PART 52 : TAK BERARAH

Start from the beginning
                                    

"LALAT SEMANGAT!"

Terdengar teriakan kencang dari sisi kanan Late. Bola matanya seketika berbinar. Mengira Vanila datang untuk memberinya dukungan. Namun setelah benar-benar didengarkan, dan cowok itu menoleh ke sumber suara, harapannya pun buyar.

"HEH, VIRGO! DIEM LO!" semprot Late ketika ia melewati sisi di mana Virgo berdiri.

Cowok yang sebangku dengan Vanila itu terkekeh. Gara-gara sering dijadikan teman ghibah dadakan di sela-sela jam pelajaran, ia jadi terbawa bagaimana cara Vanila memanggil Late dengan sebutan Lalat.

"Udah kalo capek nyerah aja, Lat!" Sengaja Brilian mundur beberapa langkah untuk mengompori lawannya. "Gue duluan, ya."

Late ingin membalas. Namun mulutnya benar-benar terasa kering. Jangankan meladeni ocehan Brilian, untuk bernapas saja ia sudah ngos-ngosan.

Seandainya aja Vanila di sini, gue suruh dia nyumpahin Brilian biar kalah.

Beberapa meter di depannya, pacuan langkah Brilian semakin melambat. Tenaga cowok itu sepertinya terkuras di awal start. Berbeda dengan Late yang hanya berlari semampunya, tak memaksakan diri karena ia tahu apa risikonya.

"Mau isi bensin dulu, nggak? Mampir kantin sonoooo," ejek Late sembari menjulurkan lidahnya melewati Brilian.

Tak mau kalah begitu saja, Brilian mempercepat langkahnya. Ia terbiasa menemani Vanila berlatih lari di Lapangan Pancasila, jadi kalau dipikir-pikir, fisiknya tentu lebih kuat dibanding Late.

"YO...YO AYO, YO...YO AYO!"

Mengiringi Late dan Brilian yang tampak bersamaan menuju finish, sekumpulan murid-murid kelas satu mengumandangkan jingle Asian Games.

Late merasa napasnya semakin tercekat. Hidungnya mampet, seolah kehilangan fungsinya untuk menghirup oksigen. Sambil memegangi dadanya, Late bersikeras memenangkan pertandingan itu.

Dikit lagi... Dikit lagi... Gue harus kuat, buat harus menang...

***

Di ruang BK yang mendadak terasa panas meski terdapat dua AC di dalamnya, Vanila dan Helen terus diceramahi.

Bu Weni, guru BK yang mengampu murid-murid kelas satu, berulangkali menggeleng. Wajahnya masih menunjukan keheranan sejak mendapati kedua murid di depannya itu, tadi digiring paksa oleh Pak Ismed ke ruangannya.

"Jadi sebenarnya, apa masalah kalian berdua?" Pertanyaan itu diulang Bu Weni untuk yang ketiga kalinya.

Vanila serta Helen sama-sama bungkam..

"Helen!" panggil Bu Weni dengan nada menggertak. "Kamu juga nggak mau jelasin ke Ibu?"

Bu Weni menarik napas dalam-dalam. Masih memusatkan fokusnya pada Helen.

"Selama ini kalau ada murid yang bermasalah, kamu selalu jadi pelapor nomor satu. Ibu pikir karena kamu memang anak baik, dan kamu juga mau membantu teman-temanmu yang nakal itu agar berubah menjadi lebih baik. Tapi kenapa sekarang, malah kamu yang bermasalah sama teman baikmu sendiri?"

Helen tak bisa berkata-kata. Ia hanya mengerjap, merespon setiap ucapan Bu Weni dengan kedipan mata.

"Kamu juga, Van!" Telunjuk guru berkacamata itu, menuding wajah Vanila. "Kenapa kamu tiba-tiba nyerang Helen?"

"Loh? Yang nyerang duluan bukan saya, Bu! Dia yang tiba-tiba narik rambut saya, ngambil kuncir rambut saya." Vanila membela diri. "Dikira nggak susah apa, ngucir rambut pagi-pagi, mana buru-buru pula," lanjutnya sewot.

Bu Weni memijit-mijit pelipisnya. Menatap kedua murid perempuannya yang berdiri di seberang mejanya. Keduanya sama-sama berantakan. Rambut panjang Helen, awut-awutan seperti baru saja disemprot hair spray. Dasi gadis itu melorot kendur setelah ditarik Vanila.

Tidak jauh berbeda penampakannya, seragam atas Vanila ke luar setengah. Roknya juga menceng. Ikat pinggangnya pun longgar.

"Kalo kalian masih nggak mau baikan, dan jujur satu sama lain, ibu bakal kasih kalian huku -"

Tok..tok..tok

Tanpa menoleh ke arah pintu, Bu Weni berteriak mempersilahkan si penamu masuk ke ruangannya.

Vanila membeliak kaget. Helen juga tampak kebingungan. Posisi kedua gadis itu menghadap tepat ke arah pintu.

Mencium gelagat aneh dari kedua murid di depannya, Bu Weni mengikuti arah pandang gadis-gadis itu.

"Ada apalagi ini, Pak?" tanya Bu Weni, mendapati sosok Pak Ismed yang lagi-lagi masuk ruangannya.

Tidak hanya sendirian, Pak Ismed menyeret dua murid dari lapangan belakang, yang tertangkap basah melakukan kegiatan lain di saat jam sekolah masih berlangsung.

"Lalat?" Vanila melongo. Ia hendak menghampiri cowok itu, namun Bu Weni langsung mendelik memintanya tetap berdiri di tempat.

"Brilian?" Helen tak kalah kaget. Ia menatap Brilian sembari mengangkat kedua tangannya, seolah mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Dan anehnya, kenapa kedua laki-laki itu sama-sama pucat?

***

Coba tebak yang menang siapa?
Brilian apa Late?

Yang jelas, timnas menang lawan Myanmar. Hehehehe.
Dan berhubung aku lagi seneng parah, jadilah part ini dalam waktu sejam lebih dikit. Wowwowowkk. Malmingku tumben berfaedah.

Tetap temani cerita VaniLate atau VaniLian sampai ending nanti ya.
Aku niatnya mau post Gemaya juga, tapi belum bisa janji soalnya dari pagi rada demam sama pusing gitu dah. Sembuhnya kalo pas nonton bola doang🤣

Jaga kesehatan everybadeeeeh

Salam sayang,
Rismami_sunflorist











VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now