5. Setangkai Mawar Merah

21.2K 2.6K 123
                                    

"Mengungkapkan tak membuatmu rendah, jika berbuah tolakkan hal itu akan membuatmu sadar bahwa dia bukan orang yang terbaik buatmu."

•••

Pagelaran drama berjudul "Legenda Gedhong Putri" itu diakhiri dengan tertusuknya tokoh antagonis oleh seorang putri yang diperankan oleh Salsa. Beberapa penari dengan pakaian khas jawa bersanggul rangkaian bunga kantil itu mengitari sang putri sembari melempar bunga melati. Perlahan tirai pertunjukan tertutup diiringi dengan suara gamelan yang mendayu-dayu sebagai tanda pertunjukan telah usai.

Penonton yang hadir bertepuk tangan, ada juga yang sambil berdiri memberikan sebuah apresiasi untuk drama yang diangkat dari kisah legenda sebuah candi berjalan sangat epik. Pemain, dialog, musik pengiring, dan para pemeran figuran pun patut diacungi jempol karena totalitasnya.

Oh ya, legenda candi gedhong putri ini mengisahkan seorang ratu rupawan yang menguasai lembah tanah jawa di lereng Gunung Semeru. Konon, prajuritnya tidak hanya dari golongan manusia, namun juga dari golongan ghaib. Bekas kerajaannya ditemukan pada tahun 1897 oleh pencari kayu, ditemukannya sebuah prasasti bertulis tahun 1257 yang berisi bahwa sang ratu adalah juru Negara Lamajang yang diyakini sampai sekarang sebagai cikal bakal kota Lumajang. Sayangnya, akibat banjir dasyat yang terjadi di sekitar tahun 1961 imbas dari letusan Gunung tertinggi di Jawa itu, Candi Gedhong putri ikut hancur, kini hanya tersisa tumpukan batu bata merah yang tak berbentuk.

Selain menyukai cerita fiksi, aku juga menyukai cerita legenda. Entah kenapa, jika membaca cerita legenda atau pun kisah nabi, aku seperti berada pada masa itu. Merasakan atmosfir tempo dulu, seolah menatap langsung tempat-tempat bersejarah meski sebenarnya aku pun belum pernah melihatnya. Ya, imajinasiku terlalu liar dan mendalam, namun sebenarnya itu asyik dan terasa menghibur dalam kesunyian.

Setelah para pemain memberi sambutan terakhir, kami para penonton mulai membubarkan diri. Aku, Mas Adam dan Rendy juga ikut beranjak dari kursi penonton.

"Congrats, acaranya sukses,"kataku sembari memberi pelukan kepada Salsa di bawah panggung.

"Makasih, makasih udah dateng." Dia membalas pelukanku. Terlihat sekali dia sangat puas dengan penampilannya.

Aku memberinya buket yang sempat kubeli tadi.

"Selamat ya, Sal,"ucap suamiku turut memberi ucapan selamat, meski dengan nada sedikit datar.

"Makasih, Pak, makasih sudah sudah datang,"balasnya, jeda beberapa detik matanya langsung melirik laki-laki berbaju kotak-kotak dengan topi baseball di kepalanya, "kok lo nggak ngasih selamat ke gue? Mana buketnya?"

"Sori, nggak kepikiran. Btw, selamat,"balas Rendy dengan ekspresi tanpa dosanya. Aku tersenyum melihat ketidakpekaan si Rendy, emang dasar anak itu selalu tidak peka udah jelas Salsa anaknya baperan.

Salsa memasang muka cemberut, "Nggak asik lo."

"Udah, udah, yuk foto-foto!" Aku menyela, aku tidak mau mood Salsa rusak gara-gara masalah sepele. Kami pun berfoto bersama, mungkin dari puluhan jepret hanya satu dua foto formasi lengkap, jepretan lainnya hanya aku dan Salsa saja. Tentunya, Mas Adam suamiku yang paling pengertian sebagai fotografernya.

Sebelum pulang, aku berpamit ke kamar mandi karena sedari tadi sudah menahan buang air kecil. Mas Adam menunggu di mobil. Setelah selesai urusan di kamar mandi, aku berniat menemui Salsa lagi untuk pamit pulang karena Umi sudah menunggu di rumah.

Aku mencari-cari gadis itu di belakang backstage, di situ ramai sekali. Banyak orang-orang berkostum yang lalu lalang, ada juga yang asyik berfotoria merayakan kesuksesan acara tadi. Beberapa petugas dibalik layar juga terlihat membereskan properti-properti drama. Aku membelah kerumunan untuk menemukan Salsa, mungkin saja dia juga sedang merayakan kesuksesan bersama teman-teman sepanggungnya.

[DSS 4] Diary SyabilWhere stories live. Discover now