[24] - Tidak Ada Waktu Lagi

72 10 0
                                    

Seth menatap jam dari hologramnya dan menghela nafas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seth menatap jam dari hologramnya dan menghela nafas. Dia sudah meninggalkan Lei hampir dua jam, dan dia tidak pernah meninggalkan Lei selama itu, apalagi di luar sana dimana ada bahaya yang menyerang dari mana saja.

Dia berdecak dalam hati. Pandangannya tertumbuk pada Senri yang masih terpejam di dalam kamar perawatan salah satu rumah sakit kota Kacwasdu, dua rusuknya patah dan tulang belakangnya retak, ditambah dengan luka bakar dan memar di sekujur tubuh. Jika Seth lambat beberapa menit saja, mungkin Senri sudah lewat.

Seharusnya Seth tidak meninggalkan Lei sendiri. Yah, bukannya Lei sendiri, Hak ada bersamanya. Tapi Hak anak kecil, dan Seth tidak bisa percaya padanya untuk bisa menjaga Lei.

Apa yang Seth pikirkan ketika dia lebih memilih menggendong Senri keluar dari hutan itu dan meninggalkan Lei di belakang?

Seth menghela nafas lagi. Dada Senri naik turun beraturan, nyawanya sudah tidak berada dalam bahaya lagi meski dia masih memerlukan perawatan intensif. Mungkin...mungkin karena Senri adalah sosok yang begitu mirip sekaligus begitu berbeda dengannya.

Perempuan ini harus menanggung beban yang begitu berat ketika dia masih kecil, kehilangan orangtuanya dan harus merawat adiknya seorang diri. Senri sangat kuat, dan Seth salut padanya. Seth seperti melihat kepingan dirinya dalam diri Senri dan oleh karena itu, Seth merasa seperti dia harus menolongnya.

Ditambah lagi, sebagai seorang kepala keamanan Kapital, tubuh Seth bergerak secara otomatis untuk menolong rakyat yang kesusahan. Kebiasaan itu sudah mengalir dan menancap kuat dalam jiwanya dan sulit sekali untuk diabaikan.

Tapi tetap saja, setiap detik berlalu, jiwa Seth semakin merana karena ingin bertemu dengan Lei lagi, ingin berada di dekat Lei, merasakan keberadaan Lei di sampingnya dan menjaga perempuan itu.

Seth harus kembali secepat mungkin sebelum dia benar-benar kehilangan kewarasannya.

Dia baru hendak beranjak keluar ketika terdengar lenguhan lemah yang diikuti dengan mata Senri yang mengerjap terbuka. Seth ragu sejenak, kemudian melangkah mendekat. Senri memicingkan mata, mengerjap lagi beberapa kali sebelum pandangannya terfokus pada Seth yang menatapnya datar.

"Anda sudah sadar?"

Kesadaran memasuki pikiran Senri kala suara tajam nan berat itu terdengar. "Ah...Tuan Seth...?" Perempuan itu hendak bangkit, namun Seth menahannya.

"Anda terluka parah, dokter sudah menyarankan agar Anda tetap berbaring," jawab Seth lugas. "Apa Anda ingat apa yang sudah terjadi?"

Senri mengernyit, "Saya...sedang memanggang kue lalu...api mulai menyebar." Wajah Senri kian pucat membuat Seth tidak tega untuk memaksanya bercerita lagi.

"Baik, itu berarti kepala Anda tidak terluka. Kalau begitu, apakah saya boleh bertanya sesuatu?"

"Silakan. Saya akan berusaha untuk menjawab pertanyaan Anda, Tuan."

Rêveuse ✔Where stories live. Discover now