PART 60 : IKHLASLAH

9.3K 1.8K 459
                                    

Aku pernah bertanya-tanya kenapa Tuhan menggantungkan sebuah harap sekian lama. Namun kini yang kudapat nyatanya jauh lebih indah, terbayar dari penantian panjangku selama ini.

***

Key tertegun sejenak. Dahinya berkerut. Kentara sekali ia berusaha memikirkan kata-kata yang pas. Ia tidak ingin membuat Brilian sakit hati, atau sebaliknya, jangan sampai Brilian salah paham dan merasa jika ia memberi kesempatan cowok itu untuk mendekati Vanila lagi.

"Boleh-boleh aja, sih." Key menjawab sembari mengangguk ragu. "Tapi masalahnya, apa Vanila mau?"

Belum sempat Brilian merespon, Key kembali berujar. "Lo nggak bakal minta gue ngebujuk Vanila buat nerima lo lagi, kan?"

Brilian meringis. Tebakan Key benar. Ia ingin berusaha dulu, baru dipikirin belakangan gimana kira-kira tanggapan Key setelah mendengar permintaannya itu.

Key membuang napas kasar lantas menatap Brilian dengan intens. "Hatinya Vanila itu ya dia sendiri yang ngendaliin. Gue nggak punya kuasa buat ngatur dan ngerubah perasaannya."

"Alah, Bang. Bantuin, ya. Lo kan tahu gue sama Vanila -"

"Udah temenan dari kecil? Sahabatan lama?" potong Key, seolah menebak isi kepala Brilian. "Dia juga udah suka lo bertahun-tahun, Bro. Dan lo? Juga udah gantungan dia bertahun-tahun."

"Coba lo bayangin kalo lo ada di posisi gue. Lo punya adek cewek. Lo tahu kalo dia abis disakitin sama cowok yang dia suka. Apa reaksi lo?" tanya Key serius. Walau Brilian tak merespon, ia tahu apa yang dipikirkan cowok itu. "Lo pasti ngerasa nggak terima, kan?"

Brilian meneguk ludah, membasahi kerongkongannya. "Tapi sebenernya gue juga suka Vanila, Bang. Awalnya gue takut, kalo ternyata perasaan gue itu cuma sekedar nyaman karena terbiasa bareng sama Vanila. Itu yang bikin gue selalu nunda-nunda waktu buat terus terang sama dia."

"Dan akhirnya lo sadar setelah ada penawar yang ngobatin rasa sakit hatinya Vanila." Tak lagi bisa memfilter ucapannya, Key mengutarakan semuanya secara blak-blakan.

Berusaha menempatkan diri menjadi kakak yang baik, Key menepuk-nepuk pundak Brilian.

"Bro, kita ini cowok. Nggak seharusnya cowok main curang. Lo terlambat, artinya lo harus nerima konsekuensinya, yaitu nunggu," tukas Key panjang lebar. "Tapi gue juga nggak bisa ngejamin gimana kedepannya, ya."

"Gini, gini, perumpaannya. Lo telat ke sekolah pasti nggak boleh langsung masuk kelas sama gurunya, kan? Apalagi kalo gurunya cewek, lagi PMS. Woooh mantep tuh pasti hukumannya. Disuruh berdiri seharian di luar kelas."

Merasa tenggorokannya kering setelah ceramah dadakan, Key merogoh-rogoh isi papperbag yang dibawa Brilian. "Nggak ada minumannya, nih?"

Brilian mendengkus sembari memberengut sebal. "Ya lo kira gue BetaMart, Bang? Semuanya gue bawa?"

Di sofa yang didudukinya, Key bersandar sembari menyilangkan kaki. Ia mulai memainkan ponselnya, walau sesekali masih memperhatikan Brilian yang tampak sedang melamun dengan wajah sendu.

Secuil perasaan bersalah menyelinap di hati Key. Namun sebagai kakak yang ingin melindungi adik perempuannya, ia merasa sudah melakukan yang terbaik.

***

"Taraaa!" Vanila menghampiri Late yang sedari tadi memperhatikannya memasak dari kursi meja makan.

"Ini mie-nya lo apain, Van?" Bukannya merasa tersanjung, Late malah memperhatikan mie goreng di piringnya yang disajikan Vanila dengan bentuk berbeda.

"Ini mie-nya lo apain, Van?" Bukannya merasa tersanjung, Late malah memperhatikan mie goreng di piringnya yang disajikan Vanila dengan bentuk berbeda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nama mie-nya tuh..." Vanila mengetuk-ngetuk garpu ke dagunya. "Mie goreng cinta ala cewek ninja."

"Uhuk!" Late yang baru saja menyeruput segelas air, nyaris menyemburnya ke wajah Vanila. Ia kemudian bergidik. "Alay lo, jijik gue dengernya."

Vanila memukul kencang lengan Late. "Bercanda, elaaaah. Ya masa gue disuruh bar-bar terusss. Sekalinya manis, kalem gitu, malah bikin lo mau muntah."

Late manggut-manggut geli. "Yaudah, ni mienya boleh gue makan kagak? Lo dari tadi ngoceh mlulu, kapan makannya?"

Baru saja hendak menggulung mienya dengan garpu, Vanila tiba-tiba menyambar piring di depan Late.

"Eitsss, bentar-bentar." Gadis itu celingak-celinguk lantas tersenyum ketika menemukan sebotol saos sambal di atas meja. "Lebih mantapss kita tambahin ini."

Tangan kanan Late terangkat, ingin mencegahnya. Tapi Vanila terlanjur menuangkan saos sambal itu ke piringnya dengan brutal. Sampai-sampai bagian atas mie gorengnya yang berbentuk hati, berubah warna menjadi orange kemerahan karena dilumuri saos secara berlebihan.

Aduh, gue kan nggak bisa makan pedes. Tapi kalo gue bilang jujur ke Vanila, nanti dia kudu bikin lagi. Padahal tadi dia udah susah-susah cetak mienya jadi bentuk love. Mana dihias-hias pula.

"Nah, ayo dimakan." Vanila menyodorkan piringnya ke Late, kemudian duduk di depan cowok itu. "Pasti mantapssssss!"

Late meringis. Menyuap gulungan mienya dengan hati-hati. Saat rasa pedas dari mienya menyambar ke mulut, bulir-bulir keringat mulai menetes dari dahinya.

"Lat? Kayaknya sambel botolan yang gue pake, nggak terlalu pedes, deh. Kok lo udah keringetan?" Vanila memandangnya heran. Disambar tisu yang ada di meja makan lantas disodorkan ke wajah Late. "Nih pake buat ngelap."

Late terdiam sejenak. Berusaha menetralkan wajahnya yang memerah, lantas menatap Vanila sembari berujar, "tangan gue kan cuma dua. Satu pegang sendok, satunya lagi pegang garpu. Berarti...."

"Ya, ya, ya. Bawel lo!" Vanila menjulurkan tangannya, mengusap-usap wajah Late dengan tisu yang digenggamnya.

Baru sedetik berhadap-hadapan, Late tiba-tiba membuang muka. "Hatchiiim!"

Vanila bergidik menjauhinya. Selamet-selamet... Nggak kena semburan Mbah Dukun.

"Heh, Van! Itu tisunya jangan-jangan udah Lo pake buat bersihin debu, ya?" Late menunjuk tisu yang masih digenggam Vanila.

"Sembarangan lo kalo ngomong!" sembur Vanila, tidak terima. "Atau mungkin, lo kena alergi, Lat," tukas gadis itu, tiba-tiba berubah serius.

"Hah? Alergi apa?" Late parno sendiri.

Ia tidak mau riwayat sakitnya bertambah. Cuma asma saja sudah membuatnya susah. Apalagi kalau didiagnosis dokter kena penyakit lain?

"Alergi berdekatan sama cewek cantik!" Vanila terbahak. "Buktinya tadi waktu gue deketin lo, tiba-tiba lo bersin, kan!"

Late menanggapi santai. "Ya itu berarti lo membawa banyak virus dan harus disterilkan."

"Sialan lo! Emangnya gue Browny?" Vanila duduk lagi di kursinya, berusaha kalem beberapa menit. "Makan lagi, tuh. Gue capek ngoceh terus."

Sesuai permintaan Vanila, cowok itu melahap mie gorengnya lagi. Walau kerongkongannya terasa semakin terbakar, tapi sorot mata Vanila yang cerah seolah mampu menyegarkan sekujur tubuhnya.

Baru setelah piringnya kosong, Late akhirnya bersuara dengan bibir yang memerah dan tampak lebih tebal.

"Van, kamar mandi di mana?"

***

Dasar bucin!
Dibela-belain sakit perut, padahal Late nggak bisa makan pedes.
Percayalah gaiz, semua akan bucin pada waktunya.

Gue jadi pengen tahu nih. Kebucinan apa yang pernah kalian lakuin?
Hayo ngaku, nggak usah malu-malu. Barangkali kebucinan kalian bisa gue jadiin scene di part berikutnya. Hihi.

Seminggu ini aku pengen terus up setiap hari. Semoga tenaga superku bekerja. Hiaaaaaak

Salam sayang
Rismami_sunflorist





VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now