28⭐ The Light is Coming🌟

3.2K 540 7
                                    

"Kenapa kamu?" tanya Ayah begitu melihat Jeffrey yg babak belur.

Jaehyun baru akan bicara ketika Jeffrey bergumam ringan, "Abis kena pukul preman kampus."

Jaehyun melongo sementara Ayah mengernyitkan dahinya. Saat ini, mereka semua sedang makan
malam. Hanya Taeyong yg tidak ikut karna masih sedikit demam.

"Apa mereka cari gara gara?" tanya Ayah tak suka.

"Biasalah," Jeffrey melirik Jaehyun yg menggigit ayam gorengnya dengan buas. "Alasan nggak jelas."

"Apa kamu yakin preman preman itu nggak dikirim sama seseorang?" tanya Ayah lagi, ada nada curiga
pada suaranya, membuat Jaehyun emosi.

"Maksud Ayah?" tanya Jeffrey sebelum Jaehyun sempat membuka mulut.

"Sebentar lagi kan turnamen," Ayah mengedikkan bahu. "Siapa tau ada yg mau ngerjain tim-"

Jeffrey tertawa geli selama beberapa saat. "Mana ada yg begituan, Yah! Itu kan cuma pertandingan, bukan sinetron. "

"Jangan ngeremehin yg begituan Jeff," kata Ayah tegas. "Ayah pernah liat tawuran cuma karna tim-nya kalah. Dan ada yg mati."

Hening sejenak di meja makan. Jaehyun tahu, Ayah tadi meliriknya tepat setelah selesai berbicara.

"Tenang Yah," Jeffrey memecah kesunyian. "Aku bakal hati2. Dan menang juga."

"Semoga aja," kata Ayah kemudian diam lagi.

Jaehyun melirik Jeffrey yg tampak sudah kembali makan. Jaehyun tahu, Jeffrey tidak pandai berkelahi, dan
kalah di setiap perkelahian dengan siapa pun. Tapi Jaehyun tak akan menyangsikan kemampuannya bermain basket.

Jaehyun juga menyadari selama makan malam, atau tepatnya, setelah dia memberitahu soal
pekerjaannya kepada Ayah, Ayah tak pernah lagi mengajaknya berbicara. Jaehyun tiba2 teringat
perkataan Taeyong, bahwa Ayah sudah tua, hanya mengetahui bahwa Jaehyun adalah anak yg nakal
dan tak bisa apa2 selain mempermalukan nama keluarga, juga diramalkan menjadi penyebab kematian Ayah.

Jaehyun meletakkan sendok dan garpunya, menarik napas panjang, lalu mengembuskannya lagi dengan mantap. Dia merasakan tangannya dingin.

"Yah," kata Jaehyun membuat aktivitas semua orang terhenti. Ayah, Ibu, dan Jeffrey menatapnya
heran. "Kayaknya kita perlu bicara."

Ayah begitu terkejut sehingga sendoknya melayang jatuh ke piringnya. Jeffrey melongo dengan
parah, sementara Ibu hanya bisa membelalakkan matanya.

Selama beberapa menit, tak ada yg berbicara. Jaehyun menatap Ayah pasrah.

"Ya udah kalo nggak bisa," katanya, lalu kembali melanjutkan makan.

"Nggak, nggak," kata Ayah tiba2, membuat Jaehyun kehilangan napsu makannya. "Setelah makan.
Di kamar Ayah."

Setelah Ayah bicara demikian, tak seorang pun lagi berniat untuk meneruskan makan. Ayah
beranjak dari kursinya lalu masuk ke kamar dengan wajah tegang.

Jaehyun melirik kepada Jeffrey
dan Ibu yg juga tegang, air muka mereka mengatakan agar Jaehyun tak usah mencari gara gara.

"Tenang, Bu," kata Jaehyun, lalu mengikuti Ayah masuk ke kamar.

Jaehyun mendapati Ayah sedang duduk di kursi rias Ibu,menghadapnya. Jaehyun terpancang di tempat sejenak.

"Nah, apa yg mau kamu omongin? Semoga bukan kamu kehilangan kerja, terus kamu mau minta duit sama Ayah," kata Ayah ketus.

Jaehyun menatap ayahnya tak percaya, lalu berusaha mengendalikan diri. Jaehyun tak akan menyia nyiakan kesempatan ini hanya karna termakan omelan Ayah.

"Yah...," kata Jaehyun, tapi selanjutnya, tak sepatah kata pun lagi keluar dari mulutnya.
Tenggorokan Jaehyun serasa tersumbat.

"Ya ampun, Jaehyun, apa kamu habis bunuh anak orang? Iya, kan? Iya, kan? Jaehyun!" sahut Ayah dengan wajah ngeri. Dia sekarang berdiri dan mendekati Jaehyun.

Jaehyun menggeleng cepat, menghindari Ayah yg akan segera memukulnya.

"Bukan Yah, bukan itu!" sahut Jaehyun sementara Ayah terus mengejarnya.

"Lalu apa? APA, JAEHYUN?" sahut Ayah lagi, berhenti mengejarnya untuk mengurut dadanya.

Jaehyun berhenti, lalu memandang Ayah yg segera duduk di kasur untuk menenangkan diri. Jaehyun
menyingkirkan rasa takutnya, lalu berjalan mendekati Ayah. Ayah tampak kesakitan karna jantungnya. Jaehyun menatapnya sedih. Ayah sudah terlalu tua. Jaehyun tak bisa lagi mempermainkannya. Taeyong benar. Selama ini, Jaehyun terus-terusan menyalahkan Ayah yg tak
pernah menyayanginya. Padahal harusnya Jaehyun bisa mengerti Ayah, dan menjadi apa yg diinginkannya. Jaehyun terlalu egois untuk itu. Jaehyun 'senang' membuat Ayah marah.

Jaehyun jatuh berlutut di depan Ayah, yg langsung melongo. Jaehyun menarik napas, lalu mengeluarkannya lagi.

Tenggorokan Jaehyun benar benar tersekat, seolah mengatakan satu kata saja akan membuat air matanya mengucur keluar.
Jaehyun memandang sosok tua itu, yg masih melongo melihatnya.

"Kenap-"

"Tolong, Yah," kata Jaehyun, akhirnya bisa mengumpulkan suara. "Tolong, maafin aku."

Ayah tambah melongo. Dia membuka-tutup mulutnya bingung. Selama beberapa menit, Ayah hanya menatapnya tanpa bersuara.

"Aku janji nggak akan pernah ngecewain Ayah lagi," Jaehyun besusah payah menahan air matanya.

Entah mengapa saat ini dia menjadi sangat sentimentil. "Aku janji."

Ayah berusaha mengatakan sesuatu lagi, tapi tak kunjung keluar. Dia hanya bisa memandang
Jaehyun yg sudah menunduk lama, kemudian menghela napas berat.

"Sudah, Jaehyun," kata Ayah, seperti lelah dan tak percaya.

"Yah, aku serius!" sahut Jaehyun. "Suatu saat nanti aku bakal bikin Ayah bangga! Suatu saat nanti aku bakal jadi anak yg bisa Ayah banggain!"

Jaehyun hampir berteriak dan mengguncang-guncang tubuh renta Ayah, tapi tak dilakukannya.

Jaehyun hanya diam di tempat, menahan segala emosinya, dan menepis pikiran bahwa tidak seharusnya dia meminta maaf karna sepertinya tidak berguna. Sampai kapan pun, Jaehyun akan tetap dicap sebagai anak yg memalukan, sekuat apa pun usahanya.

Ayah terdiam, tampak setengah-terharu setengah-bimbang bagi Jaehyun. Beberapa detik kemudian,
tangan Ayah terangkat, membuat Jaehyun mengelakkan kepalanya karna menyangka akan kena
pukul. Tapi ternyata, Ayah malah menepuk pundaknya.

"Ayah tau kamu bisa," Ayah terdengar lelah. "Sekarang sana, panggil Ibu. Minta dia bawain obat Ayah."

Jaehyun melongo untuk beberapa detik, lalu segera tersadar. Jaehyun bangkit berdiri, memandang
Ayah yg tampak enggan memandangnya balik, lalu melangkah ke pintu dengan seulas senyum pada bibirnya.

Setelah keluar dari kamar Ayah, Jaehyun mendapati Jeffrey dan Ibu menatapnya cemas. Jeffrey
mungkin tidak begitu kentara, tapi Jaehyun yakin Jeffrey tadi berharap melihat sedikit luka di wajah Jaehyun.

"Bu, Ayah, obat," kata Jaehyun tak jelas, lalu bergerak menuju gazebo dengan langkah seperti
zombie. Tangannya mengelus pundak tempat Ayah menepuknya tadi.

Jaehyun yakin, hidupnya akan terasa jauh lebih mudah setelah ini.


To Be Continued

hello, sunshine. (Republish)Where stories live. Discover now