PART 3 : KALAH

24K 3.8K 1.6K
                                    

Agar hidupmu tidak begitu-begitu saja, semesta seringkali memberi kejutan melalui perantara orang asing.

***

Vanila memang bangun lebih pagi dari biasanya. Tapi karena sempat berdebat beberapa saat dengan Mamanya, ia pun berangkat menuju sekolah di jam yang sama seperti hari-hari biasanya.

"Mbak, kita lewat jalan Pandansari aja, ya. Soalnya setahu saya, di Jalan Manggis yang biasa kita lewati lagi ada demo Pilpres."

Pak Riyandi, sopir kepercayaan keluarga Vanila, meminta ijin sembari membelokkan kemudinya ke kanan.

Vanila mengangguk-angguk saja. Toh, ia juga lupa jalan mana yang dimaksud Pak Riyandi. Untuk urusan hafal menghafal arah jalan, Vanila nol besar. Sering lupanya, dan malah membuatnya kerap kali dipertemukan dengan jalan buntu.

"Mbak Vanila udah pengen nyetir sendiri, ya?" tanya pria itu yang sejak tadi memperhatikan raut wajah Vanila dari kaca mobil.

"Emang boleh, Pak?" Bola mata Vanila yang lebar langsung membulat penuh.

"Ya enggaklah. Nanti bisa-bisa saya diamuk Bu Claudia," tukas Pak Riyandi lalu terkekeh.

Spontan, wajah Vanila tertekuk sebal. Udah aslinya lagi bad mood, malah dikerjain pula sama Pak Riyandi. Daripada moodnya makin hancur, dilempar tatapannya ke luar jendela.

Senin pagi. Jalanan sudah penuh sesak oleh pengendara. Di antara ribuan manusia itu, mana tahu ada cogan dari sekolah lain yang kebetulan melintas.

Saat mobil yang dikemudikan Pak Riyandi sampai ke sebuah kawasan di dekat pasar pagi, tatapan Vanila tertancap pada sosok makhluk tak asing di pinggir jalan.

Oh, tolong jangan mengira dia bertemu cogan. Yang terjadi sekarang, mood Vanila malah makin ancur parah.

Namun anehnya, selang beberapa detik kemudian ia meminta Pak Riyandi sedikit menepikan mobil.

Kaca jendela Vanila dibuka setengah. Kepalanya dijulurkan. "Yaelah, motor aja sampe ilfeel gitu sama lo! Makanya jangan nyebelin, tuh jadi ngambek, kan motor lo?" Suara Vanila terdengar melengking di balik maskernya.

Late yang sedang berusaha memutar-mutar gas motornya, sampai terkejut mendengar lengkingan yang mirip terompet tahun baru itu.

Amit-amit punya cewe macem toet-toet kang cilok gini.

"Mogok, ya? Sukurin!" Vanila ingin menjulurkan lidahnya. Tapi percuma dong kalo dia masih tetap pake masker. "Siap-siap kena amuk guru BK lo karena telat nyampe sekolah, yaaa."

Sebelum meminta Pak Riyandi melaju lagi, Vanila sempat memperhatikan stiker lambang sekolah yang menempel di badan motor Late.

Sekolah Garuda Muda

Vanila terkikik sendiri.

Gilak, masih jauh banget dong. Gue jamin dia bakal telat sampe sana.

Late sudah nyaris menembakkan makian kalau saja Vanila tidak buru-buru menutup jendela mobil dan berlalu begitu saja.

Cowok itu mendengus kasar lalu kembali sibuk pada motornya. Mendadak ia mendapat Ilham ketika memperhatikan angkutan umum yang berlalu-lalang. Akal bulusnya kembali bekerja.

Setengah berteriak, ia melambai-lambai ketika salah satu angkot melintas. "Stop, Pak!"

Angkot itu berhenti tepat di sampingnya. Anehnya Late tidak segera naik. Ia mengamati situasi di dalam angkot lebih dulu, sebelum memutuskan untuk menumpanginya.

Setelah memastikan semua berjalan sesuai rencana, Late memilih salah satu kursi kosong.

"Jangan jalan dulu, Pak!" cegah Late sembari menepuk-nepuk pundak sopir angkot.

VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now