Bagian VII - Alstroemeria

880 106 24
                                    

Aku meletakkan ponsel di atas meja. Tidak ingin merusak suasana hati yang sedikit demi sedikit mulai membaik, kuputuskan untuk tidak membaca satu pun pesan yang dikirimkan Tafissa.

Sebenarnya, hubunganku dengan Tafissa baik-baik saja. Bahkan setelah Tafissa datang ke apartemen hari itu. Aku masih sering menanggapi status dan pesan yang Tafissa kirimkan. Hingga suatu hari, Tafissa mengirim sebuah pesan yang mengisyaratkan rasa cemburunya.

Tafissa memintaku menghapus salah satu postingan di instagram. Sebenarnya, tidak ada yang istimewa dengan postingan itu. Selain kenyataan itu adalah foto pertama Haris yang kuunggah di akun social media.

Foto itu menampilkan gambarku dan Haris sebagai objeknya. Haris merangkul pundakku. Di belakang kami, sebagai background, nampak deretan pohon sakura yang mulai menguning dan menggugurkan daunnya. Senyuman merekah sempurna menghiasi wajah kami. Itu adalah foto liburan kami di Korea selatan tahun lalu.

Seperti yang sudah kubilang, tidak ada yang istimewa dari foto itu. Aku bahkan tidak menulis caption atau me-mention nama siapa pun. Tidak menyangka, justru foto itulah yang dipermasalahkan oleh Tafissa.

Untungnya, Tafissa mengirimkan pesan itu satu hari sebelum keberangkatanku ke Bulgaria. Jadi, aku tidak perlu memasang wajah dan senyuman palsu menghadapi Tafissa di kantor keesokan harinya.

Hari itu juga, kuhapus foto yang menjadi sebab kecemburuan Tafissa. Padahal jika dipikirkan lagi, aku lebih berhak cemburu. Eh, maksudnya, aku juga bisa saja memutus semua akses komunikasi dengan Tafissa setelah mengetahui hubungan barunya dengan Haris, bukan?

Selama berpacaran, aku dan Haris sama-sama merasa tidak perlu mengumbar status hubungan yang tengah kami jalani saat itu. Namun juga tidak berniat sedikit pun menyembunyikan.

Meskipun begitu, hampir semua orang di Nine Bank tahu jika aku dan Haris memiliki hubungan istimewa. Ini jugalah salah satu alasan kenapa aku lebih memilih mengambil tawaran promosi dari Bu Salsa dan pergi sejauh mungkin dari Jakarta.

Rumor tentang hubungan Haris dan Tafissa sudah diketahui beberapa orang di tempat kerja.

"Tafissa ngubungin gue lagi, Ra. Dia bilang lo nggak bales pesan dia," kata Fanya yang entah sejak kapan sudah meninggalkan tempat tidurnya dan bergabung denganku duduk di balkon apartemen.

Beberapa hari belakangan, Fanya memutuskan menginap di unit apartemenku. Hal menyebalkan yang menjadi alasan Fanya adalah dia tidak ingin melihat mataku sembab lagi pagi-pagi. Lalu pagi ini, kami memilih menghabiskan akhir pekan dengan bermalas-malasan. Terlebih karena aku sama sekali belum sempat 'beristirahat dengan benar' sejak tiba di Bulgaria.

"Gue ngerasa nggak perlu bales pesan dia aja sih, Fan," ucapku mencoba memilih kalimat sehalus mungkin untuk menanggapi kalimat Fanya.

Fanya mengambil cangkir teh miliknya dan duduk di sampingku. Aku sempat mendengar Fanya menghela napas panjang.

"Well, gue ngerti ini nggak mudah buat lo, Ra. Tapi lo juga—"

"Juga nggak bisa sepenuhnya nyalahin Tafissa karena mereka berhubungan setelah gue dan Haris putus?!" ketusku. Sebenarnya, ini adalah kalimat yang berulang kali kukatakan kepada diri sendiri. Tafissa sama sekali tidak bersalah. Mengencani mantan kekasihku bukanlah sebuah dosa. Sepertiku, mereka bebas menentukan pilihan.

Jika bisa kudeskripsikan perasaan, apa yang kulakukan kepada Tafissa adalah bentuk dari tumpukan rasa kecewa. Hanya itu.

Fanya tersenyum. "Sejak kapan lo jadi sensitif banget kayak gini sih, Ra? Gue kira setelah dua tahun gue tinggalin, lo udah berubah. Ternyata judesnya masih sama aja," kata Fanya sambil memperbaiki posisi selimut dan merapatkannya. "Lo juga harus segera bangkit. Gue tahu ini nggak mudah, itulah kenapa gue nggak pernah minta lo secepatnya maafin Tafissa. Gue tahu lo terluka. Gue tahu Tafissa udah berlaku kurang sopan ke lo dengan melakukan hal itu ...." Fanya melirik ke arahku sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya. "Gue juga tahu lo perlu waktu. Tapi bukan itu yang pengen gue bahas sejak pertama lo nyampai di Bulgaria."

Chrysanthemum (Diterbitkan oleh KMC Publisher)Where stories live. Discover now