5. Setangkai Mawar Merah

Start from the beginning
                                    

Namun, diantara puluhan orang yang berada di backstage, tidak ada sosok Salsa. Aku pun berinisitif menanyakan keberadaannya pada teman sepanggungnya yang kutau tadi dia berperan sebagai salah satu tokoh pendukung di akhir pertunjukkan.

"Mas, liat Salsa, nggak?"

"Tadi saya liat masuk di ruang make up, Mbak lurus aja, nanti ada jejeran kostum sebelah kirinya ada pintu, masuk aja, "jawabnya, aku langsung mengangguk dan berterima kasih.

Aku berjalan sesuai petunjuk dari orang tadi. Pintu yang dimaksud akhirnya ketemu, pintunya terbuka tapi tertutupi oleh gorden yang setengahnya tersibak. Aku pun segera mendekati pintu tersebut, aku tidak mau lama-lama karena Mas Adam sudah mengirimiku pesan untuk segera keluar dari gedung.

"Nih buat lo." Aku menghentikan langkah saat mendengar jelas suara Rendy dari dalam ruangan tersebut.

Salsa terdengar tertawa, "Thanks! Gitu dong, kan gue jadi makin sayang."

Karena penasaran itu benar suara Rendy, aku sengaja mengintip dari sela-sela gorden yang tersibak. Dan benar itu Rendy dan Salsa, Rendy memberikan satu tangkai bunga mawar kepada Salsa. Aku tersenyum, ternyata diam-diam laki-laki itu romantis juga. Aku menduga pasti saat ini Salsa bahagianya bukan kepalang.

"Ya udah, gue mau cabut dulu, sekali lagi selamat acaranya sukses. Semoga kepilih jadi perwakilan kampus buat acara festival drama di Thailand."

"Aamiiiin, thank you thank you..." Terlihat jelas sekali, rona wajah Salsa begitu bahagia.

Aku berniat sembunyi sebelum Rendy keluar, aku tau dia pasti malu kalo ketahuan romantis. Namun langkahku terhenti saat mendengar ucapan Salsa selanjutnya.

"Eee, Ren, tunggu, gue pengin ngomong."

Aku kembali berdiri di balik gorden, kali ini tidak mengintip lagi, hanya mendengarkan saja. Habisnya mereka itu menggemaskan, kan jadi penasaran pengin nguping.

"Apa?"

"Eee... tapi lo jangan marah ya?"

"Marah? Ngapain marah?"

"Kali aja marah, soalnya gue pengin ngomong hal yang mungkin akan-,"

"Apa sih? Buruan ah, gue ditunggu anak-anak band nih."

"Iya, iya, ini gue mau ngomong. Nggak sabaran amat sih, busyet dah."

"Mau ngomong apa?"

Jeda beberapa detik, aku tebak, jangan-jangan Salsa...

"Gue suka sama lo."

"Maksudnya?"

"Ya gue... gue suka sama lo, maksudnya itu suka bukan hanya sebagai sahabat, tapi lebih."

Rendy tidak merespon apa-apa. Mungkin dia terkejut dengan pernyataan cinta Salsa yang tiba-tiba. Jangankan Rendy, aku pun terkejut, Salsa benar-benar berani.

"Gue udah lama suka sama lo, bukan sekadar suka biasa, tapi gue udah cinta sama lo. Gue-,"

"Sori, Sal. Gue nganggep lo cuma sebatas sahabat." Aku membelalakan mata saat mendengar jawaban Rendy seperti itu. Pasti hati Salsa benar-benar patah karena Rendy secara langsung menolaknya.

"Gue tau, kok." Nada bicara Salsa berubah, seperti menyiratkan kekecewaan yang teramat besar,"gue cuma pengin lo tau aja, dan gue nggak mengharap lo bakal nerima atau lo jadi pacar gue. Gue cuma mau lo tau perasaan yang selama ini gue pendam buat lo, nggak lebih."

"Sori, ya?"

"Its okay, gue tau kok, kalo endingnya bakal gini."

"Tapi kita tetep sahabatan, kan?"

"Of course, yes! Kita masih sahabatan. Kita bakal kayak biasanya, tetep, nggak berubah."

"Oke, kalo gitu gue cabut ya. Sekali lagi selamat acaranya sukses."

Salsa tidak menjawab, mungkin dia mengangguk sebagai jawabannya. Aku buru-buru beranjak dari tempat itu, bersembunyi di balik gantungan kostum. Aku putuskan untuk tidak menemui Salsa, meski sebenarnya aku tau hatinya tengah patah. Setidaknya dia tidak tambah malu karena kejadian tadi.

Beberapa detik kemudian, aku melihat Rendy keluar dari ruang make-up.

"Tunggu, Ren!" Salsa memanggilnya lagi, detik selanjutnya Salsa ikut keluar dan menghampiri Rendy.

"Kenapa?"

"Gue cuma penasaran, boleh nggak gue tau sesuatu?"

"Apa?"

Salsa terdiam sejenak, dia sempat menundukkan pandangannya ke bunga yang tengah dia pegang, setelah itu dia kembali mengangkat wajahnya menatap Rendy, "Lo sukanya ke Syabil, kan?"

Rendy terdiam, aku melongo dengan pertanyaan itu.

"Jujur aja, nggak apa-apa. Gue cuma mau mastiin aja."

Di balik persembunyian itu hatiku berdebar, aku berharap Rendy memberi jawaban tidak. Sungguh, aku tidak bisa menerima jika orang yang disukai Salsa malah menyukaiku. Demi Allah, aku tidak mau itu terjadi.

Jawaban Rendy membuat jantungku seolah meloncat, tercetak gradasi bulir-bulir air di sudut mataku. Dia mengangguk, dia mengiyakan pertanyaan Salsa.

Astaghfirullah! Aku harap ini cuma halusinasi.

Salsa tersenyum sumbang, dia menganguk-angguk, "Oke, thanks lo udah jujur. Setidaknya gue udah ngerasa lega dan nggak penasaran lagi."

"Jangan pernah bilang ke Syabil ya, gue lagi berusaha ngapus perasaan ini."

Salsa mengangguk. Tidak lama dari itu, Rendy melangkah pergi sedangkan Salsa kembali ke ruang make up. Perlahan aku keluar dari tempat persembunyian sembari menyeka air mata yang sempat mengalir.

Aku benar-benar tidak menyangka, terasa rumit dan rasanya menghimpit dada. Aku tidak mau persahabatan yang sudah kita bangun selama bertahun-tahun harus berantakan karena hal ini. Aku tidak mau kehilangan mereka.

Sungguh, aku merasa menjadi orang yang paling bersalah di sini.

***

Sampai jumpa di updatetan selanjutnya.

Satu lagi, konsep dosen nikah sama mahasiswanya itu banyak memang. Tapi, please jangan sama-samain karena setiap  penulis itu punya cara eksekusi alur yang berbeda. Kadang, bikin mood anjlok kalo disama-samain atau dikomentarin gini, "Jadi ingat tokoh ini di cerita ini."

Jazzakumullah ya Khair.

[DSS 4] Diary SyabilWhere stories live. Discover now