🌜50. Kamu-ku.🌛

34.3K 2.5K 292
                                    

Rindu mengajarkan cara menemui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rindu mengajarkan cara menemui.
Cinta menuntun caranya memperjuangkan.
Bukan sekedar bualan bullshit berkalimat 'KANGEN'

-Ladisya-

¶¶¶

Hidup itu penuh misteri. Beberapa waktu yang lalu kamu tertawa, siapa tahu waktu berikutnya kamu bersedih pun menangis.

Pernah dengar? Sedalam-dalamnya lautan bisa diukur, sedangkal-dangkalnya hati manusia tak bisa ditebak.

Dan tentu bagi Disya, menebak isi pikiran satu mahluk hidup bernama Zendro adalah hal paling tak menyenangkan.

"Hai sayang," Zendro tetaplah Zendro, manusia yang entah tingkat percaya dirinya yang tinggi, atau rasa malunya yang tipis.

Mendekat dengan senyum sopan khas seorang pesandiwara unggul. "Tante, masih ingat dengan saya?"

Enggan peduli siapa saja yang ada di sekitar mereka, Disya adalah dia yang tidak perlu menjaga image baiknya. Menarik Zendro menjauh dari hadapan sang Ibu.

"Sebentar, Pa." pamit Zendro pasrah terseret.

Tahu akan tata krama, Marie tersenyum pada pria yang diketahui sempat menjadi rekan bisnis mendiang suaminya dulu. "Silahkan duduk, Pak Anton."

"Farhan," ujar sang pengacara berwibawa.

Sedang kini di depan pintu pembatas menuju kolam renang, Disya menyentak kasar tangan Zendro. "Mau apa lo dateng ke sini?"

"Pertama, gue kangen," seperti biasa, pemuda itu mendekat dengan tatapan bergairah.

"Stop ganggu gue!" Disya mendorong dada Zendro menjauh. "Dan stop bersikap gak tau malu karena itu menjijikkan!"

"Seperti biasa, ucapan gadisku selalu menyakitkan." drama Zendro seolah tersakiti. Setelahnya cowok itu tersenyum iblis.

"Mau lo apa, bajingan?" tekan Disya disetiap perkataannya.

"Dengar baik-baik pembicaraan orang tua kita." bisik Zendro berbalas.

"Sederhana Buk Marie, putraku mencintai putri anda. Bukankah akan sangat bagus jika mereka dipersatukan, menjalin erat hubungan bisnis sekaligus kekeluargaan." Anthony Mertopa bercuit-cuit tak penting.

Sejurus setelahnya mata Disya terbelalak. Menghadap Zendro dan menyorot penuh kebencian. Memperbaiki letak jas hitamnya, Zendro tersenyum iblis. "Lo berani nolak saat ini, sama aja lo mengundang kehancuran dengan cara yang lebih mengerikan."

"Aw, gue gak takut." nada Disya mengejek. Gadis itu bersedekap angkuh. "Gue kasian sama lo, sebegitu rendahnya harga diri lo ngejar-ngejar gue sampai pake cara murahan kek gini."

Tangan Zendro mengepal kuat. Egonya terluka. Ditantang terang-terangan oleh seorang gadis. Disya kira ia harus meluapkan seluruh emosinya. "Buka kuping lo lebar-lebar, Zendro, gue gak akan pernah sudi untuk berakhir sama lo!"

Warm In The Arms ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang