Episode 10

893 40 1
                                    

Dimana kau honey?

Aku mencoba menelpon Michelle namun ia tak membawa ponselnya.

"Selamat pagi, sayang!" Ucap seseorang yg aku kenal, Michelle.

"Kau? Kau dari mana saja?" Tanyaku pada Michelle dengan nada tinggi.

"Aku baru selesai mandi." Jelasnya singkat dengan nada kebingungan.

"Jangan menghilang ataupun pergi, aku takut." Ucapku seraya memeluk erat istri tercintaku, aku sangat takut jika harus kehilangan nya.

"Maafkan aku, aku tidak tahu jika kau mencariku." Ucap Michelle yg tenggelam dalam pelukanku.

"Bagaimana bisa aku diam saja saat duniaku hilang, kau segalanya bagiku." Jelasku seraya menangkup wajah Manisnya dengan kedua tanganku lalu kembali memeluk erat dirinya.

"I love you." Bisik istriku yg membuatku semakin menyayanginya.

"Aku lebih mencintaimu, kau tahu itu!"

"Ya, aku tahu. Kau cintaku!"

"Hm, lalu?"

"Tidak ada, aku mau istirahat."

"Apa? Tapi kau baru saja bangun." Ucapku terkejut melihat istriku terlihat lemas.

"Aku lelah, itu saja."

"Apa kau sakit? Apa kita perlu kedokter?" Ucapku mulai panik.

"TIDAK." Balas Michelle yg spontan. "Aku baik-baik saja, sungguh." Ucapnya yg mencoba meyakinkan ku.

"Baiklah, kalau begitu aku akan merawat mu." Ucapku sembari menggendongnya, membawanya kembali ke kamar.

"Bukan kah hari ini kau ada meeting?" Tanya Michelle dengan menatapku membuatku tak berdaya.

"Ya, tapi tak ada yg lebih penting darimu saat ini." Ucapku seketika membuatnya malu.

"Kau ini."

"Apa? Hm.. sayang? Apa kau gemukan?" Tanyaku membuatnya terdiam sesaat.

"Mungkin, aku sering makan banyak belakangan ini." Jelasnya dengan menaruh tangannya di dagu membuatnya terlihat manis.

"Oh, begitu."

"Dear, aku ingin bertanya." Ucap Michelle kembali menatapku.

"Apa?"

"Apa kau akan tetap bersamaku walaupun aku sudah tidak cantik lagi, walaupun kulit-kulit ku sudah mengendur dan tak seramping saat ini? Apa kau akan tetap bersamaku walaupun aku sudah lemah dan tua?" Tanyanya yg membuat jantungku serasa di hujani ribuan pedang, sakit rasanya saat iya mengatakan setiap kata, aku melihat rasa takut dan sedih di matanya, membuatku sadar bahwa dirinya pun tak ingin kehilanganku, yang berbeda adalah ia tak seegois diriku.

"Aku akan tetap bersamamu, itu janjiku! Bagaimanapun juga kau adalah hidupku, aku tidak akan lengkap tanpamu, aku... Aku hanya ingin bersamamu selamanya." Jelasku membuat air mata turun di kedua pipi Michelle, ada senyum yg datang bersamaan dengan air mata itu.

Aku membaringkan Michelle di tempat tidur lalu menyelimutinya.

"Apa aku bisa mempercayai ucapanmu?" Tanya Michelle.

"Jika aku tak menepati janjiku, bunuh saja aku." Ucapku membuat Michelle sedikit terkejut. "Istirahatlah, aku akan membuatkanmu sarapan." Lanjutkan seraya mencium dahinya lalu pergi meninggalkannya istirahat.

Entah apa yg Michelle pikirkan hingga bertanya hal aneh seperti itu.

Aku pun membuat panekuk kesukaan Michelle dan sebuah lemon tea hangat untuk membantu membuatnya merasa lebih baik.

Melihat Michelle lemas lesu membuat dadaku terasa sesak, seakan-akan rasa sakitnya berpindah padaku.

Seperti ada pedang yg menghujani jantungku saat mendapat pertanyaan aneh itu, percayalah bahwa aku sangat takut kehilangan dirinya.

Pendekatan aku dan Michelle terbilang singkat, saat itu aku mendapat tugas dari kampus untuk mengajar sehari di sebuah sekolah dan ternyata sekolah Michelle lah yg terpilih.

Awalnya dia terlihat biasa saja, namun ada sesuatu yg membuatku begitu tertarik padanya.

Sebuah senyuman manis di wajahnya membuatku begitu tertarik padanya, aneh memang, Hanya karena sebuah senyuman aku bisa jatuh cinta padanya.

Sebuah rasa yg tak bisa di jelaskan dan sulit di gambarkan saat itu.

Ada rasa yg tak bisa di jelaskan, namun yg pasti aku telah jatuh cinta padanya.

Selama beberapa hari ini, aku memutuskan untuk tetap di rumah dan menjaga Michelle.

Pikiranku tidak akan tenang jika harus meninggalkan Michelle dalam kondisi sakit, aku bahkan tidak bisa berkonsentrasi tapi Michelle selalu memaksaku pergi bekerja.

Setelah 5 hari aku cuti, aku pun kembali bekerja karena paksaan Michelle.

Ya wanita itu tak akan diam sebelum mendapatkan apa yg ia inginkan.

Hari ini aku memutuskan pulang cepat karena merasa khawatir meninggalkannya sendiri di rumah, dan keadaan nya blm lah pulih, dia masih terlihat pucat dan lemah.

Aku selalu membujuknya agar mau di bawa ke rumah sakit, namun ia bersikeras untuk tetap di rumah.

Sesampainya di rumah, aku melihat Michelle tengah tertidur pulas.

Wajahnya begitu manis saat tertidur, dan polos sekali seperti anak kecil membuatku semakin menyayanginya.

Keesokan harinya, aku mencoba membangunkan Michelle, namun ia tak merespon apapun.

Aku menggoyangkan tubuhnya untuk membangunkannya, namun Michelle tak juga bangun.

Aku benar-benar khawatir, aku memegangi dahinya, tapi tubuhnya tak terasa panas.

Aku mulai takut, ia tak membuka matanya sedikitpun.

"Michelle bangunlah... Michelle?!" Aku yg masih berusaha membangunkan dirinya sekuat tenaga.

Aku pun memutuskan untuk menelpon ibu Michelle untuk meminta bantuan.

Setelah mematikan ponsel, aku mencoba mendengar detak jantung Michelle dengan menempelkan telingaku di dadanya.

Tiba-tiba saja Michelle menggerakkan tubuhnya, membuatku langsung bangkit dan melihat keadaan nya.

"Michelle? Kau baik-baik saja?" Tanyaku panik lalu memeluknya.

Michelle hanya diam, membuatku semakin ketakutan.

"Aku...aku..." Ucap Michelle yg menatapku.

Tiba-tiba saja ia mengeluarkan kertas bertuliskan "aku hamil!"

Membuat jantungku berhenti berdetak sesaat

     Votment dulu Yo!



19 Jan 2020

Cinta Kedua (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang