Patah

22.6K 1.1K 15
                                    

“Nggak bisa disambung lagi?” tanyanya. Aku menggeleng seraya memungut patahannya dengan hati-hati. “Maaf ya, aku nggak sengaja. Bener-bener minta maaf.”

“Nggak apa-apa,” jawabku datar. “Memang sebelumnya sudah pernah patah, tapi masih bisa disambung pakai perekat. Kata tukang servisnya sudah nggak boleh patah lagi karena bakal susah direkatkan ulang.”

“Maaf ya,” ia mengulang permintaan tersebut untuk kesekian kali. “Benda itu pasti berharga banget buat kamu. Kamu nggak bisa apa-apa tanpanya, tapi malah aku patahkan. Harusnya aku nggak ceroboh. Harusnya aku lihat-lihat dulu kalau mau jalan.”

“Udah, nggak apa-apa, jangan salahin diri sendiri terus,” hiburku padanya. “Aku juga yang salah, karena taruh sembarangan.” Dia melesakkan tubuh mungilnya ke sisi kanan bangku. Kuamati wajah sembabnya seperti habis menangis dan sesekali ia tampak menyeka hidungnya yang berair. “Kamu nggak apa-apa?”

Ia mengangguk, tapi aku tahu itu dusta. Aku pun tidak bisa memaksa jika dia tidak ingin cerita, kami hanyalah complete stranger yang bertemu karena insiden kecil yang menimpa kacamataku. Sore ini ketika lelah membaca buku, kugeser kacamataku ke atas kepala sejenak. Lalu aku tersadar kalau tali sepatuku lepas. Aku menunduk untuk mengikat sepatu, kacamataku terlempar ke tanah, bersamaan dengan gadis bersepatu hak tinggi ini melintas dan menginjaknya hingga terpisah menjadi tiga bagian. Kami masih saling diam dalam suasana hening yang tak nyaman. Lamat-lamat kudengar dia berbicara.

“Apa semua yang patah tidak bisa dipersatukan lagi?” tanyanya dengan suara parau. Sepertinya ia diam-diam menangis ketika kami tidak saling bercakap.

“Mungkin bisa, mungkin tidak,” jawabku mengambang. “Tapi bekas retakannya akan terus ada, dan suatu saat bisa patah kembali, meski kita sudah memperlakukannya dengan hati-hati." Ia menoleh, menatapku nanar. “Hei, jangan sedih. Aku ngomongin soal kacamata, kok.”

Dan keheningan kembali melingkupi kami. Membalut jiwa-jiwa yang patah dengan selaput kasatmata bernama rasa nyaman. Mungkin dengan begini dia bisa merasa lebih baik, meski tidak mengubah keadaan.

 Mungkin dengan begini dia bisa merasa lebih baik, meski tidak mengubah keadaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Puzzle Piece √Where stories live. Discover now