7. Bukan Salah Hati

4.8K 778 13
                                    

"Bukan salah hati, karena mencintai di luar kendali hati."

"Dari awal saya sudah menduganya," ucap Mas Adam, beberapa detik kemudian, "di hari pernikahan kita, sebelum akad. Saya tidak pernah bisa lepas dari pandangannya. Saya paham betul dengan gelagat, tatapan dan ciri-ciri orang tengah cemburu atau bahkan berbohong pada saya. Kamu lupa, saya seorang dosen."

Aku mengimbanginya berdiri, rasa takut menjalar bak rayap menggerogoti papan. Mendadak buku-buku kukuku mendingin.

"Saya menghadapi berbagai karakter mahasiswa. Termasuk kamu. Kamu berbohong kan, saat saya tanya apa terjadi sesuatu atau tidak." Mas Adam mengarahkan tatapannya ke arahku. Aku melihatnya ragu-ragu dan memilih diam mengiyakan tebakannya. "sebelum kamu bertanya ke saya tentang sahabat saya, saya terlebih dulu paham bahwa ada sesuatu yang terjadi di antara kamu dan Rendy. Dugaan saya benar."

Dia tersenyum miring, sungguh, aku merinding ketakutan. Marahnya orang yang biasa pemarah terlihat biasa saja, namun, marahnya orang yang dingin karakternya, sungguh menakutkan.

"Maaf."

"Maaf?" ulangnya. "Buat apa minta maaf?" tanyanya.

Aku bergeming, tenggelam dalam ketakutan.

Tiba-tiba Mas Adam meraih pundakku, dan menariku menghambur ke dada bidangnya. "Tidak perlu minta maaf. Saya paham pasti itu tidak mudah buatmu, kan? Salsa suka Rendy tetapi Rendy malah suka kamu," ucapnya seraya memelukku erat.

Di saat itulah aku merasa lega luar biasa. Kupikir Mas Adam marah, ternyata tidak. Atau entahlah aku tak mengerti dengan sikapnya.

"Mas Adam nggak cemburu?" aku medongak mencoba menggapai pandanganya.

"Buat apa? Kamu, kan, milik saya. Lagian, cemburu hanya untuk orang-orang yang merasa dirinya kurang. Saya sudah memiliki kamu, itu lebih dari cukup," ucapnya dengan sunggingan senyum khasnya.

Aku melesak ke dadanya, membalas peluknya dengan rasa bersyukur tiada tara.

"Lalu apa yang musti aku lakukan?" tanyaku.

"Tidak ada."

Aku mengangkat alis, "Kenapa tidak ada?"

"Kamu cukup bersikap biasa saja, menganggap seolah tidak terjadi apa-apa. Dengan begitu kamu menjaga persahabatan dan juga harga diri Salsa."

Aku mengangguk paham. Iya benar juga, ketika persahabatan kalah dengan rasa egoisnya cinta, keadaan menjadi berubah. Hubunganku dengan Rendy sedikit canggung, apalagi dengan Salsa, aku merasa tak enak hati padanya.

"Kalau Mas Adam milih yang mana, persahabatan atau cinta?" tanyaku iseng. Tetapi lumayan membuatku penasaran jawaban darinya.

Dia diam sejenak, kemudian menatapku sembari tersenyum jail, "Saya pilih kamu," ucapnya seraya menggendongku lagi. Aku berteriak kaget, namun aku bahagia dia adalah jodoh pilihan Allah yang senantiasa menenangkan hatiku.

***

Hari ini aku sengaja berkunjung ke kelas Salsa, selama dua hari ini pikiranku tidak tenang karena memikirkannya. Salsa seolah menjauhiku, aku merasakan perubahan pada sikapnya. Setiap kali aku mengirim pesan singkat, dia lama membalas, bahkan balasannya hanya singkat-singkat, tidak seperti biasanya.

Aku membawakannya nasi goreng buatanku sendiri, dia sangat menyukai nasi goreng buatanku. Dulu sebelum aku menikah, setiap aku membawa bekal nasi goreng dia selalu memintaku untuk melebihi porsi supaya dia juga bisa memakannya. Katanya dulu, "The best nasi goreng in the world ala sahabatku." Kami makan sekotak bersama, terkadang bertiga dengan Rendy.

[DSS 4] Diary SyabilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang