[31] - Akhir

135 17 4
                                    

Welcome to the last chapter of this story. Are you ready for the ride?

Enjoy!

***

Setelah melewati ilusi yang mengerikan itu, Lei dapat mengatakan bahwa rintangan-rintangan berikutnya yang mereka hadapi tidak lagi seberat sebelumnya. Dengan mudah—dan dengan Seth melindunginya dengan cara yang jauh lebih protektif dibandingkan sebelumnya—mereka berdua dengan mudah mencapai jantung dari hutan kematian.

Bau busuk kematian yang begitu kuat membuat Lei harus mengambil beberapa langkah mundur. Perutnya kembali bergolak mual dan ia tidak sanggup untuk menghirup nafas. Seth terlihat jauh lebih tabah meski wajahnya kian memucat.

Lei tidak tahan lagi. Ia menjentikkan jari dan bagai penyaring, pelindung di sekeliling tubuhnya mendorong keluar bau busuk itu dan menyisakan udara segar. Seth menarik nafas panjang dengan lega sebelum kemudian langkahnya berhenti. Lei menabrak punggungnya tanpa sadar.

Sangkarra ada disana.

Lelaki itu terlihat kacau. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat dan kantung matanya begitu tebal. Sulur-sulur kayu meliliti kedua tangan dan tubuh bagian bawahnya, membuatnya terjebak tanpa daya. Matanya memejam dan nafasnya tersisa satu-satu. Terlihat sekali efek dari pertengkaran terakhir antara Sangkarra dan Dewi Zephyra masih mempengaruhinya begitu kuat hingga ia kesulitan menyembuhkan diri.

Bagai mengetahui kedatangan mereka, mata Sangkarra perlahan membuka. Irisnya tertumbuk pada iris kelam Lei. Ia tersenyum lemah, "Apakah aku bermimpi sekarang?"

Lei menggeleng, "Tidak."

Sangkarra terkekeh. Lei bisa melihat keringat membasahi anak-anak rambutnya. "Ilusi ini akan membunuhku cepat atau lambat."

Lei menghela nafas dalam hati. Awalnya, mereka datang untuk pertarungan terakhir. Tapi, siapa yang menyangka, Sangkarra bahkan sangat lemah sampai-sampai ia menganggap kedatangan Lei hanyalah ilusi belaka. Ulu hati Lei berdenyut nyeri, entah kenapa, dia tidak sanggup melukai laki-laki ini.

"Kalau begitu," Lei maju mendekat, mengangkat tangannya dan menyayat sulur-sulur kayu yang mengikat pergerakan Sangkarra, "Kamu percaya sekarang?"

Seketika, Sangkarra terhuyung kala menginjak tanah. Ia berpegangan erat pada batang pohon kayu di sampingnya, wajahnya kian memucat dan ia terlihat seperti baru melihat hantu. "Z—Zephyra...bagaimana mungkin?" Ia terkesiap, "Moi...dimana Anemoi?!" tanyanya panik.

Lei menatap pandangan liarnya selama beberapa saat sebelum menggeleng. Sangkarra terlihat seperti hendak muntah. Lalu, ia menatap Lei dengan kemarahan yang nyata, "Setelah mengkhianatiku, sekarang kamu juga tega melenyapkan sahabatmu?! Bagaimana bisa hatimu begitu licik, Ze?"

Wajah Lei menggelap. Sepertinya Anemoi sudah membohongi Sangkarra sedemikian lamanya hingga lelaki itu kini lebih memercayainya dibandingkan Lei. Wajar saja, Sangkarra bahkan mengira bahwa Zephyra, kekasih hatinya, mengkhianati cintanya dan menenggelamkannya ke dasar samudera hanya untuk bersama dengan Dewa Matahari, tunangannya.

Lei menunduk, berkata dengan suara lirih nan pedih, "Namaku Shalein, dan aku bukan Dewi Zephyra, kekasih hatimu."

Sangkarra menatapnya tak percaya, "Apa yang kamu katakan? Jelas-jelas saat itu..." Jelas-jelas saat itu kamu membohongiku dan mengkhianatiku sekali lagi hanya untuk membunuhku, Lei dapat mendengar kelanjutan kalimatnya.

Lei tidak menjawab, sebaliknya ia menengadah seakan sedang mendengarkan sesuatu dan berbisik, "Dewi Zephyra ada disini."

Mata Sangkarra membelalak, "Apa?! Kamu kira aku akan dibohongi dengan mudah lagi, Ze? Tidakkah kamu kira sudah cukup kamu menyakitiku?" tuntutnya dengan pahit.

Rêveuse ✔Where stories live. Discover now