menyadari ia terjebak di sebuah perkampungan yang agak sepi. Oh, sebenarnya masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Hanya saja kebanyakan pick up atau kendaraan berukuran besar yang digunakan untuk mengangkut hasil panen dari warga sekitar.

"Sssst, cewek.."

Pegangan Helen di ponselnya terlepas. Ia menoleh ke samping. Takut-takut memandangi dua orang cowok berseragam SMA yang berboncengan.

Sekilas, Helen sempat mengira motor yang terpakir di sampingnya itu milik Brilian. Tapi ternyata cuma warnanya saja yang sama, merk-nya berbeda. Ia semakin panik ketika menyadari sepasang cowok yang menyapanya itu bukan orang yang dikenalnya.

"Lo mau ke sekolah?" tanya si pengemudi. "Bareng gue aja, yuk."

Helen yang lugu dan polos itu, malah sempat-sempatnya bertanya. "Terus temenmu ini gimana? Ditinggal di tengah jalan?"

"Ini kan dipinggir..." Tatapan cowok itu menyipit saat berusaha mengeja nama yang tertulis di seragam Helen, "Len, ayo bonceng tiga aja."

Melihat penampilan cowok-cowok di depannya itu, Helen semakin bergidik. Si pengemudi rambutnya dicat merah di bagian pinggir. Sementara pemboncengnya punya poni yang panjangnya sampai menutupi sebelah mata. Keduanya mengenakan jaket berwarna kuning yang sangat mencolok.

"Dih, sombong banget, sih." Karena tidak kunjung disambut Helen, Tama menyimpan tangannya yang sudah terulur. "Diajak salaman aja nggak mau."

Helen berbalik. Buru-buru memungut ponselnya, lantas mulai berjalan menjauh dari keduanya. Sayangnya cowok-cowok asing itu masih bersikeras membututinya. Ia sudah mencoba menghubungi Pak Lutfi, namun tidak ada jawaban. Sampai tiba-tiba terdengar suara deru mesin motor lain yang mendekat.

"Heh, bocah. Sekolah yang bener dulu sana. Dandanan kayak lampu lalu lintas jalan gitu pake banyak gaya," bentak cowok itu dengan intonasi yang cukup keras.

Tama menyikut lengan kawannya. Sedangkan cowok yang ada di boncengannya itu tampak bergidik memegangi pundaknya. Keduanya sadar sesadarnya, jika lawannya punya badan yang lebih tegap juga kekar.

"Lah? Main kabur aja? Belajar yang rajin, Nak!" teriaknya sebelum dua bocah SMA itu menghilang dari pandangannya.

Helen mundur menjaga jarak. Ponselnya digenggam erat.

"Lo nggak papa, kan?" Cowok itu menatapnya dari ujung rambut sampai kaki. "Hmm, kayaknya nggak ada yang lecet, sih. Berarti tadi mulus dong."

Sebelah alis Helen terangkat. "Mulus apanya?"

"Mulus mendaratnya ke bumi," tukas cowok itu spontan. "Lo bidadari, kan?" Lalu ia terkekeh geli mendengar gombalannya sendiri.

Helen meneguk ludah. Pikirannya jadi kemana-mana. Apa cowok di depannya itu juga ingin menggodanya? Ah, ia jadi muak menjadi cewek lemah yang tidak bisa apa-apa dan selalu dirinya pada orang lain.

Coba kalo Vanila yang di posisi gue, dia pasti bisa ngelindungin dirinya sendiri.

Cowok berperawakan tegap itu mendekati menajamkan tatapannya. "Oh, lo anak Rising Dream? Oh, pantesan gue ngerasa kayak udah pernah liat lo," tanya cowok itu ketika mendapati nama sekolah familiar itu tertulis di lengan seragam Helen.

Helen mengangguk cepat. "Lo...juga?"

Cowok itu menggeleng sembari tersenyum. "Gue anak kuliahan. Tapi gue punya temen yang satu sekolah sama lo."

Tidak ingin berinteraksi lebih jauh, Helen hanya diam saja.

"Kenal Late, kan? Nah dia itu sobat ambyar gue. Hehe." Rendy mengenakan helmnya, duduk di motor lagi untuk bersiap melanjutkan perjalanannya ke kampus. "Nama lo...."

Di luar dugaan, Helen lebih dulu memperkenalkan diri.

"Helen Shabita," tukas gadis itu. Mulai percaya jika Rendy bukan cowok perusuh seperti yang ia duga sebelumnya.

Rendy membalas senyuman Helen dengan sumringah. Tangannya semangat menjabat Helen. "Gue Rendy."

***

Baru sadar kayaknya gue belum milih visual Rendy. Buat para pecinta Timnas Lover, pasti ngebayangin Renjul, Dilannya timnas? Hohoho

Helen udah bahagia, Brilian apa kabar?

Yakin nggak kalian, kalau karakter di VaniLate bakal bahagia semua? JENG JENG.
Masih banyak kejutan lagi sebelum ending.

Btw, ada yang nunggu aku up Gemaya?

Salam sayang,
Rismami_sunflorist

VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now