36

17.7K 1K 126
                                    

Para perawat yang bertugas untuk menjaganya di malam itu akhirnya selesai. Seorang perawat yang mengecek kondisinya terakhir kali mengatakan kalau dia harus terus semangat dan jangan terpengaruh oleh pikiran-pikiran buruk yang hendak menggerogoti kewarasannya. Setidaknya jika dia bisa berpikir jernih, kemungkinan untuk tetap hidup itu ada.

Namun, ucapan hanya tinggal sebuah ucapan. Ia sudah kalah oleh pikirannya sendiri. Itulah yang membuat dia diam-diam menyimpan sebuah pisau tajam yang ia ambil saat Bibinya datang kemari untuk mengupas apel.

"Jika... Jika aku tidak bisa mendapatkan Axelle, lantas kenapa aku harus hidup?" Bisiknya pada diri sendiri. Caroline menatap pisau yang ia pegang di tangannya. Meski itu pisau kecil, tapi cukup untuk memutus urat nadinya dan membuat ia mati seketika. Wanita itu menangis sambil menatap nanar pada pisau yang saat ini dirinya genggam.

"Axelle... Aku mencintaimu..."

Tangannya bergetar sempurna ketika dia hendak menyayat kulit tangannya sendiri. Antara takut dan ingin untuk menghabisi nyawanya sendiri. Suara tangisannya lah yang menjadi satu-satunya hal yang menemaninya. Caroline sendirian dan dia ingin sekali menyerah.

Besok pagi, Scarletta dan Axelle akan menikah. Semuanya sudah berakhir, Axelle tidak akan pernah kembali padanya lagi walau dia memohon sekali pun. Axey nya tidak akan pernah kembali.

Wanita itu melirik ke arah televisi yang tidak menyala. Ada pantulan dirinya melalui layar kaca dan ia bisa melihat dengan jelas betapa menyedihkan dirinya saat ini. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk hidupnya karena Caroline sudah kalah. Ia terlalu mencintai Axelle sampai tidak rela jika pria itu berpindah ke lain hati apalagi kepada seorang wanita culun yang tidak pernah dia sukai sejak awal.

Caroline sangat membenci Scarletta karena sedari awal perempuan itu adalah ancaman untuknya. Caroline tahu kalau Letta bisa membuat apa yang ia capai menjadi hancur. Contohnya saja, Chuck, pria yang menjadi selingkuhannya itu dengan terang-terangan mengatakan kalau Scarletta jauh lebih sempurna darinya dan itu membuat Caroline cemburu. Scarletta tidak bisa jauh lebih baik, selamanya Caroline akan menempati posisi nomor satu sebagai wanita yang paling sempurna dan tidak akan ada pernah orang lain.

Namun, pada akhirnya ia tetap kalah. Dia pikir selama ini dirinya sudah menang karena telah mendapatkan Axelle, tapi ternyata ia salah. Axelle tidak pernah berhenti mencintai Letta dan begitu pula sebaliknya. Cinta mereka begitu kuat dan tak ada yang bisa memisahkan keduanya.

"Aku... Aku gagal! Aku tidak cantik dan aku gagal!"

Caroline menekan ujung pisau itu di urat nadinya. Tangisannya berubah menjadi tawa ketika ia melihat kalau tangannya mulai tergores oleh mata pisau itu dan warna darah keluar dari luka sayatannya.

Caroline menghentikan gerakan tangannya. Dia melempar pisau itu jauh darinya lalu menatap merah darah yang mengalir dari luka sayatannya.

"Aku akan bertemu dengan Axey... Aku... Aku..."

Beberapa detik kemudian, Caroline merasakan pandangannya mulai buram. Ia terkulai lemas di atas ranjang pasien sambil menatap kosong ke arah pot bunga di sudut ruangan.

"Axelle... Aku... Menyesal..."

Setelah itu, kesadarannya pun akhirnya hilang. Tatapannya tidak lagi bermakna dan Caroline meregang nyawa dengan keadaan yang sangat menyedihkan.

...

"Tapi kalau kita pergi bulan madu, bagaimana dengan si kembar?" Tanya Scarletta yang saat ini tengah tertidur sambil berpelukan dengan Axelle di atas ranjang. Mereka tengah menikmati malam berdua dan sama-sama tidak sabar untuk menanti esok hari.

Can I Have Your Husband, Too? ✔️ |GRISSHAM SERIES #4| [END]Where stories live. Discover now