Day 8 : DUA Bagian 4

22 4 0
                                    

Sega tahu Kayla tidak mendengarkannya. Gadis yang ia ketahui ragib dengan matcha itu terlalu sombong untuk memahami duka dan masalah orang lain. Namun, Sega berharap Kayla bisa melihatnya. Dia ingin adiknya itu menemukan luka sebenarnya dari kisah mereka, agar ia tidak perlu menyesali kedatangannya.

Sayangnya sikap yang ditunjukkan Kayla semakin membuat batin Sega hancur.

Pemuda itu memandangi tubuh semampai Kayla dengan wajah merah. Ia memejamkan matanya sejenak, berharap dengan begitu benang kusut di otaknya terurai. Menghadapi seorang gadis yang notabene sama-sama mengalirkan darah sang ayah ternyata cukup sulit. Terlebih fakta bahwa mereka tak saling kenal.

Sejak mereka datang di Jakarta, Dhaka tidak tahu jika Sega mendekati Kayla tanpa mengatakan siapa dia sebenarnya. Dhaka hanya tahu Sega bersekolah di Alamanda karena ada adiknya di sana. Sega benar-benar mewujudkan rasa penasarannya terhadap gadis itu. Walaupun ekspektasinya tak seperti yang ia mau.

Sega pikir, jika saat ini Naomi masih hidup pun, mungkin fakta tentang siapa Kayla sebenarnya dapat mengurangi rasa bersalahnya pada Ratna. Setidaknya, itu yang ia simpulkan dari hidup sang adik.

Seperti gadis pada umumnya, Kayla tumbuh dengan baik. Gadis itu bahkan tergolong sempurna secara fisik. Apalagi jika ingat dia adalah bagian dari tim basket inti. Bukan hanya itu, beberapa orang yang Sega kenal pun kedapatan menyukai gadis itu. Lalu, bagian mana yang perlu Sega kasihani dari hidup adiknya tersebut?

Pertanyaan pemuda itu baru terjawab ketika keesokan harinya ia kembali bertemu Kayla di depan mading sekolah. Sega yang memang sedang tak terburu-buru berdiri menyadar di sana, ikut mengamati apa yang menarik perhatian sang adik.

Kalimat "Rayakan Ulang Tahun ke-35 SMA Alamanda Bersama Ayah" menjadi headline.

"Gue rasa acara ini bakalan ramai." Ungkapan pemuda itu sontak menyadarkan Kayla.

Sega pikir gadis itu baru saja melamun, terbukti dari tatapan kosong yang menyesatkan siapa pun ketika menatapnya. Pun dengannya.

"Gue rasa peran ayah di sini penting buat semua orang, ya? And so I," lanjutnya yang dibalas dengusan oleh Kayla.

Tanpa disangka-sangka, gadis itu justru meninggalkannya begitu saja. Pikiran Sega mengirimkan sinyal bahwa ada yang aneh dari pembahasan tentang ayah tersebut. Pemuda itu perlu memastikannya. Jadi, ia kembali mensejajarkan langkah dan mencoba menarik atensi Kayla lagi.

"Saat gue masih kecil, ke mana-mana gue cuma sama bokap. It was very nice memory. Tapi ... gue hancurin kebahagiaan yang seharusnya dibagi."

Baik Sega maupun Kayla sama-sama terdiam. Bedanya, dari sorot retina Kayla menunjukkan jika gadis itu tidak ingin membahasnya. Sementara, Sega ingin tahu reaksinya. Ada sesuatu yang membuat Kayla tidak ingin membahas kalimat tersebut. Sekarang Sega paham.

Sega baru saja ingin menggali keingintahuannya ketika tiba-tiba sebuah suara mengiterupsi.

"La!"

Untuk kedua kalinya, Sega dipertemukan dengan salah satu penghuni masa lalunya.

What Happened To Perfect? Where stories live. Discover now