Lee menepuk bahu Ranz. "Aamiin. Gue cuman takutnya lo kesana jomblo. Kalau lo jomblo, gue punya recom cewek kok."

Ranz mengangkat tangan. "Sorry, makasih recommendednya."

Lee mengangkat jempol. "Kalau lo cancel sama otw lo, call gue aja. Tar gue kasih," ucap Lee setengah berteriak. Ia berjalan menuju kasir.

Hanya tersenyum simpul menanggapinya. Ranz berlalu. Ia juga ingin sekali membeli pakaian. Walaupun, koleksi beberapa merk dalam lemarinya cukup terpenuhi. Untuk menghilangkan rasa bosannya saja.

Tak sengaja, matanya menangkap bocah kecil berlari kearahnya. Dengan sangat terburu-buru. Hampir saja bocah itu terjatuh jika ia tak menangkapnya.

Bocah itu menoleh. Berseru. " Eh, Kak Lens, Zayn mau ke toilet. Antel yuk," Ranz hanya mengangguk tersenyum. Mengikuti keinginan bocah ini.

Usai mengikuti semua keinginannya. Zayn minta diantar kekediamannya. Dari kejauhan, Ranz mengenali siapa gerangan tersebut. Membuat lengkungan dibibirnya terbentuk sempurna. Jantungnya berdetak kencang.

Tak disangka, ia bisa menemukannya disini. Tanpa perlu mencarinya kemanapun. Takdir memang tak disangka-sangka. Mungkin, allah menakdirkan ia dengannya.

                                        𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

"Lhah, Zayn kok ngilang?"

Khanza baru saja menyadarinya. Bagaimana ini? Padahal, belum terlalu lama Zayn duduk disampingnya. Memainkan ponsel milik Afkar.

Khanza melirik kesamping. Ponselnya pun ditinggalkan. Dengan segera, ia mulai mencari Zayn. Naasnya, disini mall. Sangat luas sekali mencari bocah sepertinya.

Gara-gara Kak Afkar sih. Pake acara double date sama istri segala. Meninggalkan anak sendiri. Mana Khanza hanya menjadi kambing congeknya saja.

Parah,

Setelah sekian lama mencari Zayn tak kunjung ditemukan. Akhirnya Khanza menyerah. Keringat sudah bercucuran. Lebih tepatnya, ia menyerah karena takut.

Kala ia sedang dalam proses pencarian Zayn. Sendiri. Tanpa ditemani siapapun. Banyak sekali lelaki yang melirik ke arahnya. Terkadang, lelaki yang tengah menggandeng kekasihnya. Sempat saja melirik ke arah Khanza. Membuat Khanza buru-buru kembali ke tempat. Ia yakin. Zayn akan kembali padanya.

Semoga,

Ya sudahlah, cukup menunggu saja.

Khanza kembali beristirahat pada bench di area foodcart seperti tadi. Sembari memesan minuman dingin. Untuk melepaskan penat sementara.

"Khanza," panggil Afkar tiba-tiba. Entah muncul darimana. Membuat Khanza menelan saliva seketika.

"Zayn mana?"

Khanza menoleh. "Eh kakak, e-" Khanza bergemetar. Kelimpungan menjawab apa. Salahnya juga, tidak menjaganya dengan baik.

"Zayn ma-"

"KAK ZAY," teriak Zayn dari kejauhan. Khanza, Afkar menoleh.

Terlihat, Zayn melambai kearahnya sembari berlari. Dibelakangnya, berjalan seorang lelaki dengan setelan sweater putih, celana jeans hitam, sneakers putih serta topi hitam.

Khanza mengerutkan kening. Terasa familiar dengan lelaki itu. Siapakah gerangan?

"Ih Kak Zay, tadi aku cali gak ada. Papa sama mama juga lama lagi." Zayn mengerucutkan bibir.

Khanza tak mendengar ucapan Zayn. Ia masih terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini.

Ranz sedari tadi menjejalkan kedua tangan di saku celananya. Ia mendekat. Lengkung bibirnya terus terbentuk dikala Khanza melihatnya. Entah mengapa. Jantung Khanza mulai bertaluan kencang. Ia menganga melihatnya. Tak percaya atas apa yang terjadi.

Kok tiba-tiba?

Ranz menghampiri Khanza terlebih dahulu. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebelum sesaat, Khanza menyadari kehadirannya. Ia berdiri. Ranz menyodorkan Id Card pada pemiliknya.

"Punya lo kan? Kemarin jatuh. Kebetulan gue lewat. Ya udah, sekalian ambil."

Sekali lagi, Khanza masih menganga ditempatnya. Ia masih tak percaya. Dengan jarak kurang dari 2 meter mereka berdiri. Tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat.

Ranz membuka topinya. Ia menyugar rambut dengan jari. Mengaitkan topi pada kancing disaku sweaternya. Membuat kadar ketampanannya menaik seketika.

Astaghfirullah, Khanza tersadar apa yang dilakukannya. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya ia berdiri sedekat ini dengan gebetan. Ia beristighfar dalam hati. Memalingkan wajah ke arah lain.

Ranz kembali menyodorkan Id Card pada Khanza. Khanza menatap tangan itu cukup lama. Lantas,

Refleks, Khanza memeluk Afkar. Terkejut atas apa yang diperbuat adiknya, ia melepaskan pelukan.

"Kenapa lagi kamu?" tanya Afkar tak mengerti. Ia belum melihat kedatangan Ranz. Masih setia meladeni anaknya.

"Id Card Zay ketemu." Afkar turut bahagia mendengarnya. Pasalnya, semenjak ia pulang kemarin. Raut wajah Khanza tak berubah. Masam. Akhirnya, ada jalan keluarnya juga.

"Sama siapa?"

Khanza membalikkan badan. Tangan Ranz masih mengambang di udara. Menyodorkan Id Card yang belum sempat diterima pemiliknya.

"Oh iya kak, Terima Kasih." Ucap Khanza seraya mengambil Id Card miliknya.

Ranz mengangguk. Ia menoleh pada Afkar.

"Eh buddy, bagaimana kabarnya?" tanya Afkar. Ia bertos ala pria dengan Ranz. Khanza mengerutkan kening. Mereka berteman? Sejak kapan?

"Alhamdulillah baik. Kok lo ada disini?"

"Nemenin bocah ini shopping nih. Banyak maunya," Afkar mengarahkan kepalanya pada Khanza. Khanza membelalakkan matanya.

Fitnah macam apa ini?

Khanza duduk. Menyeruput minumannya santai. "Gak usah jual nama orang kak. Dosa." sergah Khanza. Ia memainkan ponsel. Menutupi rasa kegugupannya dan rona merah dipipinya.

Ranz menatap Khanza sesaat. Kemudian berbincang lagi dengan Afkar.

"Oh ya Ranz. Thanks untuk kedua kalinya ya. Udah nemuin barang adik gue yang hilang. Bingung gue mikirin dia pas barang kesayangannya hilang. Ekspresinya tuh ya, kayak orang lagi-"

"Kak," desis Khanza tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. Ia takut rona pipinya terlihat oleh Ranz.

"Makasih ya," Afkar menepuk-nepuk bahu Ranz.

"No problem."

"Eh Kak Zay, tadi aku ditolongin sama Om Lens gitu loh pas kesininya. Kalau gak ketemu, bisa diculik nanti."

Khanza menoleh. "Kamu juga kakak cariin gak ada. Kamu kemana tadi?"

Zayn memainkan jari. Takut dengan tatapan Khanza. Sembari menunduk. "Tadi aku gak kuat pingin pipis. Tapi kak Zay lagi mainin henpon. Takutnya ganggu, jadi Zayn lali cali toilet sendili."

"Yaallah Zayn. Gakpapa, gak bakal ganggu kok. Lagian, kan Kak Afkar yang suruh aku jagain kamu. Biar ada waktu sama mamamu itu lhoh,"

Afkar mendesis. Pintar juga ini anak.

Ranz hanya memperhatikan Khanza sembari tersenyum sendiri.

"Ya udah buddy, gue cabut dulu." ujar Ranz. Ia mengenakan topinya kembali. Merapikan pakaian. Tak lupa, tersenyum kepada keduanya.

Zayn melambaikan tangan pada Ranz. Ranz membalas lambaiannya. "See you again." ucapnya sembari berlalu.

Khanza memperhatikan punggung Ranz semakin menjauh. Ia merasa ada yang aneh hari ini. "Kak, kok bisa kenal sama dia?"

Afkar kembali duduk. Menyeruput minuman milik Khanza. "Yaa bisalah, emang ada yang gak bisa kakak lakuin? "

Khanza mendelik. Memainkan ponselnya kembali. "Ya udahlah, terserah."

           

   Jazakumullah Khoir 🖐

RITME; Married with SelebritiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang