Oh My Xavier 1 : Aku Adalah Owner

134K 3.4K 115
                                    

Napas gadis itu terengah kala melihat bangunan besar di hadapannya. Matanya menatap setiap sudut bangunan, meneliti kalau-kalau dia salah menebak. Memang tidak ada tulisan hotel atau motel yang tertulis di bangunan itu. Namun, melihat banyaknya jendela di sana, gadis itu hanya menganggapnya sebagai sebuah kostan atau hotel yang tidak berbintang.

Gadis itu membuka resleting ransel yang dia gunakan, dan mengambil dompet di sana dan menyampirkan kembali tasnya di punggung. Kakinya melangkah perlahan, meniti anak tangga di halaman untuk meraih pintu bangunan itu.

Sial, pikirnya. Ini adalah hari pertama bagi seorang Emilie Spencer datang ke sini. Ke Los Angeles. Jika saja mobilnya tidak mogok di jalan dan perusahaan yang merekrutnya berbaik hati memberikan uang transportasi, Emilie mungkin takkan berakhir di sini dengan mobil bututnya yang mogok di jalan.

Sampai di pintu kayu bercat merah itu, Emilie menghela napas panjang, dan mencoba membuka pintu tersebut dengan knop pintu yang ada di sana. Dia mendorong pintu tersebut, dan seketika matanya disuguhkan dengan banyaknya orang yang berkumpul di sana. Diam-diam, Emilie menghela napas lega karena sebelumnya dia menyangka jika bangunan ini bangunan berhantu. Karena selain berada jauh dari perkotaan, Emilie tidak biasa dengan pintu hotel yang tertutup. Apalagi, ini malam hari. Dan suara petir juga ikut mengganggu ketenangan Emilie.

Tepat setelah Emilie masuk ke dalam dan menutup pintu, suara hujan mulai terdengar deras di luar sana. Emilie mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan dan menatap orang-orang di sana yang sepertinya tidak saling kenal satu sama lain karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Di ujung sana, ada resepsionis pria yang memberikan kunci kartu pada seorang wanita. Emilie segera melangkah ke sana, menghampiri meja resepsionis tersebut.

Bruk!

Emilie tersentak ke belakang kala tubuhnya ditabrak oleh seseorang. Ya, ditabrak, bukan menabrak. Karena pria yang berada di depannya ini tiba-tiba muncul tanpa aba-aba, berlari dari sisi koridor kanannya.

Napas Emilie terengah kaget. Refleks, ia mengucapkan maaf walaupun tahu itu bukan salahnya. Kepala Emilie terangkat, dan dia tertegun melihat wajah tampan di depannya. Seumur hidup, Emilie tidak pernah melihat wajah setampan itu. Wajah tanpa senyum namun matanya menenggelamkan Emilie. Warna maniknya yang berwarna biru sempurna dengan hitam yang menjadi garis si biru itu.

"Anda terluka?" Tanya pria itu, membuat Emilie tersentak dan refleks mengangguk-anggukkan kepalanya seperti idiot.

Dapat Emilie lihat senyum segaris pria itu yang membuat Emilie menggigit bibir bawahnya dengan gugup. "Maaf, aku tidak melihat jalan." Kata Emilie.

Pria itu mengangguk tanpa mengatakan apapun. Seolah mereka tadi tidak mengalami insiden, pria itu berjalan ke arah resepsionis terlebih dahulu.

Emilie menelan ludahnya dengan susah payah, menahan rasa gondok karena memang bukan dirinya yang salah tapi harus meminta maaf. Emilie menghela napas pelan. Dia kembali melangkah ke arah resepsionis itu dan dia sampai di sana tepat ketika pria yang tadi menabraknya pergi.

"Aku ingin memesan kamar," ucap Emilie ketika berada di hadapan resepsionis. Emilie kira, ia akan mendapatkan raut wajah heran dari pria itu. Tapi ternyata tidak.

Pria resepsionis itu tersenyum pada Emilie. "Untuk berapa hari, Nona?" Tanyanya.

"Malam ini saja." Jawab Emilie dengan rasa senang yang tidak dapat ditahannya. Mulutnya mengembangkan senyum lebar karena ia tidak salah menebak jika bangunan ini adalah hotel.

Pria itu mendengus geli melihat tingkah Emilie. Dia terlihat mengetikan sesuatu di balik kayu yang memisahkan mereka. "Anda baru, Nona?"

Emilie mengernyitkan alisnya dengan heran mendengar perkataan resepsionis tersebut. "Umm ya?"

Oh My XavierМесто, где живут истории. Откройте их для себя