PART 9 : MENGALAH

15.8K 2.7K 1K
                                    

Kamu pikir menunggu itu perkara mudah? Lama kelamaan aku bisa saja melemah kemudian benar-benar lelah.

Jangan salahkan jika nanti aku memilih mundur karena cinta yang mulai luntur.

***

"Kak Pijar! Kak, ini kertasnya!" teriak Brilian sambil tetap berusaha mengejar seniornya itu.

Pijar benar-benar gelisah. Kepalanya menoleh berulang kali ke arah Brilian yang masih terus mengekorinya.

Sampai akhirnya langkah gadis itu terhenti ketika tubuhnya menubruk seseorang. Tak siap memasang kuda-kuda, tubuh kurusnya pun terpelanting ke lantai.

"Ya Ampun, Jar. Sorry sorry gue nggak sengaja." Sebuah suara menyapa dari atas kepala Pijar yang menunduk.

Tatapan Pijar terangkat. Di depannya seorang cowok sedikit membungkuk sambil mengulurkan tangan untuk membantunya.

"Andre?" Pijar menatapnya dengan canggung.

Selang beberapa detik kemudian, Pijar mendengar suara lain yang memanggilnya dari jarak dekat. Ia tidak menyadari jika Brilian, adik kelasnya itu, rupanya sudah berhasil menyusulnya.

"Kak?" panggil Brilian yang berdiri di balik punggung Pijar dengan napas tersengal. "Ini kertas-kertas tugas punya Kakak tadi ketinggalan."

Karena Pijar tak juga bereaksi, Brilian mengentak maju sampai akhirnya berada di hadapan gadis itu.

"Iya, makasih," kata Pijar singkat lalu memberanikan diri menatap Brilian yang ada di depannya.

Tahun dan bulan kematiannya nggak muncul lagi?

"Kak? Kakak nyari apaan?" tanya Brilian penasaran. Ia bingung melihat Pijar yang sejak tadi mendongak dengan arah mata ke atas kepalanya. "Ada lalat di atas kepalaku, ya?"

Bola mata Pijar mengerjap-ngerjap. Tatapannya ditajamkan. "Hari ini kamu ulang tahun, ya?"

Brilian melebarkan senyuman. "Kok kakak tau? Oh, iya. Kenalin namaku Brilian, Kak. Kelas 10 IPS 3. Maaf tadi aku nggak sengaja nabrak Kak Pijar."

Pijar meneguk ludah. Tangan Brilian yang terulur di depannya, diabaikan selama beberapa detik.

"Kak?" tanya Brilian ramah, mencoba sopan pada seniornya.

Andre yang punya ilmu kebatinan dan kepekaan tingkat dewa, mulai menyadari jika Pijar tampak tidak nyaman dengan keberadaan adik kelasnya itu.

"Iya, nggak papa," jawab Pijar dengan suara bergetar.

Karena khawatir akan dicap sombong dan tak ramah dengan juniornya, Pijar pun terpaksa menjabat tangan Brilian yang masih telurur.

Genggaman tangan Pijar memicu sensasi aneh yang membuat Brilian tiba-tiba merasa pilu. Seperti akan ada kesedihan serta kehilangan yang terjadi secara bersamaan.

Tapi apa, kapan dan siapa?

Entahlah, Brilian sendiri tidak mengerti apa penyebab perasaannya mendadak tidak enak begitu.

"Salamannya nggak usah lama-lama bisa?" tukas seorang cowok yang baru saja datang bersama sahabat baiknya.

Bersamaan dengan teguran itu, tangan Pijar ditarik paksa dari arah belakang. Membuat genggamannya di tangan Brilian terlepas. Detik-detik yang menyiksa gadis itu pun berakhir.

Sambil menarik napas panjang, Pijar mengusap bulir-bulir keringat yang membasahi dahinya.

"Ciyeee cemburu." Sengaja Willy melontarkan kalimat yang memancing huru-hara.

VaniLate (SELESAI)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum