PART 8 : LELAH

16.8K 2.8K 1.3K
                                    

Untuk apa memberi harapan, jika pada akhirnya meninggalkan.

Untuk apa menawarkan bergandengan tangan, jika tanpa terduga tiba-tiba dia melepaskan.

***

Di depan Vanila, cowok bertampang sangar itu melotot. "Badut lapangan pale lo! Sama calon kakak ipar yang sopan dong."

Calon kakak ipar?

Perut Vanila mendadak mulas. Selanjutnya, ia memperlihatkan gaya sok-sok ingin muntah, hingga membuat Key ingin menjitak adik perempuannya itu.

Tak ada yang menyadari jika Late baru saja membuka matanya. Ia terbangun dengan pening yang menyiksa di kepalanya.

Apalagi setelah mendengar suara lengkingan cewek yang akhir-akhir ini familiar di telinganya. Saat mendapati Vanila yang sedang berperang dengan kakak perempuannya, Late mencoba bangkit dengan berpegangan pada kursi.

"Kak, kak! Ini dia cewek yang udah bikin gue pingsan," tukas Late rusuh sambil menunjuk-nunjuk ke arah Vanila yang hanya mendecak. "Lo tadi sengaja kan mau celakain gue?"

Kaki Vanila maju selangkah. Bersiap pasang badan kalo diajak baku hantam. "Heh, Malih! Udah untung lo itu nggak gue buang ke tengah jalan. Bukannya ngucapin makasih, malah nyalah-nyalahin gue."

"Tuh, Kak denger sendiri. Sadis, kan?" Late bermaksud menghasut Tesa agar sekubu dengannya. "Kakak mau punya adik ipar macem dia?"

Tesa menaikkan ujung bibirnya. Menatap Vanila dengan sorot berkilat-kilat. Sinis bukan main. Saat teringat kejadian di lapangan Pancasila kemarin, kebenciannya pada Vanila semakin meradang.

Seumur-umur baru kali itu ia mengalami kejadian memalukan di tempat umum dan ditonton banyak pasang mata.

"Mulai detik ini juga, kita putus." Tesa mendongak, menatap Key yang jauh lebih tinggi darinya.

Mendengar ucapan Tesa yang dinadakan tegas, di dalam hatinya Vanila melompat-lompat kegirangan.

Yes! Nggak jadi punya kakak ipar badut lapangan.

"Tes, jangan kayak gitulah. Kita baru aja jadian sejam lalu, masa udah putus?" Key menggaruk-garuk tengkuknya, galau. "Masalah dua bocah ini jangan disangkut pautin sama hubungan kita dong."

"Bang, lo jadi cowok nggak ada harga dirinya gitu, sih? Malu gue jadi adek lo," celetuk Vanila lalu menyeret kakaknya menjauh dari sana.

Namun baru beberapa langkah mereka berjalan, Vanila tiba-tiba ingat sesuatu. Ia menghampiri Late yang menatapnya penuh waspada.

Setelah bangun dari pingsannya tadi, Late merasa ada sesuatu yang aneh di badannya. Pegal dan tulang-tulangnya seperti hendak remuk. Kalo bukan gara-gara ulah Vanila, siapa lagi?

Demi keselamatannya sendiri, untuk sementara waktu ada baiknya ia menjaga jarak dulu dengan gadis itu.

"Apalagi?" tanya Late dengan dagu yang sedikit diangkat.

"Siniin hp lo." Vanila menyodorkan tangannya, menunggu reaksi dari Late. "Hihhh, lama banget sih!"

Tanpa merasa canggung, sepasang tangan Vanila lincah merogoh-rogoh kemeja dan celana yang dikenakan Late.

"Lo mau ngapain sih? Dasar cewek mesum!" teriak Late, pura-pura bergidik geli. Padahal sebenarnya di dalam hati keenakan.

"Yes, dapet!" Vanila mengangkat sebuah ponsel yang ditemukan di salah satu saku celana Late.

"Balikin, nggak! Itu hp bukan cuma buat sosmed-an, tapi buat kerja juga." Late menjulurkan tangannya, berusaha meraih ponselnya yang disembunyikan Vanila di balik punggung.

VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now