"Emangnya gue mau kemana coba?! Dikira gue anak-anak apa!" Gerutu Wulan yang diabaikan oleh Adam, dan keluar dari sana.

Wulan menatap kesal keluar jendela mobil melihat pergerakan Adam yang tengah berbicara dengan orang yang mungkin pemilik toko itu.

"Mau beli bunga aja, harus ngajak gue anjir, jangan-jangan nih orang punya kepribadian ganda kali," monolog Wulan pada dirinya sendiri.

Selang beberapa menit, Adam kembali dengan sebuket bunga matahari.

"Nih," ujar Adam mengarahkan bunga matahari  itu di depan Wulan, yang langsung diterima oleh Wulan, dan setelahnya Adam mulai melajukan mobilnya kembali.

"Wahh, Dam, lo tau darimana gue suka bunga matahari?" Tanya Wulan antusias, sembari menciumi harum bunga itu.

Adam menoleh sekilas ke arah Wulan, kemudian kembali fokus pada jalanan di depannya.

"Jangan kepedean! Itu bunga bukan buat lo, dan gue gak segabut yang lo kira sampe-sampe mau cari tau bunga kesukaan lo,"

Wulan yang awalnya tersipu kini berubah kesal  mendengar penuturan Adam. "Terus ngapain lo ngasih ke gue?!"

"Yang ngasih siapa? Gue cuma minta, buat lo pengang!"

"Aish, lo kan bisa simpan di bagian mana kek! Gak harus gue!"

"Udah gak usah bawel!"

"Sekarang lo bawa gue kemana lagi?"

"Kasih bunga itu ke orang yang paling istimewa dalam hidup gue,"

Deg.

Apa katanya? Orang istimewa? Jangan-jangan, ah dasar! Wulan mulai kesal sekarang. Ia merasa perasaannya dipermainkan sekarang. Dan yang dilakukan Wulan hanyalah diam selama perjalanan.

Hingga hampir lima belas menit, waktu perjalanan yang terlewati, Adam memberhentikan mobilnya.

Melihat di mana Adam memberhentikan mobilnya membuat Wulan, sedikit takut, ah bukan, mungkin ia kini benar-benar takut. Takut akan hantu yang mungkin bangkit dari kuburannya.

"Astaga, Adam, ngapain lo bawa gue ke sini? Lo kira gue mau uji nyali apa?! Atau jangan-jangan lo ngejalin hubungan sama kuntilanak?! Jadi bunga yang lo beli buat dikasih ke mbak kunti, iya?" Ujar Wulan panik, kala mobil Adam berhenti di salah-satu pemakaman yang ada di Jakarta.

Adam menggeleng mendengar kalimat Wulan, "gue masih waras! Dan imajinasi lo gak usah ketinggian, overdosis tahu rasa lo! Sekarang ayo turun,"

"Gak mau!"

"Wulan!" Peringat Adam yang membuat Wulan mau tak mau mengikuti perintah cowok itu.

"Lo kalau mau berkunjung tuh pas hari terang, bukannya gelap kayak gini, kalau tiba-tiba ada makhluk yang muncul depan kita gimana?" Kini keduanya tengah berjalan menyusuri makam demi makam yang ada di sana, entah berapa langkah lagi mereka akan sampai.

Adam memutar kedua matanya malas. "Kalaupun ada di depan, yang ngeliat bukan kita tapi gue! Yang lo liat itu lengan gue!" Sarkas Adam pada Wulan yang sedari tadi berjalan sembari memegang lengannya sekaligus menutup kedua matanya di sana.

Krak.

"Akhhh apaan tu?!" Teriak Wulan yang tambah memegang erat lengan Adam dan menyembunyikan wajahnya di sana.

"Astaga, Wulan, itu cuma ranting! Jangan panikkan, bisa gak?"

"Yak! Lagian ini semua salah lo, ngajak gue ke kuburan malam-malam gini, dikira gue punya gak takut apa?!"

"Lo tenang aja, selama lo berada di samping gue, gue jamin tubuh lo gak akan tergores sedikitpun!" Ujar Adam yang melanjutkan langkahnya.

"Nah disini, sekarang kita udah sampai," ujar Adam. "Sekarang lo buka mata lo," lanjutnya kemudian melepas genggaman Wulan pada lengannya.

Wulan membuka matanya dan melepas tangannya dari lengan Adam. Selanjutnya Adam menunduk dan meletakkan bunga yang dibelinya tadi, di atas makam dengan batu nisan bertuliskan nama 'Miranti Wijaya'.

"Ma, Adam udah lama gak kunjungin mama,"

"Mama?" Mendengar penuturan Adam, membuat Wulan mengerti jika makam itu milik ibu Adam, tapi? Bukankah ibunya masih hidup?

Adam mendongak melihat Wulan, kemudian menarik tangan Wulan agar ikut berjongkok dengannya.

"Iya dia ibu gue,"

"Tapi?"

"Yang kemarin itu ibu tiri gue,"

Wulan hanya mengangguk sebagai jawaban kemudian melihat ke arah makam itu. Namun, setelahnya kalimat dari Adam, membuat telinga dan pipinya memanas entah mengapa.

"Mama tahu, siapa yang datang bersamaku? Dia adalah wanita yang benar-benar mirip dengan mama, dan aku sangat menyukainya."

"Astaga Adam, bahkan di depan makam ibu lo, lo masih sempat-sempatnya menggombal!" Ujar Wulan menahan dirinya agar tak tersenyum tersipu.

Adam menolehkan kepalanya kesamping, di mana Wulan berada, "lo ingat? Tempo hari gue pernah bilang kalau lo bener-bener mirip sama orang yang sangat berharga dalam hidup gue?"

Dan Wulan hanya menggangguk sebagai jawaban. "Yah, Wulan, lo mirip banget sama ibu gue, jadi gue berharap lo gak ninggalin gue, gue gak mau kehilangan untuk yang kedua kalinya,"


TBC

HUAAA, OK FIX INI PART TERPANJANG DARI CERITA INI TT.

See you next part.

My Childish Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang