PART 31 : SUSAH

Mulai dari awal
                                    

Vanila udah lama suka sama Brilian. Tapi gue liat si Late yang lebih peka sama adek gue. 

"Iya, Len. Lo tolong pinggirin kacang merahnya, ya." Brilian bergidik menatap butiran kacang yang sedang dipindahkan Helen dari mangkoknya ke mangkok yang kosong.

"Makannya pelan-pelan ya, Bri." Helen menyendok sedikit nasi lalu diarahkan ke mulut Brilian. "Udah nggak ada kacang merahnya, kok."

Lima menit kemudian, Vanila keluar dari kamar mandi. Wajahnya lebih fresh setelah semalaman merasa tidurnya tidak nyenyak karena mengemban tugas menjaga Brilian. Padahal jelas-jelas ia tertidur pulas sampai mendengkur.

"Lah, Bri? Kok hp gue nggak ngecharge?" tanya Vanila begitu hendak memasukkan ponselnya ke ransel.

Matanya seketika membulat. Ponsel yang dicharge semalaman, kini layarnya tampak gelap. Mati total. Baterainya habis tak tersisa.

"Pasti kerjaan lo, kan?" Vanila menuding Brilian sembari menunjukkan charge ponselnya yang terlepas. "Nih, liat. Siapa lagi yang nyopot kalo bukan lo? Setan?"

Brilian memutar bola matanya, pura-pura tidak mendengar.

Walau tidak direspon, Vanila tahu pasti Brilian biang keroknya. "Dasar lo, cari masalah mlulu sama gue. Untung aja tadi gue ingetin Helen buat singkirin kacang merahnya."

"Kalo sampe kacang merahnya kemakan, langsung gatel-gatel dah lo sebadan," ucapnya tanpa sadar.

"Yang sesek lah, trus panik minta dikipasin soalnya kulit lo  yang putih itu jadi merah-merah," cerocos Vanila sampai bibirnya maju lima centi.

Menyadari jika waktunya tidak banyak, Late menarik kerah belakang seragam gadis itu lalu diseret ke ambang pintu.

"Alah, urusan gampang itu. Gue ada powerbank di mobil. Oh, iya. Salim dulu sana sama Bang Key." Late melepaskan cegkeramannya.

Di saat bersamaan, Vanila spontan berbalik untuk menyerangnya.

"Vaaaan, sana buruan berangkat!" tegur Key, terdengar lebih garang.

Takut kena smackdown dari kakaknya, Vanila cepat-cepat ke luar. Namun baru beberapa detik menjauh dari pintu, ia berbalik lagi.

"Len, berarti lo bolos, ya?" tanya Vanila sembari menjulurkan kepala.
Tangannya menggenggam tepian pintu, mencegah Key menutupnya tiba-tiba.

"Bang, itu si Helen kok lo bolehin bolos, sih?" Sempat-sempatnya gadis itu protes. "Harusnya juga lo -"

"Emangnya Helen siapa gue, ha?" Urat-urat leher Key menegang. "Lat, mending lo gendong ni bocah terus bawa ke mobil deh. Kalo perlu masukin bagasi."

Vanila mencibir. "Kebalik, Bang. Yang ada mah, gue yang gendong dia. Lo inget nggak, waktu kita ketemu di rumahnya -"

"Van..." Key memberi warning lagi. Pura-pura hendak melesatkan bogemnya. Kalau tidak diancam, adiknya itu pasti akan terus mengoceh.

Sebelum terjadi perang antar saudara, Late segera menarik tangan Vanila, di bawa menjauh dari kamar Brilian.

"Loh, Lat! Lo mau ke mana?" tanya Vanila bingung begitu menyadari Late salah mengambil arah yang salah. "Kalo mau ke parkiran, lewatnya sini."

"Bentar, gue mau beli sesuatu," jawab Late tanpa berhenti atau sekedar menoleh pada Vanila yang tertinggal di belakangnya.

Katanya buru-buru, takut terlambat. Gue sampe diomelin terus dari tadi. Eeeh sekarang malah dia yang buang-buang waktu. Emang sepenting apa sih, barang yang mau dibeli?

VaniLate (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang