PART 21 : SEKOLAH

13.4K 2.3K 844
                                    

Ketika hatimu sakit, jangan beri kesempatan setiap orang untuk mengobatinya. Kasihan mereka, bisa-bisa cuma kau jadikan pelampiasan.

***

Senin pagi, Vanila tiba di sekolah dengan wajah kusut. Ia turun dari motor Key yang berhenti di depan gerbang sekolah.

Alhasil, beberapa siswi yang kebetulan melintas tampak berbisik-bisik sambil mencuri pandang ke arah keduanya.

"Heh, bocah!" Key memanggil adiknya yang baru melangkah menjauhinya.

Vanila menengok malas. "Apalagi sih, Bang?"

Key tidak menjawab. Ia sibuk merogoh-rogoh sesuatu dari dalam tasnya, lalu tersenyum ketika mendapatkan apa yang ia cari.

"Nih!" Dilempar sebuah minuman kaleng ke Vanila yang refleks langsung menangkapnya. "Biar muka lo beneran dikit. Gue cabut dulu, ya. Bye!'

Seperti hari-hari biasanya, ketika Vanila sedang bad mood, Key akan memberinya segala macam minuman rasa Vanilla Latte.

Bahkan Key juga sering mengajaknya nongkrong dari satu kafe ke kafe lain untuk mencicipi menu favoritnya itu dari tempat yang berbeda-beda.

Sepeninggal Key, beberapa siswi berbondong-bondong mengerubungi Vanila.

"Abang, Van?" tanya Bunga, teman satu kelas Vanila.

"Wih, lo punya Abang ganteng disimpen sendiri. Takut gue embat?" Linda menyahut kepedean.

Sejak turun dari motor Key, kepala Vanila terus menunduk. Dan ketika gadis itu mengangkat wajahnya, orang-orang yang berkerumun di depannya seketika terjingkat.

"Astagaaaa, Van. Kantong mata lo udah kayak panda kelunturan maskara, dah." Bunga mengamati gadis itu lekat-lekat.

"Harusnya sebelum tidur, lo pake masker." Linda memberi instruksi.

"Tiap hari, tiap jam, tiap menit dan tiap detik, gue selalu pake masker, Lin." Meski malas menjawab, Vanila tak tahan ikut berkomentar.

Linda berdecak. Kepalanya menggeleng-geleng heran. "Bukan masker yang ini, Jenab."

Tanpa sadar, Linda sedikit menarik masker yang dikenakan Vanila.

"Singkirin tangan lo." Vanila memgibaskan dengan kasar tangan Linda yang menempel di maskernya. "Gue paling nggak suka kalo ada yang pegang-pegang masker gue."

"Yang boleh cuma Brilian, kan?" celetuk Bunga asal, yang ternyata dugaannya tidak salah. "Oh jangan-jangan tampang lo bete gini gara-gara berantem sama dia."

Vanila bungkam. Dipercepat langkahnya menuju kelas. Kesal karena terus diikuti, ia berbalik memaki kedua temannya.

"Kalian ngapain sih ngintilin gue terus? Mau kenalan sama Bang Key?' Vanila mendengus kasar.

"Kita kan sekelas Van," jawab Bunga datar. Ia bergandengan dengan Linda, melangkah melewati Vanila yang tampak kesal sendiri. "Dasar cewek aneh," gerutunya yang masih terdengar di telinga Vanila.

Ketiga murid kelas sepuluh itu melenggang bersama menuju kelas. Karena masih kesal, Vanila melangkah lebar-lebar mendahului kedua gadis itu. Tak lupa, ia sengaja menubruk lengan Bunga sebagai tanda peperangan masih akan terus berlanjut.

"Eh apaan, ni?" Vanila menatap sebuah papperbag berwarna cokelat di atas bangkunya. "Kerjaan siapa, woy!"

Niatnya memang bertanya, tapi suara Vanila lebih terdengar seperti menuduh salah satu diantara teman-temannya yang pagi itu sudah datang.

"Nggak ada yang mau ngaku?" tanya Vanila lagi, kali ini nada bicaranya direndahkan.

"Lo cek dulu isinya apa, baru boleh ngamuk, Van." Virgo yang baru datang, langsung paham dengan atmosfer mencekam di kelasnya. "Udah belom?"

VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now