The Masquerade PRINCE | Chapter 4 - Returning The Favor

Start from the beginning
                                    

Tak tahan mendengar ucapan Dextier yang—menurutnya—semakin melantur, gadis tersebut kembali menuliskan kalimat di kertas lain, kemudian memberikan kepada lelaki ... well, sombong.

Maaf, Tuan. Anda boleh saja menyamakan saya dengan perempuan di luar sana, tapi saya benar-benar tidak membutuhkan uang Anda.

"Jual mahal, eh?" komentar Dextier menarik sebelah sudut bibirnya. "Begini saja, kuberi kau cek—"

"DEXTIER!" Pekikan dari balik tubuhnya menghentikan Dextier hendak berucap. Ketika berbalik, Dextier hampir terjungkal akibat ulah Andrian dan Andreana yang tiba-tiba datang dan langsung menubruk tubuhnya.

Ia mengerutkan kening ketika mendengar kedua adiknya terisak kencang. Pun dengan tangan mereka yang memeluk tubuhnya erat—seolah mereka akan benar-benar kehilangan ketika melepaskan.

"Dex ... ku—kupikir ... kau ...." Andreana mendongak lalu berbicara terbata-bata. "Kupikir kau ikut menjadi korban saat tadi. A—ku sangat takut ketika mendengar—"

"Hei ... hei." Tangan Dextier bergerak melerai pelukan. Ia berjongkok untuk menjajarkan tinggi tubuhnya. "Kalian bisa melihat tubuhku baik-baik saja, bukan? Tidak ada yang perlu kalian takutkan."

"Tapi—"

"Sstt... I'm fine. Don't worry, okay?" Dextier menghapus air mata yang mengalir di pipi Andrian dan Andreana perlahan. Meski ragu, tak urung kedua bocah itu mengangguk lemah.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Dex?" Andrian mengajukan pertanyaan ketika sudah lebih tenang. Hm... ingin sekali Dextier menertawakan ekspresi lucu dua adik tengil yang senang membuat kekacauan ini. Namun, sekuat hati Dextier menahan—jika dipikir-pikir kasihan apabila ia tega menertawakan kekhawatiran mereka.

"Tidak besar. Mereka hanya mengajakku bermain dan aku mengabulkannya," jawab Dxter santai mengedikkan bahu sekilas. "Kalian jangan khawatir. Keahlianku menggunakan senapan tidak dapat diragukan. Hasilnya dapat kalian lihat sendiri jika aku baik-baik saja sekarang."

Andrian dan Andreana kompak mendengkus mendengar kalimat penuh percaya diri Dextier. Manusia satu ini sesekali harus diberi pelajaran akibat sikap menyebalkannya. Sepersekian detik Dextier kembali meneggakkan tubuh—tidak mengacuhkan dengkusan dan tatapan mencemooh Andrian dan Andreana.

"Crishtoff!" Pria itu berteriak memanggil.

"Ya, Sir? Ada yang bisa saya bantu?" ujar Crishtoff begitu berhadapan dengan Dextier.

"Bawa Andrian dan Andreana ke mobil. Antar mereka pulang lebih dulu, aku masih ada urusan. Dan satu lagi ... jangan ceritakan apapun kepada mom dan dad. Urusan mereka biar aku sendiri yang memberitahu."

"Baik—"

"Kami ingin pulang bersamamu juga, Dex," sela Andreana mengajukan protes.

Dextier menarik napas dalam. "Aku masih ada urusan lain, Andreana. Kau tidak boleh ikut. Pulanglah. Crishtoff akan mengantarmu." Sebelum disela, Dextier kembali berbicara, "Andrian, ajak adikmu ke mobil. Sampai di mansion jangan katakan apapun yang dapat membuat mommy khawatir."

"Tapi mommy pasti akan tahu tanpa kita memberitahukan."

"Tidak jika kalian tidak mengatakan apapun!" Andrian masih terlihat tidak setuju. "Tenang saja. Biar nanti aku sendiri yang akan menceritakan apa yang terjadi. Sekarang, ajak adikmu pulang. Hari sudah hampir malam."

Meski setengah tidak setuju, Andrian akhirnya tetap mengangguk. Bocah laki-laki itu segera menggandeng tangan Andreana menuju mobil diikuti Crishtoff di belakang.

"Tunggu!" Sebelum benar-benar meninggalkan area taman, Andreana melepaskan gandengan lalu berbalik menghadap kakak tertuanya.

Dextier mendesah pelan. Adik perempuannya itu sulit sekali diatur. "Apa lagi, Andrea?"

Andreana terlihat ragu, tapi tetap berbicara atas apa yang tengah ia pikirkan. "Kau harus tetap baik-baik saja, Dex. Kami menunggumu di rumah." Gadis itu kemudian berjinjit untuk mencium pipi Dextier kemudian mulai beranjak pergi bersama Andrian dan Crishtoff.

Dextier terperangah. Pria itu sedikit menarik sudut bibirnya beberapa detik, sebelum menormalkan ekspresi dan berbalik. Namun, apa yang ia cari justru sudah tidak berada di tempat.

"Kemana perginya nona bisu tadi?" tanya Dextier pada dirinya sendiri seraya mengedarkan pandangan.
Kemudian pandangannya jatuh pada secarik kertas yang sengaja ditimpa kerikil agar tidak terbang. Dextier mengernyit membaca setiap deretan kalimat yang ia yakini ditinggalkan gadis tadi sebelum diam-diam pergi.

Maaf apabila perlakuan saya tidak sopan—pergi tanpa pamit terlebih dulu. Tapi satu hal yang perlu saya tekankan, jika saya benar-benar tidak membutuhkan uang Anda. Anda juga tidak perlu memotong hutang saya karena ini. Tidak masalah Anda menganggap saya sombong, tapi saya memang ikhlas menolong Anda.

Dan satu lagi--saya tidak memaksa Anda mempercayainya, tapi sepertinya banyak yang memburu celah untuk berbuat jahat kepada Anda.

Terima kasih sudah sudi membaca.

Tertanda,
Ms. Mute

Selesai membaca, Dextier meremukkan kertas dan menggenggam dalam kepalan tangan. Rahang pria itu mengeras. Aliran darahnya terasa mendidih setelah beberapa saat mendingin—teringat dengan kejadian beberapa menit lalu. God damn! Siapapun yang berniat bermain-main dengannya, sudah dipastikan jika orang itu sudah lama mengincar. Dan Dextier tidak akan segan-segan bertransformasi menjadi malaikat pencabut nyawa jika orang itu sampai berani menyentuh kelurganya juga. Dextier berdesis tajam, sebelum menunduk melihat kertas yang sudah berubah lecek.

"Well, jadi ini sebenarnya maumu, Ms. Mute, membiarkanku berhutang budi lalu kau hendak menagihnya suatu saat nanti?" Dextier tersenyum sinis. "Menarik. Akan kuikuti sejauh mana otak licikmu berpikir jika aku akan dengan mudah berbaik hati kepadamu, Ms. Mute."

-------------------------------------

To be continued

--------------------------------------

Terima kasih sudah membaca. Maaf part ini sangat pendek.

Tapi ... yang penting update, kan, meski sedikit-sedikit? 😁

Oke... sampai jumpa di next chapter. See you soon.

With love,
Vi❤

The Masquerade PRINCE [COMPLETED]Where stories live. Discover now